Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Jika seorang mukmin memiliki harta berlebih, kemudian ingin memiliki fasilitas duniawi yang “luxurious” semisal mobil bagus, rumah mewah, pakaian berkelas, ponsel bermerek dan semisalnya, maka perhatikan niatnya.
Level tertinggi memiliki fasilitas-fasilitas mewah adalah ditundukkan sepenuhnya untuk beramal saleh. Misalnya menggunakan rumah bagus untuk tempat kajian, sering mengundang makan orang-orang miskin, markas silaturahmi keluarga dan semisalnya. Pakaian bagus dan paling mewah digunakan untuk salat, munajat dan tafakur. Mobil mewah nan kuat digunakan untuk keliling berdakwah, silaturahmi, ziarah ikhwah fillah, menyambangi orang-orang lemah, mengantar orang sakit untuk berobat dan semisalnya. Ponsel mewah digunakan untuk menyebar ilmu, menuntut ilmu, membuat berbagai konten dalam rangka meninggikan kalimatullah dan semisalnya.
Niat seperti ini adalah niat yang terbaik. Karena hukum asalnya memiliki dunia itu memang seharusnya dipakai sebagai kendaraan menuju akhirat. Allah memberi dunia kepada hamba memang untuk diuji apakah bisa dipakai untuk beramal saleh sehingga mendapatkan rida-Nya. Allah berfirman,
Artinya,
“Untuk menguji kalian terkait apa yang diberikan-Nya kepada kalian.” (al-Mā’idah” 48)
Level di bawahnya adalah menggunakan berbagai fasilitas tersebut untuk memenuhi kebutuhan yang mubah. Maknanya, sebenarnya kondisi hidupnya masih memungkinkan untuk memakai fasilitas yang lebih rendah. Hanya saja hal bisa menimbulkan masyaqqah (kesulitan) atau merepotkan orang lain. Jadi, memutuskan memiliki fasilitas yang lebih tinggi diniatkan untuk menjaga kehormatan dan mendukung produktivitas supaya lebih maksimal.
Niat seperti ini juga insya Allah selamat. Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa menikmati makanan untuk kebutuhan memadamkan rasa lapar, menikmati pakaian untuk kebutuhan menutup aurat, dan menikmati hunian untuk memenuhi kebutuhan terlindung dari panas dan hujan adalah jenis menikmati anugerah Allah yang akan bebas dari hisab. Maknanya, niat memenuhi kebutuhan termasuk niat yang benar saat menggunakan anugerah duniawi dari Allah. Ahmad meriwayatkan,
Artinya,
“… Umar mengambil setangkai kurma kemudian memukulkannya di atas tanah hingga kurma-kurma mudanya berguguran di dekat Rasulullah ﷺ. Lalu dia bertanya, ‘Wahai Rasulullah ﷺ, apakah kita nanti akan ditanya tentang ini pada hari kiamat?’ Rasulullah ﷺ menjawab, ‘Ya, kecuali tiga hal. Kain perca yang digunakan seseorang untuk menutup auratnya, sepotong makanan untuk menghilangkan rasa laparnya, dan kediaman yang ia masuki untuk berlindung dari panas dan dingin …” (H.R. Ahmad)
Level di bawahnya adalah memiliki fasilitas-fasilitas mewah semata-mata ingin menikmati yang halal dan mubah karena tahu Allah memang mengizinkannya. Jadi, tujuan utamanya memang bersenang-senang dengan apa yang dihalalkan Allah. Niat seperti ini juga boleh dan tidak tercela. Bersenang-senang dengan perhiasan duniawi yang halal memang diizinkan Allah dan tidak ada seorangpun yang berhak mengharamkannya. Allah berfirman,
Artinya,
“Katakanlah, “Siapakah yang mengharamkan perhiasan (dari) Allah yang telah Dia sediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah, ‘Semua itu adalah untuk orang-orang yang beriman (dan juga tidak beriman) dalam kehidupan dunia, (tetapi ia akan menjadi) khusus (untuk mereka yang beriman saja) pada hari Kiamat.’” (al-A’rāf: 32)
Hanya saja niat menikmati yang mubah seperti ini punya dua konsekuensi:
Pertama, wajib bersyukur setelah itu. Yakni segera mengagendakan bentuk syukur kepada Allah berupa amal saleh dalam rangka berterima kasih atas nikmat yang dianugerahkan Allah. Mereka yang lalai bersyukur biasanya akan dicabut nikmatnya atau diberi kesusahan agar segera menyadari kelalaiannya.
Kedua, ada penurunan derajat di akhirat. Artinya, semua kenikmatan yang didapatkan di dunia, pasti berkonsekuensi di akhirat yakni dikuranginya derajatnya di sana. Inilah keadilan Allah yang menyejukkan mata hamba-hamba-Nya yang saleh yang diuji dengan kemiskinan dan kesempitan hidup di dunia.
***
Pastikan kondisi kita minimal termasuk salah satu dari tiga niat di atas. Selain itu, maka sungguh dikhawatirkan fasilitas duniawi yang kita miliki itu justru menjadi penyebab kebinasaan kita di akhirat.
Ingat, harta di akhirat itu berdasarkan ayat Al-Qur’an dan hadis bisa menjadi seterika yang akan menyiksa pemiliknya, jika tidak becus menggunakannya. Harta berlebih di dunia bisa menjadi penyebab seseorang disiksa dulu 50.000 tahun sebelum akhirnya masuk surga!
Contoh niat-niat batil saat memiliki fasilitas mewah adalah niat pamer, menunjukkan “kesuksesan”, memburu decak kagum, mengejar pujian, berharap harum namanya, ingin namanya disebut-sebut, jor-joran harta, ingin dihormati masyarakat, ambisi dihargai orang-orang, kebanggaan, dan semua motif duniawi semisal.
***
Hanya saja patut dicatat, definisi harta berlebih dalam catatan ini adalah Allah meluaskan rezeki Anda. Artinya, Anda diberi sumber rezeki oleh Allah sehingga Anda bisa memenuhi kebutuhan Anda dengan sangat baik, bahkan memenuhi kebutuhan semua orang yang berada dalam tanggung jawab Anda dengan baik pula. Malahan, harta Anda juga bisa dipakai untuk melaksanakan seluruh kewajiban yang dibebankan Allah kepada Anda seperti zakat, haji, umrah, kafarat, birrul walidain, silaturahmi, husnul jiwar, dan lain-lain. Setelah menunaikan semua kewajiban itu, ternyata harta Anda masih ada dan banyak. Nah, itulah yang dimaksud harta berlebih.
Jika orang hartanya baru level pas-pasan untuk memenuhi kebutuhannya, apalagi masih punya utang, maka sebenarnya lebih bijaksana fokus memenuhi kewajibannya terlebih dahulu. Memaksa memiliki fasilitas mewah dalam kondisi seperti ini adalah pemilihan prioritas yang keliru, yang seringkali menambah susah dan menimbun masalah. Misalnya menyeret orang untuk melalaikan hak orang lain, tercekik utang, terjerat riba, tertipu bisnis abal-abal dan berbagai kesusahan yang lain. Seakan-akan Allah memberi kesusahan seperti itu sebagai bentuk pengingat agar sadar diri dengan level hartanya sehingga mau rendah hati untuk mengubah gaya hidupnya.
8 Syawwāl 1444 H/ 29 April 2023 pukul 19.53