Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Iri yang boleh namanya ghibṭah (الغِبْطَةُ).
Bedanya dengan hasad yang haram:
Ghibṭah itu ingin memiliki kebaikan seperti yang dimiliki saudara, tapi kita tetap bergembira dengan nikmat yang ada pada saudara itu dan tidak ingin nikmat itu hilang darinya.
Kalau iri tercela yang disebut hasad dan sering disebut dengki itu ingin mendapatkan nikmat yang ada pada saudara disertai perasaan senang jika nikmat tersebut dicabut dari hamba tersebut.
Contoh hasad:
Ada salah seorang wanita idaman, cantik, salehah, kaya, lalu menerima pinangan lelaki yang wajahnya di bawah standar, berilmu juga tidak, kaya juga tidak.
Lalu ada lelaki yang merasa lebih ganteng, lebih kaya, dan lebih berilmu yang merasa tidak senang dengan nikmat pria beruntung tersebut. Dia berfikir dirinya lah yang lebih layak jadi suaminya.
Tak lama kemudian ada berita mereka bercerai, maka dia pun bersorak!
Nah bersoraknya dia adalah tanda di hatinya ada dengki karena menunjukkan senang jika sebuah nikmat hilang dari saudaranya.
Adapun kegembiraan karena musibah yang menimpa orang seperti itu, maka ia dinamakan syamātah (الشَّمَاتَةُ) dan itu juga haram.
Jadi dia melakukan dua maksiat sekaligus: Hasad sekaligus syamātah.
Bahaya syamātah kepada saudara beriman adalah, Allah akan berbalik menyayangi orang yang kita soraki itu dan justru malah memberi kita musibah dan kesusahan.
Diriwayatkan Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Janganlah kamu menampakkan kegembiraan terhadap musibah saudaramu sehingga Allah akan menyayanginya dan mengujimu.” (H.R. al-Tirmiżī)
CATATAN
Hadis tentang syamātah di atas didaifkan al-Albānī tapi al-Tirmiżī mengatakan ḥasan gharīb. Al-Haitamī menegaskan bahwa al-Tirmiżī menghasankannya. Syu’aib al-Arnaūṭ berpendapat hadis di atas hasan lighairihi.
3 Sya’ban 1444 H / 23 Februari 2022 pukul 22.27