Oleh : Ust. Muafa
Ini contoh distorsi istilah “fitnah” yang sudah kadung menyebar di mana-mana.
Barangkali yang pertama kali membuat perumpamaan itu mendasarkan pada ayat dalam Al-Qur’an:
Artinya : “Al-Fitnah itu lebih dahsyat/berat daripada pembunuhan (Al-Baqoroh: 191)
Ini tidak benar.
Memang kebetulan bahasa indonesia memiki kosakata “fitnah” sebagaimana bahasa Arab juga memiliki kosakata tersebut (الفِتْنَة). Namun pengertian fitnah dalam bahasa Indonesa benar-benar berbeda dengan pengertian fitnah dalam bahasa Arab dan istilah Syara’.
Fitnah dalam bahasa Indonesia bermakna kata-kata dusta yang disebarkan untuk menjelekkan orang. Dalam bahasa Arab, istilah yang mendekati makna ini adalah “buhtan” (البُهْتَان). Buhtan adalah dosa besar, lebih besar dosanya daripada menggunjing (ghibah). Namun tidak benar jika dikatakan buhtan lebih berat dosanya atau lebih kejam daripada pembunuhan karena tidak ada dasarnya.
Fitnah dalam bahasa Arab makna asalnya adalah “ujian/cobaan”. Harta menjadi fitnah bermakna harta menjadi ujian, apakah harta menggiringnya menjadi orang salih ataukah ahli maksiat. Wanita menjadi fitnah maknanya wanita menjadi ujian, apakah membuat seseorang tegar di jalan Allah atau malah menyimpang, dan seterusnya.
Lalu secara syar’i makna ini mengembang menjadi “hasil” dari ujian itu yang umumnya tidak disukai. Dari sini maka fitnah akhirnya bisa bermakna maksiat, syubhat, kekufuran, kesyirikan, penyesatan, kegilaan, pembunuhan, penawanan, pembongkaran skandal/aib dan lain lain.
Dalam ayat di atas, yang dimaksud fitnah adalah kekufuran/kesyirikan. Jadi terjemahan yang lebih tepat seharusnya:
Artinya: “kekufuran/kesyirikan itu lebih dahsyat/berat daripada pembunuhan (Al-Baqoroh: 191)
Terjemahan ini sesuai dengan asbabun nuzul ayat yang mengecam orang-orang musyrik yang berusaha memurtadkan kaum muslimin sambil mencela pembunuhan yang dilakukan kaum muslimin di bulan suci.
Mari belajar bahasa Arab.
[]