Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Umrah itu memang sebuah perjuangan.
Bukan hanya ilmu dan finansial, tapi juga benar-benar perjuangan fisik.
Bayangkan betapa capeknya Rasulullah ﷺ yang berihram mulai dari Żul Ḥulaifah (sekarang bernama Bir Ali) menuju Mekah dengan memakai unta saja!
Selama sekitar 9 hari!
Bayangkan bagaimana makan Rasulullah ﷺ dan para Sahabat? Bagaimana minumnya? bagaimana tidurnya? Bagaimana mandinya? Bagaimana buang hajatnya dan berbagai kebutuhan asasi manusia lainnya?
Bayangkan bagaimana di zaman itu belum ada alat transportasi canggih, belum ada hotel, belum ada AC, belum ada alat komunikasi semisal ponsel.
Begitu sampai Mekah mereka langsung tawaf dan sai. Tidak istirahat dahulu di hotel.
***
Zaman sekarang fasilitas sudah semakin canggih. Walaupun demikian tetap perlu perjuangan fisik juga!
Terutama bagi jemaah umrah yang berasal dari Indonesia.
Perjalanan menuju bandara itu sudah perjuangan tersendiri, apalagi bagi orang yang punya kelemahan mudah mabuk kendaraan.
Sebelumnya harus berjuang memperoleh paspor, visa, tiket pesawat, booking hotel dan lain-lain.
Harus melewati keimigrasian, ke sana-kemari membawa barang bawaan, terkadang harus transit beberapa kali jika mengejar tiket murah pesawat.
Lalu jika sudah sampai Mekah, walaupun dapat hotel, perjuangannya adalah berjalan kaki, berdesakan dan antri entah berapa puluh ribu langkah setiap hari demi mencapai spot-spot ibadah yang ditarget!
Terkadang masih ditambah masalah mobilitas dan makanan.
Mencari kendaraan X, keliru menunggu di tempat Y sehingga harus pindah spot. Mencari makanan Indonesia susah ketemu sehingga harus berpindah-pindah tempat sampai ketemu makanan yang kompatibel dengan lidah.
Wajar jika sejumlah orang yang menjalankan ibadah umrah itu di tengah jalan atau di akhir ibadah biasanya jatuh sakit.
Sebab memang tenaganya sangat terforsir.
***
Tapi kabar gembiranya, semua keletihan itu diperhatikan dan dihargai Allah.
Keletihan kita dalam melaksanakan ibadah umrah ternyata sejalan dengan besarnya pahala yang didapat.
Artinya, semakin letih kita, semakin capek kita, semakin terkuras tenaga kita maka semakin besar pula pahala yang didapat.
Rasulullah ﷺ mengajari istri beliau: Aisyah prinsip yang agung ini. beliau bersabda,
Artinya,
“…tetapi umrahmu itu (pahalanya) sesuai dengan kadar keletihanmu.” (H.R. Muslim)
Konteks hadis di atas begini.
Aisyah bersedih karena beliau hanya bisa berhaji saja tidak bisa berumrah, padahal kaum muslimin yang lain bisa berhaji dan berumrah. Artinya, Aisyah hanya bisa melakukan SATU IBADAH (nusukin wāḥid) sementara kaum muslimin yang lainnya bisa melakukan DUA ibadah/nusukain. Penyebab Aisyah hanya bisa berhaji saja adalah karena beliau mengalami haid setelah berihram, sehingga beliau tidak bisa bertawaf. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ memerintahkan melakukan semua amalan haji kecuali bertawaf, setelah suci baru kemudian bertawaf untuk menyempurnakan hajinya. Lalu Rasulullah ﷺ mengajarkan bagaimana cara berumrah jika sudah telanjur masuk Mekah dan melewati miqat, yakni pergi ke tanah halal terdekat yang dalam hal ini yang ditunjuk Rasulullah ﷺ adalah al-Tan‘īm. Setelah itu Rasulullah ﷺ mengajari bahwa kadar pahala umrah itu sesuai dengan kadar keletihannya.
Al-Nawawī menegaskan kebenaran prinsip ini. Beliau berkata,
Artinya,
“Hadis ini jelas menunjukkan bahwa pahala dan keutamaan dalam ibadah itu akan semakin banyak mengikuti intensitas keletihan dan pembelanjaannya.” (Syarḥ al-Nawawī ‘Alā Muslim, juz 8 hlm 152-153)
Hanya saja, rasa capek dan letih yang dimaksud di sini adalah yang dibenarkan syariat. Bukan capek yang dibuat-buat dan dicela oleh syariat. Oleh karena itu, keliru orang yang bertumpu pada hadis ini lalu memutuskan lari-lari tidak jelas di tanah suci demi mengejar capek misalnya.
Yang benar: Manfaatkan semua nikmat Allah yang dimiliki, lalu yang tidak dimiliki tabahlah dan berharaplah pahala dari Allah jika mengalami keletihan karenanya.
Oleh karena itu, selama orang mampu membeli tiket pesawat, maka datanglah dengan naik pesawat. Jika mampu beli tiket kereta api cepat dari Madinah ke Mekah, maka tidak masalah naik kereta api cepat. Jika mampu menyewa hotel semisal Dārut Tauhid di dekat pelataran Masjidilharam, maka tidak masalah menyewanya. Jika mampu menyewa kendaraan untuk tawaf bagi orang lemah, maka tidak masalah menyewanya.
Tetapi jika Allah tidak memberi kemampuan itu semua, sehingga harus lebih capek dan lebih letih maka bergembiralah, karena capek dan letih tersebut tidak sia-sia. Karena semakin capek maka semakin besar pahala umrah yang didapatkan.
“Ya Allah, berilah kami kemampuan untuk mengunjungi Rumah Suci-Mu untuk haji dan umrah.”
Jumat, 26 April 2024 / 17 Syawal 1445 H Pukul 18.28