Oleh: Ust. Muafa
Hari ini, sains telah bercabang menjadi banyak spesialisasi. Di universitas-universitas di indonesia, sains dipelajari dalam fakultas-fakultas yang tiap fakultas terdiri dari program studi-program studi. Karena itu, membahas semua cabang sains tersebut untuk dikaitkan dengan sejarah dan warisan peradaban Islam, tentu adalah pekerjaan yang butuh waktu lama. Karena itu, dengan maksud memberikan gambaran terkait sejarah perkembangan sains di sunia Islam, hanya satu bidang ilmu yang akan dibahas untuk dijadikan contoh yaitu biologi.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, biologi didefinisikan sebagi ilmu hayat, yaitu ilmu tentang keadaan dan sifat makhluk hidup (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan) . Dengan definisi seperti ini, sejarah perkembangan biologi di dunia Islam di masa lampau dapat dikategorikan dan dikumpulkan meski pada bagian-bagian tertentu ada hal-hal yang hanya dapat dimasukkan dalam kapasitas pendekatan. Ada sejumlah ilmuwan yang bisa dikategorikan bergelut dalm bidang biologi dengan melihat karya-karya mereka. Diantaranya adalah:
Al-Ashma’i yang mengarang kitab Asy-Sya’ (kambing), Al-Khoil (kuda), dan Al-Ibil (Unta). Ada pula Al-Jahidh yang mengarang kitab Al-Hayawan (hewan) yang berbicara tingkah laku hewan, aspek biologisnya, kelahirannya, pertumbuhannya, tempat tinggalnya, pengasuhan, pemberian makanan, dll. Ia juga yang mengenalkan konsep Al-Mukafahah Al-Hayawiyyah (Biological Control), pengaruh panas-dingin-matahari-naungan terhadap hewan-hewan, dll.
Al-Mijrithi mengarang kitab At-Thobi’iyyat wa Ta’tsir An-Nasy-ah Wa Al-Bi-ah ‘Ala Al-Kainat Al-Hayyah yang membicarakan pengaruh lingkungan pada hewan-hewan, mengenalkan konsep Marotib Al-Haimanah Lada Al-Hayawanat (Domi-nance Heirarchy) yang menyimpulkan bahwa hewan juga punya pemimpin dan yang dipimpin.
Ibnu Sina dalam ensiklopedinya Asy-Syifa’ membahas hewan-hewan air dan amphibi. Beliau juga membahas apa yg dikenal di zaman sekarang dengan sebutan ‘Ilmu Bi-ah Al-Mutahajjirot (Paleoecology) yakni menggunakan Al-Ahafir Al-Bahriyyah (Fossils) secara benar sehingga bisa menunjukkan bahwa bagian-bagian bumi di masa prasejarah telah ditenggelamkan oleh laut. Beliau juga membahas tanaman-tanaman yang bisa dijadikan sebagai obat, yang dalam pembahasannya lebih dikonsentrasikan pada lahan tumbuhnya tanaman dari segi jenis tanah apakah asin ataukah manis.
Ibnu Al-Baithor dalam kitabnya Al-Jami’ Limufrodat Al-Adwiyah wa Al-Aghdziyah mencoba lebih detail meneliti berbagai tanaman dengan beragam lingkungannya. Karyanya sangat mirip dengan sistem klasifikasi ilmuwan masa sekarang terhadap tumbuh-tumbuhan.
Al-Qozwini dalam kitabnya ‘Aja-ib Al-Makhluqot Wa Ghoro-ib Al-Maujudat mencoba memberi tekanan pembahasan pada pengaruh lingkungan terhadap hewan-hewan, lalu membahas hubungan-hubungan persahabatan atau permusuhan antar hewan yang dikenal di zaman sekarang dengan istilah At-Tadakhulat Al-Hayawiyyah (Biological Intertionships. Ia juga punya karya yang berjudul Atsar Al-Bilad wa Akhbar Al-‘Ibad yang membahas lingkungan hidup hewan-hewan .
Ad-Damiri dalam Kitabnya Hayatu Al-Hayawan Al-Kubro menyebut sekitar 900 macam hewan dengan menjelaskan nama, spesies, tabiat, karakter-karekter dan riwayat-riwayat terkait dengannya. Karyanya telah diterjemahkan dalam bahasa Turki, Inggris, Prancis. Beliau juga punya karya berjudul Hawi Al-Hisan Fi Hayati Al-Hayawan .
Selanjutnya, untuk memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana ilmuwan muslim membahas topik biologi yang kental dengan nuansa dan suasana nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan peradaban Islam, berikut ini disajikan salah satu pembahasan ilmuwan biologi sekaligus ahli fikih yang bernama Kamaluddin Ad-Damiri dalam kitabnya yang berjudul Hayatu Al-Hayawan Al-Kubro. Terlepas dari kontroversi nilai kitab ini dalam pandangan biologi dari sisi keakurasian informasi-informasi ilmiahnya, namun cukup bermanfaat menampilkan isinya sebagai salah satu kekayaan peradaban Islam dalam bidang sains yang cukup kental upayanya mengaitkan dengan konsep-konsep dan sudut pandang Islam. Topik yang dibahas adalah deskripsi salah satu hewan, yaitu Khuffasy (kelelawar).
Pertama-tama Ad-Damiri membahas pengertian Khuffasy (kelelawar) disertai penjelasan cara melafalkannya menurut ilmu bahasa. Ad-Damiri menulis:
بضم الخاء وتشديد الفاء واحد الخفافيش التي تطير في الليل، وهو غريب الشكل والوصف والخفش صغر العين وضيق البصر.
الخفاش (kelelawar)-yang mana kata tersebut dibaca- dengan (cara) mendhommahkan Kho’ dan mentasydidkan Fa’, adalah bentuk tunggal dari الخفافيش , (yaitu hewan-hewan) yang terbang di malam hari. Hewan ini aneh bentuknya dan sifatnya. (kalau kata) الْخَفَشُ , (kata ini bermakna) kecilnya mata dan lemahnya pandangan.
Setelah itu, Ad-Damiri menjelaskan secara lebih mendalam asal kata Khuffasy dari sisi analisis kebahasaan, sehingga kajiannya menonjolkan aspek linguistiknya. Kajian jenis ini tidak mungkin dilakukan jika seseorang tidak punya pengetahuan bahasa Arab yang luas, dan kajian mendalam atas kamus-kamus bahasa Arab kuno termasuk tulisan-tulisan ahli bahasa tentangnya. Ad-Damiri menulis:
الأخفش صغير العين ضعيف البصر وقيل: وهو عكس الأعشى وقيل: هو من يبصر في الغيم دون الصحو. وقال الجوهري: هو نوعان والأعشى من يبصر نهارا لا ليلا والعَمَش ضعف الرؤية مع سيلان الدمع غالب الأوقات والعور معروف.
Informasi tambahan:
(kata) الأخفش (bermakna orang) yang kecil matanya dan lemah pandangannya. Pendapat lain; Kata itu adalah kebalikan dari (makna kata) الأعشى (yang rabun senja). Pendapat lain; Kata itu bermakna orang yang bisa melihat disaat mendung, bukan di saat cerah. Al-Jauhari berkata: (antara kata Akhfasy dengan A’sya adalah) dua hal (yang berbeda). A’sya bermakna orang yang bisa melihat di siang hari, tidak di malam hari. Kalau kata العَمَش bermakna lemahnya pandangan disertai mengalirnya cairan mata pada umumnya waktu. Adapun العَوَر, itu jenis cacat mata yang telah dikenal.
Dari pembahasan yang bersifat analisis lingustis, selanjutnya Ad-Damiri menyeretnya ke arah pembahasan fikih dengan bertitik tolak dari lafaz yang dibahas sebelumnya. Ad-Damiri malah bisa membahas seputar hukum fikih pembayaran diyat atas kejahatan Jinayat melalui pintu ini. Ad-Damiri menulis:
في كل عين نصف دية ولو عين أحول وأخفش وأعمش وأعور وأعشى وأجهر ونحوهم لأن المنفعة باقية في أعين هؤلاء ومقدار المنفعة لا ينظر إليه كما لا ينظر إلى قوة البطش والمشي وضعفهما. وكذا من بعينه بياض لا ينقص الضوء فإنه يكون كالثآليل في اليد سواء كان على بياض الحدقة أو سوادها وكذا لو كان على الناظر، إلا أنه رقيق لا يمنع الأبصار، ولا ينقص الضوء. هذا ما نص عليه الشافعي رضي الله تعالى عنه، وجرى عليه الأئمة ولم يفرقوا بين حصول ذلك بأفة سماوية أو جناية، فإن نقص فبقسطه، إن أمكن ضبط ذلك النقصان بالصحيحة التي لا بياض بها، وإن لم يمكن ضبط النقص الحاصل بالجناية فالواجب فيه الحكومة وفارق الأعمش ونحوه فإن البياض نقص الضوء الخلقي وعين الأعمش لا ينقص ضوؤها عما كان في الأصل. وهذا الفرق يفهمك أن العمش لو تولد من آفة أو جناية لا يجب في العين كمال الدية فإن سلم قيد به ذلك الاطلاق السابق.
فرع:
ليس في عين الأعور السليمة! إلا نصف الدية عندنا. قال ابن المنذر: وروي عن عمر وعثمان رضي الله تعالى عنهما أن فيها الدية، وبه قال عبد الملك بن مروان والزهري وقتادة ومالك والليث والإمام أحمد وإسحاق بن راهويه انتهى.
Pelengkap:
Untuk setiap (kejahatan merusak) mata (hukumannya membayar) setengah diyat, meskipun matanya juling, tidak dapat melihat di waktu siang, kabur penglihatan disertai airmata, buta sebelah, rabun senja, rabun dekat dan yang semisal dengan mereka. Hal itu dikarenakan manfaat tetap ada pada mata orang-orang ini, sementara kadar manfaat tidak dipertimbangkan sebagaimana kekuatan memukul dan kekuatan berjalan tidak dipertimbangkan (pada kasus pembayaran diyat atas penganiayaan pada tangan dan kaki). Demikian pula orang yang pada matanya terdapat warna putih (cacat) yang tidak mengurangi cahaya, maka itu dihukumi seperti kutil pada tangan. Tidak dibedakan apakah warna cacat putih itu terdapat pada bagian putih mata ataukah pada bagian hitamnya. Hukum yang sama juga berlaku jika cacat putih itu terdapat pada bagian pupil mata namun kadarnya tipis yang tidak menghalangi daya lihat dan tidak mengurangi cahaya. Inilah yang dinyatakan Asy-Syafi’I r.a. dan dipakai oleh para Imam, dan mereka tidak membedakan apakah cacat tersebut diperoleh karena bencana takdir ataukah kejahatan manusia. Jika cacat tersebut membuat berkurang (kemampuan melihat), maka diyat disesuaikan dengan level pengurangannya, jika kadar kekurangan tersebut bisa diukur/dibandingkan dengan mata yang sehat/normal yang tidak ada cacat putihnya. Jika pengurangan akibat kejahatan tersebut tidak mungkin bisa diukur, maka pemerintahlah yang menanggung dendanya. Hukum ini berbeda jika diterapkan kepada orang yang kabur penglihatannya dan sering keluar air matanya, atau yang semisal dengannya karena cacat putih akan mengurangi cahaya pembawaan, sementara mata orang yang kabur penglihatannya dan sering keluar air matanya tidak berkurang cahayanya melebihi kemampuan orsinilnya. Perbedaan ini akan membuat Anda faham bahwa cacat mata jenis ini (kabur pandangan dan sering keluar air mata) jika munculnya dari penyakit atau kejahatan, maka tidak wajib diyat sempurna pada mata. Jika normal, maka penjelasan mutlak sebelumnya diikat dengannya.
Sub;
Untuk mata yang sehat tapi buta sebelah tidak ada hak kecuali separuh diyat, menurut kami. Ibnu Al-Mundzir berkata: Diriwayatkan dari Umar dan Utsman r.a bahwa haknya adalah diyat sempurna dan ini adalah pendapat Abdul Malik bin Marwan, Az-Zuhri, Qotadah, Malik, Al-Laits, Imam Ahmad, dan Ishaq bin Rohawaih. Sekian .
Setelah itu Ad-Damiri kembali membahas kelelawar dari sisi macam-macam maknanya, memperdalam pengertiannya dan menjelaskan sebagian karakteristik/sifat-sifatnya. Ad-Damiri menulis:
الخفاش له أربعة أسماء: خفاش وخُشَّاف وخُطَّاف ووطواط، وتسميته خفاشا يحتمل أن تكون مأخوذة من الخفش والأخفش في اللغة نوعان: ضعيف البصر خلقه، والثاني لعلة حدثت وهو الذي يبصر بالليل دون النهار وفي يوم الغيم دون يوم الصحو انتهى. وذكر الجاحظ أن إسم الخفاش يقع على سائر طير الليل، فكأنه راعي العموم، وكون الوطواط هو الخفاش هو الذي ذكره ابن قتيبة وأبو حاتم في كتاب الطير الكبير. وما ذكره البطليوسي من أن الخفاش هو الخطاف فيه نظر، والحق أنهما صنفان وهو الوطواط. وقال قوم:الخفاش الصغير والوطواط الكبير وهو لا يبصر في ضوء القمر ولا في ضوء النهار غير قوي البصر قليل شعاع العين كما قال الشاعر:
مثل النهار يزيد أبصار الورى … نورا ويعمي أعين الخفاش
ولما كان لا يبصر نهارا التمس الوقت الذي لا يكون فيه ظلمة ولا ضوء وهو قريب غروب الشمس لأنه وقت هيجان البعوض، فإن البعوض يخرج ذلك الوقت يطلب قوته، وهو دماء الحيوان، والخفاش يخرج طالبا للطعم فيقع طالب رزق على طالب رزق فسبحان الحكيم
Batholyusi berkata: kelelawar punya empat nama: Khuffasy, Khussyaf, Khutthof dan Wathwath. Penamaan Khuffasy dimungkinkan diambil dari kata Khofasy. Secara bahasa Akhfasy bisa bermakna dua: lemah pandangan karena pembawaan, dan lemah pandangan karena penyakit. Maknanya adalah yang bisa melihat di malam hari, tapi tidak bisa di siang hari. Bisa melihat di waktu mendung, tapi tidak bisa diwaktu cerah. Al-Jahidh menyebut bahwa istilah Khuffasy mencakup semua burung-burung malam selain kelelawar. Nampaknya Jahidh mempertimbangkan makna umumnya. Wathwath yang dimaknai sama dengan Khuffasy adalah berdasarkan apa yang diucapakan Ibnu Qutaibah dan Abu Hatim dalam kitab Ath-Thoir Al-Kabir. Apa yang disebutkan Batholyusi bahwasanya Khuffasy sama dengan Khutthof perlu diteliti ulang. Yang benar keduanya adalah jenis yang berbeda, jadi lebih tepat menyebut Khuffasy sama dengan Wathwath. Ada yang berpendapat; Khuffasy itu kecil sementara kalau Wathwath itu besar dan dia tidak bisa melihat di bawah cahaya bulan, tidak bisa pula melihat di siang hari. Ia tidak kuat pandangannya, sedikit punya cahaya mata sebagaimana yang diungkapkan penyair:
Seperti siang hari yang menambah tajam pandangan makhluk
Menambah cahaya dan membutakan mata kelelawar
Karena ia tidak bisa melihat di siang hari, maka dia mencari waktu yang tidak ada kegelapan dan tidak ada cahaya. Waktu tersebut adalah dekat dengan terbenamnya matahari, karena di waktu tersebutlah nyamuk-nyamuk bergerak. Di waktu tersebut, nyamuk-nyamuk keluar mencari makanannya yakni darah hewan-hewan, sementara kelelawar keluar untuk mencari mangsa. Jadi pencari rezeki terjatuh pada pencari rezeki. Subhanallah Al-Hakim.
Masih berlanjut menjelaskan seputar karakteristiknya, Ad-Damiri mengaitkan dengan pengetahuan tafsir yang menyinggung seputar kelelawar. Ad-Damiri menulis:
Kelelawar sama sekali bukan burung, karena dia punya dua telinga, gigi, dua pelir, dan paruh. Dia mengalami haid dan masa suci, tertawa seperti tertawanya manusia, kencing seperti hewan berkaki empat, menyusui anaknya, dan tidak berbulu. Sebagian Mufassir berkata: karena kelelawar adalah yang diciptakan Isa bin Maryam dengan izin Allah, maka ia berbeda dengan buatan pencipta. Karena itu seluruh burung menindasnya dan membencinya. Burung-burung pemakan daging akan memakannya, dan yang bukan pemakan daging akan membunuhnya. Karena itu ia tidak terbang kecuali di malam hari. Konon, Isa tidak menciptakan selainnya karena ia adalah burung yang paling sempurna bentuk penciptaannya. Dan ia lebih kuat pengaruhnya dalam hal contoh, karena ia punya payudara, telinga, gigi dan berhaid sebagaimana wanita.
Setelah itu Ad-Damiri lebih memperdalam lagi penjelasan seputar karekteristik dan sifat-sifat kelelawar. Terutama hal-hal unik yang membedakannya dengan hewan lain. Ad-Damiri menulis:
Wahb bin Munabbih: dia terbang selama orang-orang melihatnya. Jika sudah tidak terlihat oleh mereka, maka dia akan jatuh mati, agar terbedakan antara perbuatan makhluk dengan perbuatan Kholiq, dan agar diketahui bahwa kesempurnaan itu milik Allah. Konon, orang-orang meminta diciptakan kelelawar karena ia adalah burung yang paling menakjubkan bentuk penciptaan tubuhnya. Karena kelelawar terdiri dari daging dan darah yang terbang tanpa bulu dan dia cepat terbangnya lagi cepat membolak-balik. Dia makan nyamuk, lalat, dan bebarapa buah-buahan. Namun demikian dia disifati sebagai hewan berumur panjang, sampai dikatakan: kelelawar itu lebih panjang umurnya dibandingkan burung Nasar dan Zebra. Betina kelelawar melahirkan antara tiga sampai tujuh anak. Seringkali kawin sambil terbang di udara. Tidak ada hewan yang menggendong anaknya selain dia, monyet dan manusia. Dia membawa anaknya di bawah sayapnya, dan kadang-kadang menggenggamnya dengan mulutnya. Itu dilakukan karena kasih sayangnya kepadanya. Kadang-kadang sang betina menyusui anaknya sambil terbang. Diantara pembawaannya: Jika dia terkena daun Dalb maka dia akan melorot jatuh dan tidak terbang. Dia juga disifati dengan kebodohan. Diantara yang menunjukkan; Jika dia diteriaki: Athriq Karo! Maka dia akan menempelkan tubuhnya pada bumi.
Setelah itu Ad-Damiri menulis hukum syara memakan kelelawar. Jenis pembahasan ini tidak mungkin dilakukan jika seseorang tidak punya pengetahuan fikih, dalil-dalil yang berpautan dengannya, dan pendapat berbagai macam ulama’ tentangnya. Ad-Damiri menulis:
يحرم أكله لما رواه أبو الحويرث مرسلا أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن قتله، وقيل: إنه لما خرب بيت المقدس، قال: رب سلطني على البحر حتى أغرقهم، وسئل عنه الإمام أحمد فقال: ومن يأكله؟ قال النخعي: كل الطير حلال إلا الخفاش. قال الروياني: وقد حكينا في الحج خلاف هذا فيحتمل قولين، وعبارة الشرح والروضة يحرم الخفاش قطعا. وقد يجري فيه الخلاف مع أنهما قد جزما في كتاب الحج بوجوب الجزاء فيه، إذا قتله المحرم، وإن الواجب فيه القيمة مع تصريحهما بأن ما لا يؤكل لا يفدى على أن الرافعي مسبوق بذلك، فأول من ذكره صاحب التقريب وأشعر كلامه بأن الشافعي رضي الله تعالى عنه ذكره. وذكر المحاملي أن اليربوع لا يحل أكله، ويجب فيه الجزاء في أصح القولين وهو غريب، ولم يزل الناس يستشكلون ما وقع في الرافعي من ذلك. وليس بمشكل فهو يتبين بمراجعة كلام الروياني فإنه قال:
فرع:
قال في الأم: الوطواط فوق العصفور ودون الهدهد، وفيه إن كان مأكولا قيمته.
وذكر عن عطاء أنه قال: فيه ثلاثة دراهم انتهى. فاتضح إن المسألة منصوصة للشافعي رضي الله تعالى عنه، وأنه علق وجوب الجزاء على القول بحل أكله، تم تتبعت كلام عطاء المذكور فوجدت الأزهري قد نقل عنه أنه يجب فيه إذا قتله المحرم ثلثا درهم. قال أبو عبيد قال الأصمعي:الوطواط هو الخفاش. وقال أبو عبيدة: الأشبه عندي أنه الخطاف. قلت: وأيا كان فهو غير مأكول.
Hukum memakannya;
Haram memakannya. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan secara Mursal oleh Abu Al-Huwairits bahwasanya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang membunuhnya. Konon, tatkala Baitul Maqdis dirobohkan kelelawar berdoa: ya Allah, buatlah aku menguasai lautan agar aku bisa menenggelamkan mereka. Imam Ahmad ditanya tentang hukum memakannya, maka beliau menjawab: Siapa yang memakannya? An-Nakho’i berkata: Setiap burung adalah halal kecuali kelelawar. Ar-Ruyani berkata; Kami telah meriwayatkan dalam pembahasan Haji hal yang berbeda dengan ini. Jadi dimungkinkan memang mengandung dua pendapat. Redaksi yang terdapat dalam kitab Asy-Syarh dan Ar-Roudhoh mengharamkan kelelawar secara tegas. Telah terjadi perbedaan pendapat padahal kedua kitab tersebut telah menegaskan dalam bab haji kewajiban membayar denda jika membunuhnya di tanah suci. Yang wajib adalah membayar nilainya, padahal keduanya telah berkata dengan lugas bahwa hewan yang tidak boleh dimakan tidak perlu dibayar tebusannya. Namun Ar-Rofi’I telah didahului dalam hal tersebut. Orang yang pertama kali membahasnya adalah pengarang At-Taqrib, dan ucapannya mengesankan bahwa Asy-Syafi’I membahasnya. Al-Mahamili menyebutkan bahwa Yarbu’ (sejenis tikus) tidak halal dimakan, dan wajib membayar denda menurut pendapat yang paling shahih, dan ini adalah pendapat yang aneh. Orang-orang masih merasa bingung terhadap apa yang terdapat dalam karangan Ar-Rofi’I tersebut. Padahal tidak membingungkan, karena masalahnya jelas dengan memeriksa kembali statemen Ar-Ruyani yang mengatakan; Asy-Syafi’i berkata dalm Al-Umm: Kelelawar jenis Wathwath lebih besar dari ushfur (burung pipit) dan lebih kecil dari burung Hudhud. Jika kelelawar bisa dimakan, maka membunuhnya harus membayar nilainya. Diriwayatkan dari ‘Atho’ bahwasanya beliau berkata: Harganya tiga dirham. Selesai.
Jadi jelaslah bahwa masalah ini telah dinyatakan oleh Asy-Syafi’I, yakni bahwasanya beliau menggantungkan kewajiban membayar denda berdasarkan pendapat kehalalan memakannya. Kemudian aku meneliti statemen ‘Atho yang disebutkan sebelumnya, maka aku menemukan Al-Azhari telah mengutip darinya, bahwasanya wajib bagi orang yang berihram jika membunuhnya untuk membayar duapertiga dirham. Abu ‘Ubaid berkata; Al-Ashma’I berkata; Wathwath semakna dengan Khuffasy. Abu ‘Ubaidah berkata: yang lebih dekat menurutku ia adalah Khutthof. Aku berkata; Apapun yang dimaksud, yang jelas ia tidak boleh dimakan.
Setelah itu Ad-Damiri berbicara tentang keistimewaan-keistimewaan kelelawar. Pada poin ini, beberapa informasi mungkin ada beberapa yang harus diverifikasi. Namun yang jelas semua informasi yang ditampilkan merefleksikan pengetahuan yang didapatkan melalui eksperimen berulang-ulang, yang entah dilakukan sendiri ataukah dilakukan orang lain dan didapatkan Ad-damiri dalam bentuk riwayat/informasi pengutipan. Ad-Damiri menulis:
إذا وضع رأسه في حشو مِخدّة، فمن وضع رأسه عليها لم ينم، وإن طبخ رأسه في إناء نحاس أو حديد بدهن زنبق، ويغمز فيه مرارا حتى يتهرى ويصفى ذلك الدهن عنه، ويدهن به صاحب النقرس، والفالج القديم والارتعاش، والتورم في الجسد والربو، فإنه ينفعه ذلك ويبرئه وهو عجيب مجرب. وإن ذبح الخفاش في بيت وأخذ قلبه، وأحرق فيه لم يدخله حيات ولا عقارب، وإن علق قلبه وقت هيجانه على إنسان هيج الباه. وعنقه إذا علق على إنسان أمن من العقارب، ومن مسح بمرارته فرج امرأة قد عسرت ولادتها، ولدت لوقتها، ومن أخذت من النساء من شحمه لرفع الدم ارتفع عنها. وإن طبخ الخفاش ناعما حتى يتهرى، ومسح به الإحليل أمن من تقطير البول، وإن صب من مرق الخفاش وقعد فيه صاحب الفالج انحل ما به. وزبله إذا طلي به على القوابي قلعها، ومن نتف ابطه وطلاه بدمه مع لبن أجزاء متساوية لم ينبت فيه شعر وإذا طلي به عانات الصبيان قبل البلوغ منع من نبات الشعر فيها.
Keistimewaan-keistimewaannya;
Jika kepala kelelawar diletakkan di dalam isi bantal, maka orang yang meletakkan kepalanya pada bantal tersebut tidak akan bisa tidur. Jika kepalanya dimasak di dalam sebuah bejana tembaga atau besi yang dicampur dengan minyak bunga yasmin, lalu digenangi beberapa kali di dalamnya hingga minyak tersebut menjadi menguning dan menjadi bersih, kemudian dibuat berminyak oleh orang berpenyakit tulang, lumpuh menahun, gemetar, bengkak pada tubuh, dan asma maka hal tersebut akan berguna baginya dan akan menyembuhkannya. Ini memang ajaib dan terbukti. Jika seekor kelelawar disembelih dalam sebuah rumah, kemudian jantungnya diambil kemudian jantung tersebut dibakar dalam rumah itu, maka ular-ular dan kalajengking-kalajengking tidak akan memasuki rumah itu. Jika jantungnya disaat bergerak digantungkan pada orang maka syahwatnya akan bangkit. Jika lehernya digantungkan pada orang, maka dia aman dari kalajengking. Jika empedunya digunakan untuk mengusap kemaluan wanita pada saat sulit melahirkan, maka seketika itu juga akan melahirkan. Wanita yang mengkonsumsi lemaknya untuk menaikkan tekanan darahnya, maka tekanan darahnya akan naik. Jika kelelawar dimasak lunak-lunak hingga menguning dan digunakan untuk mengusap saluran kencing, maka ia akan bebas dari kencing bocor. Jika kuah kelelawar dituangkan kemudian diduduki orang berpenyakit lumpuh, maka ia akan sembuh. Kotorannya dibuat melumuri qowabi, maka hal itu akan mencabutnya/mengangkatnya. Barangsiapa mencabut bulu ketiaknya kemudian melumurinya dengan darah kelelawar yang dicampur dengan susu pada semua bagian secara merata maka tidak akan ada rambut yang tumbuh. Jika ada anak yang pubisnya dilumuri dengan darah tersebut sebelum baligh, maka hal tersebut akan menghalangi tumbuhnya rambut pada pubis tersebut.
Setelah itu Ad-Damiri menutup pembahasannya terkait dengan takwil mimpi jika orang melihat kelelawar dalm mimpinya. Takwil mimpi adalah aktivitas yang sudah biasa dilakukan para Nabi. Nabi Yusuf adalah pakar takwil mimpi, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ juga diajari Allah takwil mimpi. Abubakar juga pandai menakwilkan. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sendiri dalam sebuah hadis menyatakan bahwa mimpi orang mukmin adalah 1/46 bagian kenabian. Ulama’ yang terkenal pandai takwil mimpi adalh Ibnu Sirin. Karena itu wajar jika pengetahuan jenis ini mempengaruhi Ad-Damiri ketika menulis karya biologinya ini. Ad-Damiri menulis:
الخفاش في المنام رجل ناسك، وقال ارطيا ميدروس: إن رؤيته تدل على البطالة وذهاب الخوف لأنه من طيور الليل ولا يؤكل لحمه وهو دليل خير للحبلى بأنها تلد ولادة سهلة ولا تحمد رؤيته للمسافر برا وبحرا، وتدل رؤيته على خراب منزل من يدخل إليه وقيل: الخفاشة في المنام امرأة ساحرة والخفاش تدل رؤيته على رجل حيران ذي حرمان والله أعلم.
Tafsir mimpi;
Kelelawar dalam mimpi bermakna lelaki ahli ibadah. Arthomidros berkata: Sesungguhnya melihatnya menunjukkan (makna) keberanian dan hilangnya rasa takut, karena ia termasuk burung-burung malam dan tidak dimakan dagingnya. Kelelawar juga menjadi tanda baik bagi para wanita baik, yakni dia akan melahirkan dengan mudah. Namun jika dilihat musafir, baik yang lewat jalur darat maupun laut, maka itu tanda tidak baik. Melihat kelelawar juga menunjukkan robohnya rumah yang dimasukinya. Ada yang berkata: Kelelawar betina dalam mimpi bermakna wanita sihir, dan melihat kelelawar jantan bermakna lelaki bingung yang tak punya.
Wallahua’lam.