oleh: Ust. Muafa
Pengantar
Seorang wanita Muslimah, terlepas pendapat fikih manapun yang dipilih terkait hukum bercadar ketika keluar rumah, kadang-kadang mengalami masalah ketika harus memutuskan apakah bercadar ataukah tidak saat shalat. Umumnya masalah tersebut terjadi ketika dia malakukan shalat di tempat umum yang bisa dilihat lelaki asing sementara dia berpendapat menutup wajah adalah wajib. Bisa juga masalah itu muncul meski di dalam rumah ketika dia menutup wajah untuk alasan-alasan non aurot. Bagaimanakah penjelasan hukum Syara terkait hal ini? Tulisan ini berusaha membahasnya.
Pembahasan
Talattsum/ التَّلَثُّمُ (memakai cadar) dalam shalat, yang mencakup aktivitas Tanaqqub/ التَّنَقُّبُ (menutupi wajah sekaligus mata) dan atau Tabarqu’/ التَّبَرْقُعُ (menutupi wajah saja tanpa mata) dilarang syariat dan hukumnya makruh tetapi tidak membatalkan shalat. Larangan ini berlaku bukan hanya bagi wanita tetapi juga bagi lelaki.
Dalil yang menunjukkan larangan memakai cadar saat shalat adalah hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُغَطِّيَ الرَّجُلُ فَاهُ فِي الصَّلَاةِ
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah ﷺ melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat. (H.R.Ibnu Majah) “
Dalam hadis di atas Rasulullah ﷺ melarang seseorang menutup mulutnya pada saat shalat (dengan kain atau yang semakna dengannya). Mamakai cadar secara otomatis akan menutup mulut. Oleh karena itu, larangan menutup mulut saat shalat mencakup larangan bercadar saat shalat, karena memakai cadar pasti menutup mulut.
Lagipula, Rasulullah ﷺ memerintahkan agar sujud dengan tujuh anggota badan yaitu dahi (termasuk hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kaki tanpa penghalang. Bukhari meriwayatkan;
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ وَلَا نَكْفِتَ الثِّيَابَ وَالشَّعَرَ
Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi ﷺ bersabda: “Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud); kening -beliau lantas memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian (sehingga menghalangi anggota sujud).” (H.R.Bukhari)
Memakai cadar akan menghalangi pelaksanaan perintah sujud dengan menempelkan dahi dan hidung pada tempat sujud. Hal ini bermakna tidak melaksanakan perintah Rasulullah ﷺ tentang tatacara sujud.
Khabbab bin Al-Aratt mengisahkan bahwa beliau dan sejumlah shahabat mengeluhkan panasnya tempat sujud saat shalat dhuhur yang mengenai dahi dan telapak tangan mereka. Namun Rasulullah ﷺ tidak menerima keluhan mereka sehingga mereka tetap bersujud di atas dahi dan telapak tangan dalam keadaaan polos tanpa penutup kain. Hal ini menunjukkan, dahi dan telapak tangan tidak boleh ditutupi kain yang menempel pada badan saat shalat. Imam Muslim meriwayatkan;
عَنْ خَبَّابٍ قَالَ
شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ فِي الرَّمْضَاءِ فَلَمْ يُشْكِنَا
Dari Khabbab dia berkata; “Kami berkeluh kepada Rasulullah ﷺ perihal shalat diatas kerikil yang sangat panas, namun beliau tidak menggubris keluh kesah kami.”(H.R. Muslim)
Menurut ibnu Abdil Barr, kewajiban membuka wajah tanpa cadar bagi wanita saat shalat sudah menjadi Ijma (konsensus).
قَالَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ : أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ عَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تَكْشِفَ وَجْهَهَا فِي الصَّلَاةِ وَالْإِحْرَامِ
“Ibnu Abdil Barr berkata; Mereka telah bersepakat bahwa wanita wajib membuka wajahnya pada saat Shalat dan Ihram” (Kassyafu Al-Qina’ ‘An Matni Al-Iqna’, vol.2 hlm 256)
Larangan memakai cadar bagi wanita bukan hanya pada saat shalat, tetapi juga pada saat mengerjakan haji. Bukhari meriwayatkan;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَاذَا تَأْمُرُنَا أَنْ نَلْبَسَ مِنْ الثِّيَابِ فِي الْإِحْرَامِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَلْبَسُوا الْقَمِيصَ وَلَا السَّرَاوِيلَاتِ وَلَا الْعَمَائِمَ وَلَا الْبَرَانِسَ إِلَّا أَنْ يَكُونَ أَحَدٌ لَيْسَتْ لَهُ نَعْلَانِ فَلْيَلْبَسْ الْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْ أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ وَلَا تَلْبَسُوا شَيْئًا مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ وَلَا الْوَرْسُ وَلَا تَنْتَقِبْ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلَا تَلْبَسْ الْقُفَّازَيْنِ
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhu berkata: Seorang laki-laki datang lalu berkata: “Wahai Rasulullah, pakaian apa yang baginda perintahkan untuk kami ketika ihram?. Nabi ﷺ menjawab: “Janganlah kalian mengenakan baju, celana, sorban, mantel (pakaian yang menutupi kepala) kecuali seseorang yang tidak memiliki sandal, hendaklah dia mengenakan sapatu tapi dipotongnya hingga berada di bawah mata kaki dan jangan pula kalian memakai pakaian yang diberi minyak wangi atau wewangian dari daun tumbuhan. Dan wanita yang sedang ihram tidak boleh memakai cadar (penutup wajah) dan sarung tangan“(H.R. Bukhari)
Larangan memakai cadar difahami makruh, bukan haram yang membatalkan shalat karena untuk menyimpulkan sebuah larangan dalam shalat bermakna haram yang membatalkan shalat, harus bisa dibuktikan berdasarkan Nash bahwa larangan tersebut membuat shalat dianggap tidak ada atau ada perintah lugas untuk mengulangi shalat.
Para ulama yang mengambil pendapat bahwa wanita wajib memakai cadar, maka ketentuan memakai cadar dalam shalat ini diperinci. Jika shalatnya ditempat tertutup tanpa ada lelaki asing, maka hukum memakai cadar tetap makruh, sementara jika ditempat umum yang dilihat lelaki asing maka memakai cadar menjadi mubah karena dianggap pelaksanaan kewajiban menggugurkan hal yang makruh. Wallahua’lam.
Disalin dari tulisan kami di sini
One Comment
Ibn Jakartawi
Mohon ta‘bir dan rujukan kitab untuk keterangan berikut: “jika ditempat umum yang dilihat lelaki asing maka memakai cadar menjadi mubah”, sebab yang saya tahu dalam Kifayatul-Akhyar bukan menjadi mubah, melainkan menjadi wajib🙏🏻