Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Di antara persepsi keliru terkait nafkah makan istri adalah menyangka bahwa suami wajib menyediakan uang atau makanan sesuai dengan ketentuan kadar nafkah syar’i secara mutlak dalam kondisi apapun.
Misalnya, setelah dihitung kebutuhan makan istri sebulan sekitar 1,5 -2 juta, maka suami wajib menyediakan uang sebesar itu secara mutlak dalam kondisi apapun.
Ini keliru.
Kewajiban memberi nafkah dengan kadar spesifik itu hanya wajib jika istri mengurus makanannya sendiri dan tidak makan campur dengan suami. Misalnya jarang bertemu suami, hanya bertemu sebulan sekali, atau dua bulan sekali, atau kasus istrinya mujahid atau istri pelaut yang sampai ditinggal 6 bulan misalnya.
Yang seperti ini jika tidak dijamin nafkahnya dengan diberi harta atau makanan dengan kadar spesifik, maka istri bisa saja tewas.
***
Adapun jika selalu tinggal bersama dan makan pun selalu bersama-sama, maka kewajiban nafkah makanan menjadi gugur!
Sebab kebutuhan nafkah makan istri sudah terpenuhi dengan baik, sehingga tidak ada maknanya lagi mengalokasikan harta spesifik atau makanan spesifik untuk istri.
Termasuk yang membuat nafkah makanan gugur adalah jika suami mengirim sembako dari jauh yang mencukupi makanan istri dalam jangka waktu tertentu, misalnya 3 hari, 7 hari, atau sebulan. Dalam kondisi ini, nafkah makan istri juga dihukumi gugur sampai batas makanan tersebut habis.
Bahkan jika seorang suami punya murid, atau sahabat, atau muhibbin yang mengirimkan makanan untuk istrinya dalam rangka memuliakan sang guru/ulama/sahabat dan itu sudah memenuhi kebutuhan makan istri, maka yang demikian itu juga sudah cukup untuk mengugurkan nafkah makan istri.
Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Jika istri makan bersama suami sesuai kebiasaan (kadar makanan yang dibutuhkan), maka gugurlah hak nafkahnya dalam pendapat yang terkuat.” (Minhāj al-Ṭālibīn hlm 262)
***
Selain itu, nafkah makan istri juga bisa gugur jika istri memutihkannya.
Tapi ini hanya berlaku ke belakang, bukan di masa yang akan datang.
Misalnya istri tidak dinafkahi selama setahun, lalu dia memutihkan hak tersebut.
Pengguguran seperti ini sah.
Yang tidak sah adalah jika menggugurkan ke depan, misalnya mengatakan,
“Saya siap kau nikahi walaupun tidak engkau nafkahi”. Ini pengguguran hak nafkah yang tidak sah. Suami tetap wajib memberikan nafkah makanan di masa yang akan datang.
Pembahasan lebih dalam nafkah istri bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul RINCIAN HUKUM NAFKAH MAKANAN UNTUK ISTRI.
19 Februari 2024/ 9 Sya’ban 1445 H pukul 08.14