Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Isim tafdil itu termasuk isim gairu munṣarif/mutaṣarrif. Karena itu ia tidak boleh DITANWIN dan tidak boleh DIKASRAH. Harakatnya hanya berputar antara damah atau fathah saja.
Misalnya kata afṣaḥu (أَفْصَحُ) yang bermakna: Yang paling fasih. Kata ini hanya boleh dibaca afṣaḥu atau afṣaḥa saja tergantung posisi sintaksisnya. Tidak boleh dibaca afṣahun, afṣahan, afṣaḥin, atau afṣaḥi.
Alasan mengapa isim tafḍil termasuk isim gairu munṣarif adalah karena ia termasuk sifat berwazan af’alu (أَفْعَلُ). Aturannya: Semua sifat berwazan af’alu tidak boleh ditanwin atau dikasrah. Demikian hukum asalnya. Tentu saja ada beberapa kondisi pengecualian.
***
Hanya saja, jika isim tafdil ini diberi ALIF LAM atau DIIḌAFAHKAN (tidak peduli mudaf ilaihnya ma’rifah ataupun nakirah), maka seketika itu juga dia berubah menjadi isim munsarif. Dia boleh dikasrah akhirnya. Misalnya,
أَفْصَحُ النَّاسِ
Kata al-afṣaḥu bisa dibaca al-afṣaḥu, al-afṣahā, atau al-afṣaḥi.
Frasa afṣaḥunnāṣ bisa dibaca afṣaḥunnāṣ, afṣaḥan-nāṣ, atau afṣaḥinnāṣ
***
Oleh karena itu dalam bait ke-4 nazham al-‘Imrīṭī, isim tafdil yang ada disana diharakati kasrah karena dia diidafahkan pada al-khalā’iq. Idafah ini mengubah statusnya yang semula isim gairu munsarif menjadi isim munṣarif,
Keliru jika ada pengajar yang melafalkannya afṣaḥal khalā’iqi (أَفْصَحَ الْخَلَائِقِ) karena menyangka ia masih gairu munṣarif.
Pembahasan aspek i’rab selengkapnya di sini.
https://openyoutu.be/E8zDCn_jdZs?si=-R-HY0DddMBpHmWv
6 Oktober 2023/ 21 Rabi’ul Awal 1445 H pukul 07:17