Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Terkadang mungkin kita bingung ḍamīr mustatir yang sifatnya jawāz itu kaidahnya bagaimana?
Jawaban pertanyaan ini simpel sebenarnya.
Pokoknya untuk ORANG KETIGA TUNGGAL, maka ḍamīr yang tersembunyi itu sifatnya tidak wajib. Boleh disembunyikan dan boleh dimunculkan.
Istilah arabnya ḍamīr untuk gā’ib mufrad. Tidak peduli untuk mużakkar ataupun muannas. Juga tidak peduli apakah ada di fi’il madhi ataukah mudhori’.
Jadi frasa seperti,
يَعْبُدُ
Ini kita sebut ḍamīr-nya mustatir secara jawāz. Perkiraannya huwa. Boleh kita sembunyikan dan boleh kita munculkan. Artinya bisa kita sebut ya’budu saja, boleh juga kita sebut ya’budu huwa.
Demikian pula frasa seperti,
Ini kita sebut ḍamīr-nya mustatir secara jawāz. Perkiraannya hiya. Boleh kita sembunyikan dan boleh kita munculkan. Artinya bisa kita sebut tuṭī’u saja, boleh juga kita sebut tuṭī’u hiya.
Dengan demikian bait ke-9 nazham al-‘Imrīṭī ini, frasa yu’lamā bisa kita sebut mengandung ḍamīr mustatir secara jawāẓ, bukan wujūban,
***
Pembahasan i’rāb lebih detail silakan dinikmati di KANAL MUNTAHA. Atau tautan yang kami sediakan di sini.
25 Oktober 2023/ 10 Rabi’u al-Tsānī 1445 H pukul 19.47