Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Dalam mazhab al-Syāfi‘ī, telunjuk yang diangkat ketika tasyahud itu hanya diangkat saja sebagai simbol keikhlasan dan ketauhidan. Tidak perlu digerak-gerakkan. Kalau digerak-gerakkan hukumnya malah makruh walaupun tidak sampai membatalkan salat. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Apakah menggerak-gerakkan telunjuk saat mengangkatnya, maka di sini ada sejumlah pendapat. Yang terkuat yang ditegaskan oleh jumhur adalah tidak perlu menggerak-gerakkannya. Seandainya dia menggerak-gerakkannya maka itu makruh tapi tidak batal salatnya karena itu hanya amal sedikit.” (al-Majmū’, juz 3 hlm 454)
Dalil yang menunjukkan bahwa telunjuk tidak perlu digerak-gerakkan adalah hadis ini,
Artinya,
“Dari Abdullāh bin al-Zubair bahwasanya Nabi ﷺ memberi isyarat dengan jari beliau jika berdoa dan tidak menggerak-gerakkannya.” (H.R. al-Nasā‘ī)
Adapun hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah ﷺ menggerak-gerakkan telunjuk saat tasyahud, maka itu juga hadis sahih. Oleh karena itu, di sini ada kesan kontradiksi, yakni hadis yang menegasikan (menafikan) dan mengafirmasi (mengitsbat).
Dalam kondisi ini maka yang menafikan harus didahulukan, karena ketika mendahulukan nafi maka yang meng-itsbat masih bisa diamalkan. Yakni dengan memahami bahwa maksud yuharrikuhā adalah menggerakkan telunjuk dari bawah untuk dinaikkan ke atas, bukan menggerak-gerakkan. Al-Baihaqī berkata,
Artinya,
“Masih memungkinkan untuk dimaknai bahwa yang dimaksud yuḥarrikuhā adalah mmeberi isyarat dengan telunjuk itu, bukan mengulang-ulang gerakan. Jadi makna ini akan sejalan dengan riwayat Ibnu al-Zubair.” (al-Sunan al-Kubrā, juz 3 hlm 630)
22 Zulhijah 1444 H/ 10 Juli 2023 pukul 20.04