Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Rasulullah ﷺ itu sangat mampu untuk membangun rumah megah, lantai marmer, air mancur, kolam renang, taman indah, perabot emas-perak dan segala jenis kemewahan hidup.
Tapi faktanya rumah beliau sangat sederhana, tempat tidur beliau tikar biasa yang membekas pada lambung beliau, dan tidak ada warisan berarti saat beliau wafat.
Rasulullah ﷺ juga sangat menekankan hidup zuhud.
Malahan ada juga hadis yang menegaskan bahwa bażāżah (البَذَاذَةُ) adalah bagian dari iman.
Makna bahasa bażāżah adalah lusuhnya penampilan dan susahnya hidup.
Ada riwayat juga bahwa Umar saat menjadi khalifah berpidato sementara pada jubahnya terdapat 12 tambalan!
Dalil-dalil ini jika dipraktikkan secara keliru, bisa menimbulkan kesan bahwa umat Islam itu lemah, miskin, dan kumuh. Di antara fitnahnya adalah membuat para pecinta dunia akan merendahkan mereka.
***
Tapi di sisi lain ada hadis yang menyebut bahwa Allah suka melihat jejak nikmat-Nya pada seorang hamba.
Ada hadis juga yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ tidak suka dengan orang yang punya harta tapi penampilannya lusuh.
Masyhur juga bahwa Imam Malik adalah contoh ulama yang penampilannya sangat mewah, makanannya mewah, dan rumahnya mewah.
Dalil-dalil ini jika dipraktikkan tidak benar, juga bisa menimbulkan kesan bahwa umat Islam itu “kedonyan”, bergaya hidup mewah, bahkan tidak sadar bisa terjatuh pada ujub, riya’, sum’ah, fakhr, dan pamer sementara hatinya merasa sedang tahadduts bin ni’mah atau sedang ingin menunjukkan jejak nikmat Allah pada dirinya!
***
Faktanya nabi-nabi pun ada yang hidupnya sangat sederhana dan hidup susah seperti Nabi Muhammad dan Nabi Isa. Ada juga yang hidupnya bergelimang kemewahan seperti Nabi Sulaiman.
Para Sahabat juga bermacam-macam. Ada yang seperti Abu Żarr, Ali, dan Umar. Ada juga yang seperti Abdurrahman bin Auf dan Usman yang bahkan punya vila khusus yang dikunjungi di musim-musim tertentu.
***
Kalau begitu bagaimana mengompromikan dua hal yang seperti bertentangan ini?
Jawaban ringkasnya adalah sebagai berikut.
Lihat kondisi harta Anda.
Jika Anda termasuk yang disempitkan rezekinya oleh Allah padahal sudah maksimal ikhtiar, maka saatnya mengamalkan perintah qanā’ah (nerimo) dan rida dengan ketentuan Allah. Jangan suka melihat kemewahan orang yang rezekinya lebih banyak dari Anda, lalu timbul iri dengki dan mengeluhkan pemberian Allah. Kondisi sempit harta adalah momen yang paling tepat melaksanakan ajaran bażāżah. Yakni rida dengan kondisi berat dalam hidup, karena itu adalah bagian dari iman.
Jika kondisi harta Anda termasuk yang diluaskan oleh Allah, maka perbanyaklah bersyukur.
Di antara ekspresi syukur yang paling utama adalah memaksimalkan harta untuk amal, sementara untuk fasilitas hidup sederhana saja. Inilah yang paling ringan pertanggungjawabannya di hari penghisaban dan ini pulalah yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Harta beliau sangat banyak, tetapi begitu dapat maka beliau gunakan untuk amal. Langsung dibagi-bagi sementara untuk kebutuhan maka diambil secukupnya saja.
Bisa juga diwujudkan dalam bentuk memakai pakaian bagus dan fasilitas rumah yang bagus untuk dinikmati sendiri tanpa ditunjukkan kepada orang, supaya selalu ingat nikmat Allah sehingga terdorong lebih kuat untuk beribadah dan menaati Allah.
Bisa juga pakaian yang bagus, kendaraan bagus dan berbagai fasilitas hidup itu ditampakkan kepada orang dengan niat supaya diketahui kaum muslimin yang membutuhkan. Dengan demikian kerabat yang butuh atau kawan yang butuh atau tetangga yang butuh semuanya tidak sungkan jika ingin berutang, atau berharap sedekah atau meminta hak zakat.
Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī berkata,
Artinya,
“Jika Allah memberimu harta maka hendaknya Allah melihat jejaknya pada dirimu. Maknanya, pakailah pakaian yang layak dengan kondisimu dari sisi harga dan kebersihan agar orang-orang yang membutuhkan mengenalnya, supaya bisa meminta (harta) darinya dengan tetap memperhatikan kesederhanaan dan tidak melampaui batas. Ini adalah bentuk kompromi berbagai dalil-yang seperti bertentangan.” (Fatḥu al-Bārī, juz 10 hlm 260)
***
Adapun orang yang suka menampakkan kemewahan fasilitas hidup, tapi tidak suka jika ada orang yang datang karena membutuhkan hartanya, maka yang seperti ini adalah jenis pamer, riya, fakhr dan berbangga-bangga dengan dunia yang dibenci Allah.
Apalagi orang yang keuangannya sebenarnya pas-pasan lalu sengaja menampakkan kemewahan, lalu jika ada yang datang minta bantuan, baru kelihatan aslinya. Yakni langsung keluar semua keluhan dan cerita beban hidupnya. Menampakkan fasilitas mewah seperti ini jelas takalluf, dekat dengan fakhr/riya/pamer dan bukan jalan hidup orang-orang saleh.
***
Adapun jika nikmat yang diberikan Allah adalah semisal ilmu, maka menampakkan jejak nikmat Allah adalah dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Agar umat menjadi tahu dirinya berilmu sehingga mereka tahu kepada siapa harus merujuk dan belajar ilmu din.
06 Agustus 2024 / 1 Safar 1446 pada 10.35