Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Mukmin itu tidak mencari musuh.
Tapi jika ada yang berusaha membinasakan kita, maka mau tidak mau kita harus memposisikan si jahat tersebut sebagai musuh.
Jadi, bermusuhan bukan sesuatu yang ditakuti seorang mukmin.
Bukan sesuatu yang mati-matian dihindari.
Tidak dianggap sebagai cacat hidup dan cacat bergaul.
Malahan, bermusuhan adalah bagian dari amal dan perjuangan dalam hidup.
***
Allah sendiri telah mengajarkan kepada kita bahwa setan adalah musuh penyesat yang nyata bagi kita. Jadi, wajib hukumnya memposisikan setan sebagai musuh dan siap bermusuhan dengannya. Setan itu bisa dari kalangan jin maupun manusia. Allah berfirman,
Artinya,
“Sesungguhnya setan itu musuh bagi kalian, maka perlakukanlah ia sebagai musuh!” (Fāṭir: 6)
Hamba saleh seperti Nabi Musa juga memperlakukan Fir’aun dan pengikutnya sebagai musuh. Ini menunjukkan kaum fasik, zalim, penjajah, kufur dan mereka yang menginginkan kebinasaan kita itu memang mau tidak mau harus diposisikan sebagai musuh dan kita siap bermusuhan dengannya.
Allah berfirman saat menceritakan dua lelaki berkelahi yang dilihat Nabi Musa, yang mana yang satu lelaki beriman di kalangan Bani Israel, sementara satunya lelaki kufur pengikut Fir’aun,
Artinya,
“(lelaki) ini bagian dari kelompoknya (Nabi Musa) sementara (lelaki) ini bagian dari (kelompok) musuhnya.” (Q.S. al-Qaṣaṣ: 15)
***
Oleh karena itu, gagasan toleransi mutlak dalam segala kondisi dan segala situasi adalah ide batil. Malah terkesan memuluskan penjajahan.
Sifat dasar mukmin adalah berkasih sayang dan berbuat baik kepada siapapun, baik manusia maupun hewan, seagama maupun tidak seagama. Yang tidak beriman sekalipun perlakuan pertama tetap diajak kepada Allah dengan bahasa lembut dengan semangat kasih sayang.
Akan tetapi, orang-orang yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan menjajah kaum muslimin secara zalim dan ingin membinasakan mereka, maka sikap harus tegas; bermusuhan!
***
Adapun terhadap sesama orang beriman, maka tidak ada permusuhan.
Sesama mukmin mungkin saja diuji kekecewaan, kebencian, sakit hati, sampai dendam dan syamātah. Tetapi tetap haram jika mencapai level permusuhan dan ingin membinasakan satu sama lain. Semua problem yang terjadi di antara sesama mukmin diselesaikan dengan nasihat, amar makruf nahi mungkar, tasāmuḥ, memaafkan, sampai peradilan dan sanksi.
***
Ada juga jenis musuh yang disebut musuh secara majasi. Yakni diri kita sendiri. Hawa nafsu kita sendiri adalah musuh terbesar saat ia menyeret kita kepada keharaman. Dikatakan musuh terbesar karena ia kita cintai tapi hakikatnya membinasakan. Musuh jenis ini lebih berat daripada musuh setan maupun manusia. Termasuk jenis penyebutan musuh secara majasi adalah ketika dalam Al-Qur’an diajarkan bahwa istri, suami, dan anak-anak itu juga bisa menjadi musuh.
Jadi bermusuhan dan punya musuh memang sudah bagian tak terelakkan dalam hidup kita.
Mukmin harus siap bermusuhan karena Allah.
7 Muharram 1445 H/ 25 Juli 2023 pukul 07.41