Oleh Ust. Muafa
Jumlah rakaat salat malam/qiyamul lail/tahajjud termasuk salat tarawih (karena tarawih adalah salat malam dibulan Ramadhan) bersifat mutlak tanpa batasan angka tertentu. Jadi, boleh salat tarawih sebayak 8 rakaat, 20 rakaat, 36 rakaat atau angka-angka yang lainnya tanpa dibatasi jumlah rakaat minimal atau maksimal. Semuanya boleh karena dalil-dalil menunjukkan Rasulullah ﷺ memerintahkan salat malam di bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan dengan perintah yang bersifat muthlaq tanpa disertai batasan rakaat baik minimal maupun maksimalnya.
Dalil yang menunjukkan bahwa salat tarawih tidak dibatasi rakaatnya adalah hadis berikut ini;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”
Dalam hadis di atas, Rasulullah ﷺ memerintahkan qiyam (yakni salat malam) di bulan Ramadhan atas dasar motivasi iman dan ihtisab (mengharap pahala). Rasulullah ﷺ memberitahu janji Allah bahwa mukmin manapun yang melakukan qiyam Ramadhan dengan motivasi itu, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. Perintah Rasulullah ﷺini diungkapkan dengan lafaz yng muthlaq tanpa qoid (pembatas) dan keterangan tambahan apapun yang menerangkan jumlah rakaat. Oleh karena itu, hadis ini menunjukkan salat malam Ramadhan, yakni salat tarawih, boleh dilakukan dengan jumlah rakaat berapapun tanpa batasan.
Dalil yang menguatkan adalah hadis berikut ini;
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ عَلَيْهِ السَّلَام صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang salat malam. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika salah seorang dari kalian khawatir akan masuk waktu subuh, hendaklah ia salat satu rakaat sebagai witir (penutup) bagi salat yang telah dilaksanakan sebelumnya.”
Dalam riwayat di atas, diceritakan seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang tatacara melaksanakan salat malam. Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa salat malam itu yang terbaik adalah dilakukan dua rakaat-dua rakaat. Artinya setiap selesai dua rakaat ditutup dulu dengan salam kemudian salat lagi dua rakaat berikutnya. Salat malam ini bisa dikerjakan sebanyak-banyaknya tanpa batasan sampai menjelang subuh sekalipun. Jika sudah salat sepanjang malam, lalu menduga waktu subuh sudah dekat, kemudian ingin menutup salat malam tersebut dengan salat witir, maka berwitirlah satu rakaat saja agar tidak sampai melewati waktu subuh. Jadi, penjelasan Rasulullah ﷺ tentang salat malam dalam riwayat ini menunjukkan jumlah rakaat salat malam itu tidak dibatasi, dengan bukti Rasulullah ﷺ hanya menjelaskan kaifiyyahnya (tatacaranya), yakni dilakukan dua rakaat-dua rakaat, tanpa menjelaskan berapa jumlah rakaatnya.
Rasulullah ﷺ mempersilakan salat malam dilakukan sampai menjelang waktu subuh selama dilakukan dua rakaat-dua rakaat. Oleh karena itu, dengan menggabung dua informasi ini, yakni bahwa Rasulullah ﷺ tidak menerangkan jumlah rakaat salat malam dan bahwa seorang mukmin bisa melakukan salat malam sampai menjelang waktu subuh (mulai dari 1/3 malam , 2/3 malam, ½ malam, bahkan semenjak ba’da isya sekalipun), semuanya menunjukkan bahwa salat malam itu tidak dibatasi rakaatnya. Dengan demikian, salat tarawih jika diingat bahwa hakikatnya adalah salat malam dibulan Ramadhan, maka salat tarawih juga tidak dibatasi rakaatnya.
Orang yang bertanya pada Nabi ﷺ tentang salat malam dalam riwayat tersebut adalah bertanya tentang kaifiyyahnya. Jika kaifiyyah saja tidak tahu, tentu kammiyyah (jumlah rakaatnya) lebih tidak tahu lagi. Jadi, lelaki penanya tersebut tentu juga tidak tahu berapa jumlah rakaat untuk salat malam itu. Penanya juga bukan pembantu Nabi ﷺ yang tahu kehidupan malam Nabi ﷺ . Jika Nabi ﷺ hanya menjelaskan kaifiyyah tanpa menjelaskan kammiyah (jumlah rakaat), hal ini bermakna jumlah rakaat itu bersifat longgar, tidak perlu dibatasi. Boleh saja salat malam 1000 rokaat lalu berwitir 1 kali.
Dalil lain yang menguatkan adalah riwayat berikut ini;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَنْصَرِفَ فَارْكَعْ رَكْعَةً تُوتِرُ لَكَ مَا صَلَّيْتَ
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi ﷺ bersabda: “Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat, jika kamu hendak mengakhirinya, maka salatlah satu rakaat sebagai penutup dari salatmu sebelumnya.”
Dalam riwayat di atas, sabda Nabi ﷺ yang berbunyi;
“…jika kamu hendak mengakhirinya…”
Sabda ini menunjukkan beliau tidak membatasi jumlah rakaat salat malam. Sebanyak apapun rakaat dilakukan, maka dipersilakan sampai timbul keinginanmu untuk menghentikannya. Jika telah muncul keinginan menyudahi, maka tutuplah salat malam itu dengan salat witir sebanyak satu rakaat.
Dalil lain yang menguatkan adalah riwayat berikut ini;
عَنْ عَمْرِو بْنِ عَبَسَةَ السُّلَمِىِّ أَنَّهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ اللَّيْلِ أَسْمَعُ قَالَ « جَوْفُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَصَلِّ مَا شِئْتَ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُودَةٌ مَكْتُوبَةٌ حَتَّى تُصَلِّىَ الصُّبْحَ
“Dari ‘Amr bin ‘Abasah As Sulami bahwasanya dia berkata, aku bertanya; “Wahai Rasulullah, pada malam hari yang manakah yang paling di dengar (mustajab)?” Beliau bersabda: “Di tengah malam yang terakhir, maka salatlah kamu (sebanyak/selama apapun) yang kamu kehendaki, karena sesungguhnya salat (pada waktu itu) disaksikan (oleh para malaikat) dan di catat (pahalanya) sampai kamu salat subuh…”
Dalam riwayat di atas, ketika Rasulullah ﷺ ditanya ‘Amr bin Abasah As-Sulami terkait waktu salat malam terbaik, maka beliau menjawab, ‘ditengah malam’. Kemudian beliau bersabda;
“…maka salatlah kamu (sebanyak/selama apapun) yang kamu kehendaki…”
Lafaz ini sangat lugas menunjukkan Rasulullah ﷺ tidak pernah membatasi jumlah rakaat salat malam. Karena perintah Rasulullah ﷺ untuk salat malam sebanyak yang dikehendaki ‘Amr bin ‘Abasah menunjukkan jumlah rakaat salat itu diserahkan kepadanya, tidak ditentukan Nabi ﷺ.
Atas dasar hadis-hadis ini, bisa disimpulkan bahwa salat malam, termasuk di antaranya salat tarawih, jumlah rakaatnya tidak dibatasi. Seorang mukmin boleh melakukannya dengan jumlah rakaat sedikit dan juga boleh dengan rakaat yang banyak. Semuanya diserahkan pada kemampuan masing-masing. Sebagian ulama menyarankan jumlah rakaat disesuaian dengan durasi berdiri. Jika saat berdiri diputuskan lama karena membaca surat yang panjang-panjang, maka sebaiknya jumlah rakaat sedikit. Jika durasi berdirinya sebentar, maka disarankan jumlah rakaatnya diperbanyak.