Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Sunahnya romal (الرَّمَلُ), yakni berjalan cepat hingga bahu terguncang pada 3 putaran pertama saat tawaf itu ada sejarahnya.
Syahdan, suatu saat Rasulullah ﷺ hendak bertawaf bersama para Sahabat pada peristiwa umrah Qaḍā’. Saat itu Mekah masih dikuasai kafir Quraisy. Lalu orang-orang musyrik menggunjing kaum muslimin dengan kalimat yang maknanya kira-kira begini,
“Orang-orang ini sudah pasti kena wabah demam yang sempat menjangkit di Yatsrib. Lihat saja nanti saat tawaf. Pasti loyo gak bertenaga. Sudah pasti tidak akan kuat memerangi kita nanti.”
Kemudian Allah memberitahukan ucapan mereka kepada Rasulullah ﷺ. Begitu mengetahui hal tersebut, maka Rasulullah ﷺ berkehendak untuk memuliakan Islam dan kaum Muslimin, menampakkan wibawa mereka, dan membuktikan ketangguhan serta kekuatan mereka.
Rasulullah ﷺ memerintakan untuk tawaf dengan cara romal sebanyak 3 kali putaran. Yakni cara jalan yang menunjukkan semangat tinggi, vitalitas, tekad yang kuat, badan yang sehat, ketangguhan, keperkasaan dan kekuatan.
Akhirnya orang-orang musyrik itu jadi melongo. Mereka berkata satu sama lain dengan kalimat yang kira-kira begini,
“Lemah apanya?! Lha ini mereka malah jalan kayak kijang!”
Al-Bukhārī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma, katanya, ketika Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya tiba di (Makkah), kaum musyrikin mencemooh: “Telah datang kepada kalian delegasi yang “lembek” karena demam di Yatsrib (Madinah).” Lalu Nabi ﷺ memerintahkan para sahabat agar berjalan cepat ketika melakukan tiga putaran tawaf pertama dan berjalan biasa di antara dua rukun (syāmī). Tak ada yang menghalangi beliau untuk menyuruh mereka berlari dalam semua putaran selain karena kasih sayang beliau kepada mereka.
Kata Abu Abdullah, Ibnu Salamah menambahkan dari Ayyub dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas katanya:
Ketika Nabi ﷺ tiba pada tahun berikutnya, yang telah beliau minta jaminan keamanannya, beliau bersabda: “Berlarilah kalian agar orang musyrik melihat kekuatan kalian.” Dan ketika itu kaum musyrikin berada di suatu lokasi yang namanya Qu’aiqi’an.” (H.R. al-Bukhārī)
***
Lalu ketika Islam sudah kuat, menang dan Mekah dibawah kekuasaan kaum muslimin, maka Umar ingin menghilangkan romal dalam tawaf karena situasi yang menyebabkan syariat romal sudah tidak ada. Tetapi beliau mengurungkan niatnya. Para ulama menafsirkan, bisa jadi keputusan Umar untuk tetap membiarkan romal adalah karena khawatir ada hikmah lain dari romal yang belum beliau ketahui atau karena beliau ingin kaum muslimin terus mengingat nikmat kemenangan terhadap kekufuran melalui syariat romal tersebut.
Al-Bukhārī meriwayatkan bahwa Umar berkata,
Artinya,
“Mengapa kita masih melakukan romal? Kami dulu melakukannya hanya untuk menampakkan kekuatan kaum muslimin di depan orang-orang musyrik sementara Allah sudah membinasakan mereka. Kemudian beliau berkata, “Romal adalah perkara yang dilakukan Rasulullah ﷺ. Kita tidak suka meninggalkannya.” (H.R. al-Bukhārī)
15 Rajab 1444 H / 6 Februari 2022 M pukul 19.54