Oleh: Ust. Muafa
Nama lengkap kitab ini adalah Qurrotu Al-‘Ain Bimuhimmati Ad-Din (قرة العين بمهمات الدين). Nama singkatnya Qurrotu Al-‘Ain.
Kitab ini adalah kitab fikih bermadzhab syafi’i. Jangan sampai dikelirukan dan disalah-identifikasikan dengan kitab Qurrotu Al-‘Uyun (قرة العيون), karena Qorrotu Al-‘Uyun adalah kitab tentang adab jimak/berhubungan suami istri. Meskipun dua kitab ini cukup dikenal di sejumlah pondok pesantren-pondok pesantren di Indonesia, hanya saja kitab Qurrou Al’Ain yang lebih terkenal, terutama kitab turunannya yang bernama Fathu Al-Mu’in (فتح المعين).
Kitab Qurrotu Al-‘Ain ini dikarang oleh ulama India yang bernama Al-Malibari (versi lain menyebut Al-Mallibari, Al-Mulaibari, Al-Malabari, dan Al-Milyabari). Nama lengkapnya Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Ma’bari Al-Malibari Al-Fannani. Di antara karya terkenalnya di Indonesia adalah kitab Irsyadu Al-‘Ibad Ila Sabili Ar-Rosyad. Beliau wafat pada tahun 1028 H.
Kitab Qurrotu Al-‘Ain tergolong mukhtashor/matan (pengertian mukhtashor dan berbagai macam kitab fikih yang lain bisa dibaca di Mengenal Berbagai Macam Gaya Penulisan Kitab Fikih). Kitab ini terhitung sangat ringkas karena hanya berjumlah sekitar 40 halaman saja. Kendati demikian isinya sangat padat dan komprehensif dalam menuangkan kesimpulan kesimpulan hukum fikih yang mengatur kehidupan manusia. Meski ringkas, kitab ini memiliki tingkat abstraksi yang cukup tinggi.
Mengapa kitab Qurrotu Al-‘Ain terkenal di Indonesia, terutama kitab turunannya yang bernama Fathu Al-Mu’in?
Jika kita lacak sejarah seraya memperhatikan kandungan kitab Qurrotu Al-‘Ain termasuk Fathu Al-Mu’in, kita akan mendapati fakta-fakta yang bisa dijadikan dasar teori untuk menjelaskan fenomena popularitas ini.
Zainuddin Al-Malibari, pengarang Qurrotu Al-‘Ain ini, meskipun orang India, di masa mudanya beliau mendapatkan nikmat dari Allah untuk belajar dien ke tanah suci. Di sana, beliau berkesempatan belajar secara langsung kepada guru besar ulama Syafi’iyyah pelanjut Asy-Syaikhan, yakni Ibnu Hajar Al-Haitami. Jadi, Zainuddin Al-Malibari adalah murid langsung Ibnu Hajar Al-Haitami dan mengambil banyak ilmu darinya, terutama menyerap ilmu yang dituangkan dalam karya besarnya yang bernama Tuhfatu Al-Muhtaj.
Bukan hanya itu saja, bahkan Zainuddin Al-Malibari juga berkesempatan mengambil fatwa dari guru besar ulama syafi’iyyah yang lain yang bernama Syamsuddin Ar-Romli. Telah kita ketahui bersama bahwa Ibnu Hajar Al-Haitami dan Ar-Romli adalah dua pendekar ulama syafi’iyyah pelanjut Asy-Syaikhan dalam melakukan tahrir madzhab (uraian lebih detail tentang Ibnu Hajar Al-Haitami dan Ar-Romli bisa dibaca Ibnu Hajar Al-Haitami dan Ar-Romli Pelanjut Asy-Syaikhan).
Lebih dari itu, Zainuddin Al-Malibari juga berkesempatan belajar kepada Al-Khothib Asy-Syirbini, pengarang Mughni Al-Muhtaj. Asy-Syirbini, meskipun tidak seterkenal Ibnu Hajar Al-Haitami dan Ar-Romli, tetapi beliau memiliki kualitas ilmu fikih yang selevel dengan Ibnu Hajar Al-haitami dan Ar-Romli.
Dengan latar belakang ini, sekarang kita bisa memahami seperti apa ilmu yang dihimpun oleh Zainuddin Al-Malibari.
Ilmu fikih Syafi’iyyah yang dimiliki Zainuddin Al-Malibari adalah hasil rangkuman dan abstraksi fikih di zaman fikih Syafi’iyyah sudah dianggap matang dan nyaris sempurna!
Oleh karena itu, wajar, jika kitab Qurrotu Al-‘Ain ini mendapat perhatian tinggi di berbagai negeri Islam, terutama di Indonesia, karena memiliki keistimewaan meringkas dan mempermudah belajar fikih Asy-Syafi’i dalam bentuk yang sudah merangkum hampir semua pembahasan fikih yang sudah ditahqiq dan ditanqih mulai zaman Ar-Rofi’i, An-Nawawi, Ibnu Hajar Al-Haitami sampai Ar-Romli.
Di masa selanjutnya, perhatian tinggi terhadap kitab Qurrotu Al’Ain ini membuat lahir kitab-kitab baru yang menjadi “anak turunannya” yang juga menjadi populer di negeri ini. Di antaranyanya adalah lahir kitab Fathu Al-Mu’in yang dikarang oleh Zainuddin Al-Malibari sendiri, yang ditulis sebagai syarah dari kitab Qurrotu Al’Ain. Nampaknya, kitab Fathu Al-Mu’in ini yang lebih dikenal santri-santri di sejumlah pondok pesantren daripada kitab induknya.
Selain itu muncul pula syarah Qurrotu Al’Ain yang dikarang oleh ulama Jawa yang bernama Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi. Syarah tersebut bernama Nihayatu Az-Zain Fi Irsyadi Al-Mubtadi-in, atau lebih dikenal dengan nama singkat; Nihayatu Az-Zain.
Kemudian, kitab Fathu Al-Mu’in tadi melahirkan sejumlah Hasyiyah. Di antaranya adalah Hasyiyah karya As-Sayyid Al-Bakri yang bernama I’anatu Ath-Tholibin. Termasuk juga Hasyiyah karya As-Saqqof yang bernama Tarsyihu Al-Mustafidin. Demikian pula Hasyiyah karya ‘Ali Bashobrin yang bernama I’anatu Al-Musta’in. Selain Hasyiyah, ada pula ulama India yang membuatkan mandhumah untuk Fathu Al-Mu’in. Beliau adalah Al-Fadhfari yang mengarang mandhumah untuk Fathu Al-Mu’in dan diberi nama An-Nadhmu Al-Wafi Fi Al-Fiqhi Asy-Syafi’i.
Dengan demikian, dari kitab Qurrotu Al-‘Ain karya Zainuddin Al-Malibari ini, lahir kitab-kitab terkenal sebagai berikut,
1. Fathu Al-Mu’in (فتح المعين)
2. Nihayatu Az-Zain Fi Irsyadi Al-Mubtadi-in (نهاية الزين في إرشاد المبتدئين)
3. I’anatu Ath-Tholibin (إعانة الطالبين)
4. Tarsyihu Al-Mustafidin (ترشيح المستفيدين)
5. I’anatu Al-Musta’in (إعانة المستعين)
6. An-Nadhmu Al-Wafi Fi Al-Fiqhi Asy-Syafi’i (النظم الوفي في الفقه الشافعي)
رحم الله زين الدين المليباري رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين