Oleh Ust. Muafa
Kita sudah sering dan terbiasa mendengar sebutan IDUL ADHA. Setiap tahun, tepatnya pada tanggal 10 Dzulhijjah kita selalu bertemu dengan sebutan ini. Salat hari raya pada tanggal tersebut juga disebut SALAT IDUL ADHA. Pertanyaanya, “Sebenarnya apa makna idul adha? Mengapa dinamakan idul adha?”
Lafaz idul adha (عِيْدُ الأَضْحَى) terdiri dari dua kata yaitu ied (العِيْد) dan adha (الأَضْحَى). Lafaz ied sudah umum diketahui bermakna HARI RAYA. Makna yang sama dipakai pada istilah idul fitri (عِيْدُ الْفِطْرِ), yakni hari raya tanggal 1 Syawwal setelah berpuasa bulan Ramadan.
Adapun lafaz adha (الأَضْحَى), lafaz ini berwazan af’alu (أَفْعَل) dan ia adalah bentuk jamak dari kata adhat (الأَضْحَاة) yang bermakna “kambing/hewan yang dijadikan kurban”. Lafaz adha bisa dijamakkan lagi menjadi adhohi (الأَضَاحِيُّ) dan yang seperti ini dalam istilah nahwu disebut dengan nama jam’ul jam’i (جَمْعُ الْجَمْعِ)/menjamakkan lagi bentuk jamak, sebagaimana lafaz bait (البيت)/rumah dijamakkan menjadi buyut (البيوت), kemudian dijamakkan lagi menjadi buyutat (البيوتات). Jadi idul adha secara harfiah bermakna HARI RAYA (hewan) KURBAN, maksudnya hari raya yang mana kaum muslimin di hari tersebut menyembelih hewan kurban dalam rangka bersyukur kepada Allah dan realisasi penyembahan semata-mata hanya kepada-Nya. Al-Azhari berkata,
Artinya : “…Idul adha diidhofahkan (disandangkan) pada الاضاحي (yang merupakan jamak dari udhiyyah). Hal itu dikarenakan lafaz udhiyah bisa disebut juga adhat (الأَضْحَاة) yang dijamakkan menjadi اضحى (Az-Zahir Fi Ghoribi Alfadhi Asy-Syafi’i, hlm 83)
Hewan kurban itu sendiri dalam bahasa arab bisa disebut dengan empat cara (membaca) yaitu adhat (الأَضْحَاة), udhhiyyah (الأُضْحِيَّة), idhhiyyah (الإِضْحِيَّة), dan dhohiyyah (الضَّحِيَّة). Adhat dijamakkan menjadi adha (الأَضْحَى) dan masih bisa dijamakkan lagi menjadi adhohiyy (الأَضَاحِيّ). Udhiyyah dijamakkan menjadi adhohiyy. Idhhiyyah juga dijamakkan menjadi adhohiyy. Dhohiyyah dijamakkan menjadi dhohaya (الضَّحَايَا). Dengan demikian adhohiyy bisa merupakan bentuk jamak dari adha, udhhiyyah dan idhhiyyah. Al-Ba’li berkata,
Artinya : “…Adhohi dengan mentasydidkan huruf ya’ adalah bentuk jamak. Bentuk tunggalnya bisa dibaca dengan empat cara yaitu udh-hiyyah (الأُضْحِيَّة), idh-hiyyah (الإِضْحِيَّة), yakni dengan mendhommahkan hamzah dan mengkasrohkan hamzah serta mentasydidkan huruf ya’ pada kedua cara baca tersebut, lalu dhohiyyah (الضَّحِيَّة) sebagaimana wazan sariyyah (السَّرِيَّة) yang dijamakkan menjadi dhohaya (الضَّحَايَا), kemudian adhat (الأَضْحَاة) yang dijamakkan menjadi adha sebagaimana lafaz arthot dijamakkan menjadi artho. Al-Jauhari menukilnya dari Al-Azhari (Al-Muttholi’ ‘Ala Afadhi Al-Muqni’, hlm 204-205)
Sebagai pengayaan, untuk apa kita berkurban bisa dibaca dalam artikel Berkurban Untuk Apa