Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Mengapa ba’du pada kata ammā ba’du (أَمَّا بَعْدُ) didamah?
Kenapa tidak difathah menjadi ammā ba’da (أَمَّا بَعْدَ)
Jawabannya adalah sebagai berikut.
Aslinya memang difathah. Lengkapnya begini,
Yang boleh kita terjemahkan, “Adapun sesudah apa yang saya katakan sebelumnya” maka…
Tampak pada struktur asli tersebut, posisi ba’da adalah sebagai muḍāf. Muḍaf ilaihnya adalah mā (taqaddama).
Lalu muḍaf ilaih ini dibuang dan hanya diniatkan saja.
Setelah dibuang, maka ba’da akhirnya wajib didamah sehingga dikatakan dia mabni damah.
Jadi pendamahan kata ba’du itu konsepnya memperkirakan mudāf ilaih yang dibuang dan hanya diniatkan saja.
***
Seharusnya penjelasan ini akhirnya membuat paham mengapa dalam zikir i’tidal ada lafaz,
Tebakannya: mudaf ilaih apa yang dibuang pada kata ba’du dalam zikir di atas?
***
Penjelasan tentang ba’du dan yang lainnya lebih detail saya kupas dalam kajian shorof bait ke-6 nazham imrithi. Silakan dinikmati pada tautan di sini.
https://openyoutu.be/xQZM4NEdp7M?si=zXSsfaskGuLRTqGS
12 Oktober 2023/ 27 Rabi’ul Awal 1445 H pukul 17:08