Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Puasa Ramadan, hukumnya fardhu ain, bahkan ia adalah salah satu rukun/sendi Islam. Siapapun yang mengingkari kewajiban puasa Ramadan maka ia dihukumi murtad dan keluar dari Islam.
Wanita haid dan nifas tidak boleh puasa Ramadan, karena puasa tidak sah dalam keadaan haid dan nifas, tapi setelah selesai mereka wajib mengqodho’/mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan.
Orang sakit, musafir, hamil dan menyusui boleh tidak puasa Ramadan sebagai rukhshoh, akan tetapi mereka wajib mengqodho’ (mengganti) jika sudah kuat berpuasa.
Orang yang sudah tidak kuat berpuasa (seperti orang-orang tua renta atau sakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya, atau koma bertahun-tahun yang tidak bisa diharapkan sadarnya) maka cukup membayar fidyah, dan tidak perlu mengqodho’. Besaran fidyah adalah untuk satu hari puasa diganti dengan 1 mudd makanan yang mengenyangkan. Konversi satu mudd adalah 0,687 liter atau 543 gram.
Anak-anak tidak wajib puasa Ramadan karena mereka belum masuk usia taklif. Tetapi jika mereka berusia 7 tahun dan sudah kuat, maka dianjurkan untuk dilatih sebagaimana para Shahabat melatih anak-anak mereka untuk berpuasa.
Penetapan awal Ramadan dilakukan dengan cara istikmal bulan sya’ban 30 hari atau ru’yatul hilal atau hisab.
Rukun puasa ada dua,
Pertama, niat.
Kedua, imsak, yakni menahan diri dari segala yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai tenggelam matahari.
Niat puasa Ramadan harus dilakukan di malam hari. Boleh dilakukan pada separuh malam pertama maupun separuh malam kedua. Barangsiapa lupa niat puasa malam hari, maka puasanya tidak sah dan dia wajib imsak lihurmatil waqt (untuk menghormati waktu) sampai waktu maghrib kemudian mengqodho’.
Niat puasa Ramadan harus mengandung unsur ta’yin (men-spesifik-an). Ta’yin ini yang paling sempurna adalah mencakup spesifiknya “yaum” (shouma ghodin/puasa esok hari), ada’ (melaksanakan ibadah pada waktu yang ditentukan), “fardhiyyah” (melaksanakan kewajiban), “syahru Romadhon” (di bulan Ramadan), “sanah” (tahun dilaksanakan puasa tersebut), dan idhofah ilallah (disandarkan kepada Allah).
Niat dalam hati sudah cukup dan itu sudah sah. Jika dilafalkan, maka bisa memakai redaksi berikut misalnya,
Hal yang membatalkan puasa itu intinya hanya dua saja,
Pertama, makan minum dengan sengaja
Kedua, bersetubuh.
Semua hal yang membatalkan puasa selain dua perbuatan di atas sejatinya adalah perkara-perkara yang semakna dengan dua hal di atas.
Orang yang batal puasanya karena makan dan minum maka dia wajib mengqodho. Adapun orang yang batal puasanya karena bersetubuh, maka dia wajib melakukan dua hal yaitu mengqodho’ dan membayar kaffaroh. Kaffarohnya adalah membebaskan budak mukmin, jika tidak mendapati puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mendapati maka memberi makan 60 orang miskin. Jika tidak mampu tiga hal ini maka tetap jadi tanggungan sehingga sewaktu-waktu mampu, harus ditunaikan.
Hal-hal lain yang membatalkan puasa adalah,
- Muntah dengan sengaja
- Mubalaghoh dalam berkumur-kumur dan istinsyaq saat berwudhu
- Suntik
- Transfusi darah
- Merokok
- Isti’ath (menghirup obat hidung)
- Memakai obat tetes telinga
- Onani
- Keluar mani karena sentuhan, ciuman, cumbuan
- Salah sangka waktu berbuka
- Berniat membatalkan puasa
- Haid/nifas
- Murtad
- Gila
- Pingsan seharian
Tertelan lalat, nyamuk, debu jalan, debu tepung, sisa-sisa makanan di sela-sela gigi, air kumur-kumur wudhu, air istinsyaq, dan ludah tidak membatalkan puasa. Bahkan menampung ludah dalam mulut lalu diminum maka itu tidak membatalkan puasa. Tapi jika ludah itu dikeluarkan, lalu dihisap kembali, maka puasanya batal.
Makan minum karena lupa, jimak karena lupa, keluar mani karena fantasi (termasuk karena memandang dengan syahwat), mencium, bercelak, memakai obat tetes mata, mandi, menyelam, berbekam, fashd (bloodletting), tidur sehari penuh, pingsan seharian (asal sempat siuman sesaat) juga tidak membatalkan puasa.
Kondisi junub tidak membatalkan puasa jika penyebab junub terjadi sebelum terbit fajar.
Hal-hal yang disunahkan adalah menyegerakan berbuka, berbuka dengan kurma atau air, bersahur dan mengakhirkannya, menjaga lisan dari dusta dan ghibah, menjaga diri dari syahwat, menyegerakan mandi besar sebelum fajar jika junub, tidak berbekam, tidak mencium, tidak mencicipi makanan, tidak mengunyah makanan, berdoa saat berbuka, memperbanyak sedekah, memperbanyak tilawah Al-Qur’an, dan beri’tikaf.
Orang yang punya utang puasa, lalu melalaikan qodho sampai datang Ramadan lagi, maka dia harus membayar fidyah satu mudd untuk setiap hari yang ditinggalkan dan dia tetap harus mengqodho puasanya. Jika ini berulang tiap tahun, maka membayar fidyah itu juga berulang.
Fidyah dibayarkan kepada fakir dan miskin. Boleh diberikan kepada satu orang atau banyak orang.
Orang yang punya utang puasa dan punya kemampuan mengqodho’ lalu tidak mengqodho sampai mati, maka walinya tidak perlu berpuasa untuknya, tetapi cukup dibayarkan fidyah sebanyak hari yang dirtinggalkan yang diambil dari harta tinggalannya. Hukum ini juga berlaku untuk puasa nadzar dan kaffaroh.