Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Seorang muslim itu baru wajib berumrah dan berhaji jika mampu. Dengan kata lain, kewajiban hanya berlaku padanya jika terwujud istiṭā’ah (الاسْتطَاعَةُ)/qudrah (القُدْرَةُ). Jika tidak mampu, maka gugur kewajiban berumrah dan berhaji.
Adapun orang yang menabung, maka jelas belum terwujud kemampuan padanya. Sebab, andai dia mampu dan hartanya berlebih maka tidak perlu dia menabung. Dia bisa berangkat umrah atau haji kapan saja karena kelebihan harta yang diberikan Allah kepadanya.
Jadi menabung itu justru tanda seseorang memang belum mampu. Menabung bukan istiṭā’ah, tetapi upaya untuk mewujudkan istiṭā‘ah.
***
Kalau begitu hukum mewujudkan istiṭā‘ah ini apa?
Apakah wajib?
Apakah bisa diberlakukan kaidah mā lā yatimmul wājibu illā bihī fahuwa wājib?
Jawabannya adalah tidak wajib!
Sebab kaidah yang tepat dalam hal ini adalah,
Artinya,
“Sesuatu yang sebuah kewajiban tidak sempurna kecuali dengannya maka tidak wajib berdasarkan ijmak.” (al-Mukhtaṣar fī Uṣūl al-Fiqh hlm 62)
Menabung itu bukan menyempurnakan perbuatan wajib (الواجب) tetapi menyempurnakan hukum wajib (الوجوب). Memang betul menyempurnakan perbuatan wajib itu hukumnya wajib, tapi menyempurnakan hukum wajib sudah disepakati para ulama hukumnya tidak wajib.
Hal yang sama pada kasus zakat misalnya. Jika orang hartanya belum mencapai nisab, maka belum wajib membayar zakat. Tidak usah dituntut bekerja atau menabung untuk menggenapi nisab supaya hukum membayar zakat menjadi wajib baginya. Sebab menyempurnakan hukum wajib itu hukumnya tidak wajib.
Atas dasar ini menabung agar bisa berhaji atau berumrah hukumnya tidak wajib dan tidak boleh diwajibkan. Apalagi lebih konyol dari itu misalnya mewajibkan muslim agar berusaha menjadi kaya supaya bisa haji dan umrah! Saya belum pernah mendengar kebodohan seperti ini selain di zaman sekarang di sepanjang sejarah umat Islam.
Al-Ru’ainī berkata,
Artinya,
“Yang tidak wajib adalah menabung dan berusaha mencari cara untuk mewujudkan sesuatu yang wajib dengannya.” (Mawāhib al-Jalīl, juz 2 hlm 507)
Ibnu Taimiyyah berkata,
Artinya,
“Oleh karena itu, ulama yang berpendapat sesungguhnya kemampuan dalam haji adalah memiliki harta sebegaimana mazhab Abū Hanīfah, al-Syāfi‘ī dan Ahmad mereka tidak mewajibkan bekerja untuk memperoleh harta agar bisa haji.” (Dar’u Ta’āruḍ al-‘Aql wa al-Naql)
***
Jika menabung hukumnya tidak wajib apakah bermakna menabung untuk haji atau umrah itu haram?
Jawabannya adalah tidak.
Maksud tidak wajib adalah dia tidak berdosa jika tidak menabung agar bisa haji dan umrah. Jika dia punya kelebihan harta maka dia boleh menggunakannya untuk sedekah, silaturahmi atau hal mubah apapun dan dia sama sekali tidak berdosa dengan amalnya itu.
Adapun jika dia memutuskan untuk menabung agar mencapai status mampu, maka itu perbuatan ma’ruf, sebab semua upaya hamba untuk menaati Allah adalah hal baik. Hanya saja yang harus ditekankan adalah bahwa itu tidak wajib sehingga tidak boleh dicela orang yang menolak menabung untuk mewujudkan isti’ṭā’ah.
“Ya Allah, berilah kami kemampuan untuk mengunjungi Rumah Suci-Mu untuk haji dan umrah.”
01 Mei 2024 / 22 Syawal 1445 pada 08.38