Oleh: Ustadz Muafa
Arti bahasa ikhtiyar (الاختيار) adalah HAL MEMILIH/PILIHAN. Bentuk jamaknya ikhtiyarot (الاختيارات). Mukhtar (المختار) adalah bentuk isim maf’ul yang bermakna YANG DIPILIH. Bentuk jamaknya mukhtarot (المختارات).
Ini adalah makna bahasa.
Adapun dalam istilah fikih, istilah ikhtiyarot atau mukhtarot bermakna ijtihad-ijtihad mujtahid madzhab (yang dalilnya kuat menurut beliau) yang bertentangan dengan ijtihad imamnya dan tidak menjadi pendapat madzhab. Istilah ikhtiyarot/mukhtarot menunjukkan bahwa orang yang menetapkan diri bermadzhab tertentu dan mencapai derajat mujtahid madzhab, tidak ada keharusan baginya untuk terikat dengan pendapat madzhab.
Contoh mujatahid madzhab Asy-Syafi’i yang memiliki ikhtiyarot/mukhtarot adalah An-Nawawi. Telah diketahui bahwa An-Nawawi berpendapat bahwa orng yang makan daging unta wudhunya batal sementara madzhab Asy-Syafi’i mengatakan itu tidak batal. Beliau juga berpendapat bahwa berwudhu dengan air musyammas (air yang dipanaskan dengan sinar matahari) tidak makruh, sementara madzhab Asy-Syafi’i memakruhkannya.
Semua ikhtiyarot/mukhtarot mujtahid madzhab tidak mencerminkan pendapat madzhab, meskipun level ketokohan mujtahid madzhab tersebut sangat tinggi dan menjadi rujukan pendapat mu’tamad madzhab seperti An-Nawawi. Ibnu Hajar Al-Haitami berkata,
“…Madzhab Asy-Syafi’i radhiyallahu ta’ala ‘anhu tidak ditetapkan dengan ikhtiyar An-Nawawi radhiyallahu ta’ala ‘anhu, karena ungkapan ini (ikhtiyar) dipakai terkait pendapat yang dalilnya lebih kuat menurut beliau (An-Nawawi) bukan menurut madzhab (Asy-Syafi’i), sementara kita adalah Asy-Syafi’iyyah bukan Nawawiyyah…” (Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubro, juz 4, hlm 88)
Selain An-Nawawi, contoh mujtahid madzhab Asy-Syafi’i yang juga memiliki ikhtiyarot/mukhtarot adalah ahli hadis besar Syafi’iyyah yaitu Ibnu Hajar Al-‘Asqolani. Contoh salah satu ikhtiyarot beliau adalah dalam persoalan hukum berihram pada tempat sebelum miqot yang ditetapkan Nabi.
Madzhab Asy-Syafi’i membolehkan berihram sebelum tempat miqot. Jadi, orang yang tinggal di Madinah boleh berihram semenjak dari Madinah tanpa harus menunggu sampai di tempat miqot yang ditunjuk Nabi yaitu Dzul Hulaifah (yang zaman sekarang dinamai Bir Ali/Abyar Ali). Penduduk Mesir boleh langsung berihram dari Mesir, tanpa harus menunggu sampai ke tempat miqot yang ditunjuk Nabi yaitu Juhfah (lokasinya dekat Robigh, dan zaman sekarang orang berihram di Robigh ini), demikian seterusnya.
Tetapi Ibnu Hajar dalam Fathu Al-Bari terkesan memakruhkan berihram sebelum mencapai tempat miqot, terutama ketika beliau menyebutkan atsar Abdullah bin ‘Amir yang berihram dari Khurasan dalam rangka bersyukur setelah menaklukkan daerah itu. Cara Ihram Abdullah bin Amir ini ternyata dicela Utsman setelah diketahui beliau.
Bassam Muhammad Shohyuni menulis disertasi untuk mengumpulkan seluruh ikhtiyarot/mukhtarot fikih Ibnu Hajar Al-‘Asqolani yang dipetik dari kitab terkenalnya yang bernama Fathu Al-Bari. Disertasi tersebut diberi judul “Mu’jam Fiqh Ibn Hajar Al-‘Asqolani Wa Ikhtiyarotihi Al-Fiqhiyyah Min Fathi Al-Bari” dan sudah dicetak. Disusun secara alfabetik dan berisi 900 hlm lebih.
Urain lebih detail tentang ikhtiyarot An-Nawawi bisa dibaca dalam Ijtihad Nawawi yang Berbeda dengan Madzhab Asy-Syafi’i
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين