Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Mengapa banyak bisnis properti berlabel “syariah” atau “tanpa riba” tapi malah tidak amanah?
***
Slogannya,
Tanpa riba
tanpa denda
tanpa biaya akad
tanpa ditarik bunga
akhirnya, tanpa rumah…
Yang jadi korban seringkali yang semangat dengan segala berbau islami. Sedihnya, mereka kebanyakan kalangan menengah ke bawah yang terkadang menabung 10 tahun untuk mencapai uang ratusan juta yang diharapkan bisa dipakai untuk membeli rumah, lalu kenyataannya dimakan secara zalim oleh oknum pengusaha berlabel “syariah” itu.
Jika para korban ini menuntut ke pengadilan, maka mereka pasti kalah karena lemah di uang.
Kalaupun penipu itu sempat ditangkap, maka biasanya mudah lepas dengan sejumlah uang suap.
Pakai jargon din bukan mengajak kesalihan, tapi untuk keuntungan bisnis pribadi.
***
Tentu masih ada yang amanah.
Hanya saja fakta di lapangan banyak yang menyedihkan.
Seorang sahabat bercerita bahwa beliau pernah ketemu seorang penyidik di kalangan polisi yang biasa menangani kasus sengketa properti. Pak Polisi ini malah menyarankan yang maknanya kira-kira seperti ini,
“Mas, kalau beli rumah, jangan yang pakai embel-embel syariah atau tanpa riba. Biasanya malah tidak beres itu persuratan/dokumen kepemilikannya. Mending yang KPR. Itu lebih jelas kepastian surat-suratnya.”
***
Dari sejumlah kasus properti “syar’i” bermasalah (dianggap menipu) yang saya ketahui, pelakunya rata-rata adalah aktivis dakwah. Ini menjadi problem tersendiri. Karena terkesan dasar-dasar din seperti belum matang, lalu “dipompa” semangatnya oleh motivator yang juga kurang bagus pemahaman din-nya. Lalu munculah petualang-petualang properti yang begitu terjun ke lapangan banyak yang tabrak sana-tabrak sini tanpa peduli lagi syariah, dosa, dan halal-haram.
Sungguh menjadi fitnah besar bagi orang awam.
14 Mei 2024 / 6 Dzulqa’dah 1445 pada 16.48