Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Ayat wa iyyāka nasta’īn (dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan) menunjukkan bahwa manusia secara pasti akan diberi MASALAH.
Sebab, tidak ada orang yang sampai meminta pertolongan jika tidak punya masalah.
Orang meminta pertolongan jika dia merasa lemah untuk menyelesaikan sendiri masalahnya.
Seandainya dia merasa kuat dan bisa mandiri menyelesaikan problemnya, maka tidak perlu dia meminta pertolongan.
***
Ayat ini sekaligus mengajarkan kepada kita bahwa masing-masing kita pasti akan diuji dengan MASALAH YANG SANGAT BERAT.
Berat secara subyektif.
Yakni, sangat berat sesuai dengan kondisi masing-masing.
Sebab, pengkhususan meminta pertolongan hanya kepada Allah menunjukkan masalah yang kita hadapi bukan masalah ringan.
Allah tidak pernah melarang kita tolong menolong dalam kehidupan pergaulan yang wajar, bahkan memerintahkannya dalam ayat “wa ta’āwanū ‘alal birri wattaqwā”. Kita tidak diharamkan meminta tolong dokter mengobati saat kita sakit, meminta tolong teman meminjami uang saat kita butuh, atau berkonsultasi kepada orang berilmu saat kita bingung pemecahan masalah tertentu.
Tetapi ketika dalam ayat ini kita mengkhususkan permintaan tolong HANYA kepada Allah saja, maka ini menunjukkan bahwa masalah yang kita hadapi adalah masalah berat, masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh kemampuan manusia, dan di luar kadar kuasa makhluk untuk menyelesaikannya.
Ibnu ‘Āsyūr berkata,
Artinya,
“Adapun meminta pertolongan kepada Allah (dalam surah Fatihah ini), maka maknanya adalah meminta pertolongan untuk masalah yang tidak ada kemampuan bagi manusia untuk menolongnya dan tidak ada kemampuan bagi orang yang meminta tolong untuk menyelesaikannya sendirian.” (al-Taḥrīr wa al-Tanwīr, juz 1 hlm 184)
Saat seorang istri kecewa dengan suaminya yang dianggapnya jauh dari tuntunan Allah, berbuat maksiat dan zalim kepada keluarga, sementara istri merasa tak sanggup keluar dari rumah tangga itu, lalu sang istri juga merasa semua nasehat dari kerabat, ustaz, kyai, ulama tidak ada satupun yang mempan dan masuk ke hati suami, bukankah harapan terakhir sang istri haya Allah saja untuk menolongnya dan mengubah hati suaminya?
Saat seseorang menjalankan bisnis properti, lalu ditipu, lalu punya tanggungan sampai puluhan miliar rupiah, sementara asetnya tidak setara dengan tanggungannya, di saat yang sama dia dikejar-kejar pelanggan dan banyak yang ingin memenjarakannya, lalu dia pun tahu tidak ada kerabat, teman, organisasi dan komunitas yang bisa menolongnya, bukankah harapan terakhir dia hanyalah Allah saja untuk menolongnya dan menyelesaikan semua tanggungannya?
Begitulah, wa iyyāka nasta’īn adalah isyarat bahwa semua orang pasti akan diuji masalah berat yang luar biasa berat.
Sesuai versi masing-masing.
Di zaman Nabi ﷺ ada orang yang mendapatkan masalah berat berupa utang menumpuk. Ada yang mendapatkan masalah berat cinta yang tak berbalas hingga menangis sampai air mata membasahi jenggotnya. Ada yang mendapatkan masalah istri “gampangan” yang mudah berzina dan tidak menolak diajak lelaki mana pun.
Ada orang yang merasa ujian dunianya sangat berat hingga berpikir mati saja lebih baik daripada hidup.
Ada orang yang merasa ujian dinnya sangat berat, sehingga pipinya sering basah oleh air mata karena ketakutan tidak sanggup melewati ujian din itu.
***
Beruntunglah mereka yang sanggup melewati segala masalahnya dan kembali pada ayat ini.
Mereka yang berhasil akan kembali ke ayat ini, menghayatinya dengan sepenuh hati setiap salat, membacanya dengan mata berkaca-kaca bahkan berlinang air mata, lalu hidupnya makin tertata sesuai petunjuk Allah dan ilmunya bertambah dalam kebijaksanaan hidup.
Tapi mereka yang gagal menghadapi ujian masalah, maka dia akan lari ke dukun, kuburan, akik, jimat, bergabung dengan pecinta dunia, atau bahkan ada yang bunuh diri.
25 Oktober 2024 / 21 Rabiul Akhir 1446 pada 09.08