Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Berangkat umrah sudah jelas akan banyak pengeluaran untuk pembiayaannya.
Terutama bagi jemaah umrah dari Indonesia seperti kita.
Mengurus paspor sudah keluar biaya.
Apalagi jika jenisnya elektronik.
Apalagi jika percepatan.
Mengurus visa juga masih harus bayar.
Mengurus Siskopatuh juga harus bayar.
Membeli perlengkapan umrah seperti baju ihram, ransel, koper, dan lain-lain juga lumayan.
Lalu biaya terbesar adalah biaya transportasi dengan membeli tiket pesawat pulang pergi.
Perlu diagendakan juga biaya untuk booking hotel yang biayanya bisa semakin besar tergantung seberapa lama kita merencanakan tinggal dan kualitas hotel apa yang kita pilih.
Belum transportasi selama di tanah suci. Pilihan apakah naik bus, kereta api, atau taksi akan menentukan seberapa banyak biaya yang kita keluarkan.
Biaya wajib yang lain tentu saja adalah biaya makan. Walaupun menu yang kita pilih adalah ala Indonesia, tapi di tanah suci harganya bisa berlipat-lipat dibandingkan harga di tanah air.
Jika ikut travel, maka tentu kita harus menambah biaya lagi dengan memberi keuntungan kepada travel yang menguruskan segala hal teknis untuk kita, sehingga di tanah suci sudah bisa fokus tenang melaksanakan ibadah.
***
Tapi berita gembiranya adalah, semua nafkah yang kita belanjakan untuk umrah itu, maka semakin banyak justru semakin besar juga pahala yang kita dapatkan. Jadi, walaupun harus habis belasan atau bahkan puluhan juta, ingatlah bahwa semua itu tidak sia-sia. Semuanya tercatat sebagai infak di jalan Allah selama kita melakukannya ikhlas karena Allah.
Saat Rasulullah ﷺ menasihati Aisyah yang hendak berumrah dari Tan’īm, beliau bersabda,
Artinya,
“…Tetapi umrahmu itu (pahalanya) sesuai dengan kadar keletihanmu atau kadar pembelanjaanmu.” (H.R. Muslim)
al-Nawawī menegaskan bahwa kadar nafkah itu memang menentukan seberapa banyak pahala yang didapatkan. Semakin banyak harta yang dikeluarkan, maka semakin banyak pahala yang didapatkan. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Hadis ini jelas menunjukkan bahwa pahala dan keutamaan dalam ibadah itu akan semakin banyak mengikuti intensitas keletihan dan pembelanjaannya.” (Syarḥ al-Nawawī ‘Alā Muslim, juz 8 hlm 152-153)
***
Hanya saja yang mendapatkan pahala tentu saja hanya pembelanjaan yang diperlukan untuk umrah. Adapun pembelanjaan yang sifatnya untuk bersenang-senang seperti kulineran (bukan sekedar menguatkan tubuh), rekreasi, shopping barang-barang yang tak terkait umrah, maka tidak masuk jenis pembelanjaan yang dipuji di sini.
“Ya Allah, berilah kami kemampuan untuk mengunjungi Rumah Suci-Mu untuk haji dan umrah.”
Sabtu, 27 April 2024 / 18 Syawal 1445 H Pukul 08.02