Oleh : Ust. Muafa
Di antara nikmat besar bagi seorang ulama yang berdakwah dan menyebarkan dinullah adalah jika memiliki murid yang cerdas nan salih yang serius mengemban dan menyebarkan ilmu gurunya dengan berbagai wasilah.
Murid cemerlang ini bersungguh-sungguh mendokumentasi ilmu gurunya agar tidak ada satupun ilmu sang guru yang hilang, lalu berkreasi membuat karya-karya untuk “mengabadikan” ilmu tersebut agar tidak lenyap ditelan sejarah.
Murid cemerlang ini bisa membuat karya-karya seperti mukhtashor (ringkasan) dari karya besar gurunya, mandhumah (puisi) dari karya ringkas padat gurunya agar mudah dihapalkan, syarah, tadzyil, tahdzib, ziyadat, istidrokat dan sebagainya. Karya-karya tersebut diajarkan kepada kaum muslimin manapun yang sanggup dijangkaunya sehingga umat Islam pun bisa mengetahui kualitas ilmu sang guru.
Seorang guru, betapapun dalam ilmu dan luasnya ilmu yang dimiliki, tetapi jika tidak ada murid cemerlang yang menampung ilmunya, mengemban, mempertajam dan menyebarkannya, maka ilmunya akan hilang ditelan sejarah dan hanya menjadi cerita.
Lihatlah kisah Al-Laits bin Sa’ad.
Asy-Syafi’i bersaksi bahwa Al-Laits bin Sa’ad lebih faqih daripada Imam Malik. Namun karena ilmu Al-Laits tidak diemban dan disebarkan murid-muridnya, maka hilanglah madzhab Al-Laits dan kedalaman ilmu beliau hanya menjadi cerita saja.
Sebaliknya lihatlah Asy-Syafi’i.
Beliau memiliki murid cemerlang bernama Al-Muzani. Ilmu Asy-Syafi’i diserap kemudian diringkas dan dituangkan dalam karya berjudul Mukhtashor Al-Muzani. Dari kitab ini lalu lahir kitab besar Al-Juwaini yang bernama Nihayatu Al-Mathlab.
Dari kitab Nihayatu Al-Mathlab lahir trio mukhtashor Al-Ghazzali yang bernama Al-Basith, Al-Wasith dan Al-Wajiz.
Dari kitab Al-Wajiz lahir syarah terbesar karya Ar-Rofi’i yang bernama Fathu Al-‘Aziz. Kitab ini diakui sebagai cerminan kerja tahrir madzhab Asy-Syafi’i pertama yang memiliki pengaruh besar berabad-abad kemudian.
Dari kitab Fathu Al-‘Aziz lahir karya terkenal An-Nawawi yang bernama Roudhotu Ath-Tholibin yang merupakan mukhtashor dari kitab Fathu Al-‘Aziz itu.
Dari kitab Roudhotu Ath-Tholibin itu lahir banyak sekali kitab fikih Asy-Syafi’iyyah yang akhirnya sampai zaman sekarang mempengaruhi lahirnya kitab-kitab fikih Asy-Syafi’iyyah yang lain dengan berbagai macam variasi penyajian dan teknik penjelasannya.
Murid cemerlang Asy-Syafi’i yang lain adalah Al-Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi. Atas jasa beliau, maka terdokumentasikanlah kitab masterpiece Asy-Syafi’i yang bernama Al-Umm. Kita jadi bisa merasakan bagaimana kedalam ilmu Asy-Syafi’i, ketajaman istinbatnya, dan kekokohan hujjahnya karena bisa langsung menelaah sendiri kitab tulisan tangan Asy-Syafi’i yang diriwayatkan oleh murid cemerlangnya ini.
Lihatlah besarnya anugerah memiliki murid cemerlang.
Murid cemerlang berpotensi membuat ilmu menyebar luas dan menjadi amal jariah sampai hari kiamat.
Jadi di antara yang paling berharga bagi seorang berilmu sebenarnya bukan banyaknya pengikut atau banyaknya santri, tetapi anugerah murid yang salih, cerdas nan cemerlang.
Wallahua’lam