Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Belajar fikih haji dan umrah bagi orang yang sudah Islam sejak lahir itu seperti mualaf belajar salat.
Karena haji dan umrah bukan ibadah yang tidak dilakukan setiap hari, maka tidak mungkin sekali belajar langsung mengusai dan langsung bisa praktek.
Kita seperti belajar dari awal.
Jadi harus pelan-pelan dan sabar.
Dipahami sedikit demi sedikit, dihafalkan sedikit demi sedikit.
Pelan-pelan mulai mempelajari dari syarat-rukunnya, hal-hal yang wajib, sunah-sunahnya, makruh-makruhnya, haram-haramnya, sampai mengerti dalilnya, lalu mempraktekkannya dalam simulasi, dan menghayatinya, sehingga saat ke tanah suci sudah benar-benar merasakan betul tiap senti ibadahnya.
***
Tapi memang ada ada sejumlah hamba Allah yang sebenarnya belum matang fikihnya, hanya saja sudah dikehendaki Allah berangkat dulu. Adapula yang sudah matang fikihnya dulu, baru diberi rezeki ke tanah suci. Malahan ada pula yang hanya diberi rezeki ilmu, tapi seumur hidup tidak pernah berangkat ke tanah suci, seperti ulama besar mazhab al-Syāfi‘ī yang bernama al-Syīrāzī.
Bahkan ada orang fasik, politisi oportunis, ahli zina yang diizinkan Allah ke tanah suci dan dia terus melanjutkan maksiatnya setelah haji atau umrah.
Semua keputusan Allah adalah rahasia mutlak dari-Nya.
Hanya Dia yang mengerti hikmah pasti dari semua itu.
Tentu saja semua perbuatan Allah baik untuk hikmah indah yang dikehendaki-Nya.
“Ya Allah, berilah kami kemampuan untuk mengunjungi Rumah Suci-Mu untuk haji dan umrah.”
16 Mei 2024 / 8 Dzulqa’dah 1445 pada 13.22