Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Apa sebenarnya makna ungkapan SAH dalam ibadah?
Misalnya ada orang yang mengatakan,
“Salatmu sudah sah.”
“Puasamu sudah sah.”
“Hajimu sudah sah.”
Apa sebenarnya makna dari kalimat-kalimat tersebut?
Jawabannya adalah,
“Sah itu konsepnya bermakna perbuatan Anda sudah sesuai dengan prosedur/tatacara yang ditetapkan Allah (atau minimal diduga kuat mencerminkan kehendak Allah) sehingga kita PUNYA HARAPAN amal tersebut diterima, lalu punya harapan Allah tidak marah kepada kita dan tidak menuntut kita di hari pembalasan.”
Ingat, ya! PUNYA HARAPAN, bukan PASTI harapannya.
Sebab, mengikuti prosedur dari Allah itu bukan satu-satunya syarat agar amal diterima. Ada syarat-syarat lain agar amal bisa diterima.
Meskipun salat sudah sah, tapi kalau niatnya salah misalnya dikotori riya dan tidak ikhlas, maka amal tersebut tertolak.
Meskipun salat sudah sah, tapi kalau niat ibadahnya untuk mendapatkan dunia, maka dia tidak dapat apa-apa di akhirat.
Bahkan meskipun salat sudah sah dan ikhlas saat melakukannya, tapi setelah itu dia ujub atau sum’ah maka bisa hancur juga ibadahnya!
Saat salat sudah ikhlas, sudah sah, tapi tidak khusyu’, maka yang diterima bisa jadi hanya 50%, 30%, 25%, 10% saja!
Penghancur amal itu banyak. Riya, ujub dan sum’ah adalah di antaranya. Dengki juga bisa menghancurkan amal. Mengundat-undat pemberian juga bisa menghancurkan amal. Kekufuran adalah sedahsyat-dahsyat penghancur amal. Suul khatimah juga penghancur amal yang mengerikan.
Jadi, saat kita menilai salat kita sudah sah, jangan pernah merasa sudah menyembah Allah sebaik-baiknya lalu merasa berhak masuk surga atau merasa menjadi mukmin baik. Masih banyak ujian setelah itu dan tugas kita adalah menjaga amal sampai hari bertemu dengan-Nya.
Oleh karena saat kita melakukan salat dengan sah berarti kita sudah melaksanakan perintah Allah sesuai aturan dan prosedur yang ditetapkan-Nya, maka kita sudah tidak perlu merasa punya hutang kepada Allah. Karenanya dalam kajian usul fikih, ibadah sah itu didefinisikan sebagai ibadah yang musqiṭun lil qaḍā’ (menggugurkan kewajiban meng-qaḍā’).
Ini makna sah dalam ibadah.
Adapun dalam muamalah seperti jual beli atau menikah, maka makna sah adalah BERLAKUNYA KONSEKUENSI HUKUM secara legal dan formal. Jadi jual beli sah maknanya Anda berhak memiliki uang yang diterima dan berhak memiliki barang yang dibeli. Sah akad nikah maknanya Anda halal menggauli pasangan dan terkena kewajiban-kewajiban dalam kehidupan suami istri. Dan seterusnya.
Al-Syāṭibī berkata,
Artinya,
“Lafal sah dipakai untuk dua makna. Pertama, dipakai untuk makna berlakunya konsekuensi perbuatan di dunia. Misalnya dalam ibadah kita mengatakan bahwa ibadah itu sah, maka maknanya adalah sudah mencukupi, membebaskan dari tanggungan dan menggugurkan kewajiban mengqaḍa’ pada amal yang mengharuskan qadā’ atau ungkapan lain yang semakna dengan ini. Termasuk pada saat kita mengatakan dalam urusan selain ibadah/kebiasaan (muamalah) bahwa hal tersebut sah, maka itu bermakna secara syar’i menimbulkan konsekuensi hak kepemilikan, kehalalan persetubuhan, kebolehan pemanfaatan dan makna yang dikembalikan pada hal tersebut. Kedua; lafal sah dipakai untuk berlakunya konsekuensi amal di akhirat seperti didapatkannya pahala. Jadi saat dikatakan, ‘amal ini sah’ maka maknanya amal tersebut bisa diharapkan pahalanya di akhirat.” (Al-Muwāfaqāt juz 1 hlm 451)
*
10 Rajab 1443 H/ 11 Februari 2022 jam 14.05