Oleh: Ustadz Muafa
Yang pertama kali membantah bahwa Asy-Syafi’i menulis kitab Al-Umm adalah seorang sastrawan dan pemerhati bahasa Arab Mesir bernama Dr.Zaki Mubarok. Beliau menulis sebuah buku kecil yang isinya meragukan penisbatan kitab Al-Umm kepada Asy-Syafi’i berjudul “Ishlahu Asyna-‘i Khotho-in Fi Tarikh At-Tasyri’ Al-Islami; Kitab Al-Umm Lam Yu-allif-hu Asy-Syafi’i, Wa Innama Allafahu Al-Buwaithi Wa Tashorrofa Bihi Ar-Robi’ ibnu Sulaiman” (Koreksi kesalahan terparah dalam sejarah legislasi hukum Islam; Kitab Al-Umm tidak dikarang Asy-Syafi’i tetapi dikarang Al-Buwaithi yang disadur Ar-Robi’ bin Sulaiman)
Jadi, menurut Zaki Mubarok, Al-Umm adalah karangan Al-Buwaithi yang kemudian diolah dan ditulis kembali oleh Ar-Robi’ bin Sulaiman al-Murodi.
Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, ada pernyataan Al-Ghazzali yang terkesan mendukung pendapat Zaki Mubarok ini. Al-Ghazzali menjelaskan bahwa yang menulis kitab Al-Umm adalah Al-Buwaithi tetapi nama pengarangnya dibuat anonim kemudian ditulis ulang oleh Ar-Robi’ bin Sulaiman kemudian dinisbatkan kepada dirinya. Al-Ghazzali menulis,
“…beliau (Al-Buwaithi) menulis kitab Al-Umm, yang saat ini dinisbatkan kepada Ar-Robi’ bin Sulaiman dan karenanya beliau dikenal. Sebenarnya yang menulis adalah Al-Buwaithi tetapi beliau tidak menyebutkan dirinya dan tidak menisbatkan kitab tersebut pada dirinya. Kemudian Ar-Robi’ menambahi isinya, menyadurnya dan memunculkannya… (Ihya’ Ulumiddin, juz 2 hlm 188)
Haji Kholifah dalam kitabnya; Kasyfu Adh-Dhunun bertaklid terhadap informasi ini. Menurutnya, kitab Al-Umm dikumpulkan kontennya oleh Al-Buwaithi tanpa menyebutkan namanya pada hasil kerjanya itu dan tidak pula menisbatkan kitab itu pada dirinya. Setelah itu, datanglah Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi, muazin Mesir yang juga murid Asy-Syafi’i yang menyusun ulang karya Al-Buwaithi itu dengan sistematika fikih Abu Hanifah, kemudian kitab itu dinisbatkan kepadanya. Informasi seperti ini juga disebutkan dalam kitab Qut Al-Qulub karya Abu Tholib Al-Makki.
Sampai di sini bisa dikatakan bahwa informasi yang mengatakan Al-Umm tulisan Al-Buwaithi adalah informasi yang hanya ditulis dalam kitab-kitab tasawuf seperti Qut Al-Qulub karangan Abu Tholib Al-Makki yang kemudian dikutip Al-Ghozzali dalam kitabnya: Ihya’ Ulumuddin lalu ditaklidi oleh haji Kholifah dalam kitabnya; Kasyfu Adh-Dhunun.
Hanya saja sejumlah ulama dan peneliti telah bangkit membantah pendapat Zaki Mubarok ini dalam sejumlah kitab, di antaranya,
• Ahmad Shoqr dalam tahqiqnya terhadap kitab Al-Baihaqi yang berjudul “Manaqib Asy-Syafi’i”
• Muhammad Abu Zahroh dalam kitabnya yang berjudul “Asy-Syafi’i, Hayatuhu Wa ‘Ashruhu”. Dalam kitab ini Abu Zahroh membuat bab khusus untuk membahas penisbatan Al-Umm terhadap Asy-Syafi’i
• Husain Wali dalam majalah “Nur Al-Islam”
• Kholil Ibrohim Mulla Khothir dalam muqoddimah tahqiqnya terhadap kitab Ibnu Katsir yang bernama “Manaqibu Al-Imam Asy-Syafi’i”
• Ahmad Syakir dalam Muqoddimah tahqiq beliau terhadap kitab Ar-Risalah
Manakah di antara dua pendapat ini yang paling tepat?
Cara paling mudah memilih pendapat yang bertentangan bagi umumnya kaum muslimin yang tidak mendalami persoalan ini adalah dengan menerapkan prinsip otoritas ilmu. Artinya, pendapat yang dikemukakan orang yang lebih pakar karena mendalami topik tertentu harus didahulukan daripada pendapat orang yang berpendapat dalam persoalan yang bukan bidangnya. Ulama otoritatif harus didahulukan daripada yang bukan. Sebagai perumpamaan, jika ada perdebatan seputar isu pengobatan/kedokteran antara profesor kedokteran dengan profesor teknik (yang kebetulan berminat belajar kedokteran), maka tentu profesor kedokteran harus didahulukan karena kedokteran adalah bidangnya dan menjadi tema penelitiannya sehari-hari. Profesor kedokteran lebih kredibel dan lebih otoritatif untuk dipercaya daripada profesor teknik.
Dalam kasus di atas, penjelasan Ahmad Syakir adalah yang lebih layak untuk diikuti. Ahmad Syakir adalah seorang ahli hadis, sastrawan, muhaqqiq, kritikus hadis, pakar filologi, terbiasa mengkaji manuskrip, dan amat hapal dengan gaya tulisan para ulama. Karena itu hasil penelitian beliau lebih layak diikuti daripada Dr.Zaki Mubarok yang lebih menonjol dalam bidang sastra dan bahasa Arab.
Lagipula, informasi bahwa Al-Buwaithi sebagai penulis Al-Umm adalah informasi yang belum bisa diterima karena tidak ada sanadnya.
Lebih dari itu klaim bahwa Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi mengambil ilmu Asy-Syafi’i dari kitab-kitab Al-Buwaithi setelah kematiannya adalah informasi salah yang dikritik oleh Abu Al-Husain sebagaimana dinukil Ibnu Hajar Al-‘Asqolani dalam kitab Tahdzibu At-Tahdzib,
“…Abu Yazid Al-Qorothosi Yusuf bin Yazid berkata, “Transmisi auditori Ar-Robi’ dari Asy-Syafi’i tidak valid. Beliau (Ar-Robi’) mengambil banyak kitab dari keluarga Al-Buwaithi setelah kematiannya.” Abu Al-Husain berkata, ‘Informasi Abu Yazid ini tidak bisa diterima. Malahan, Al-Buwaithi mengatakan bahwa Ar-Robi’ adalah perawi Asy-Syafi’i yang lebih kredibel daripada aku…” (Tahdzibu At-Tahdzib, juz 3 hlm 256)
Sampai di sini bisa dikatakan bahwa klaim Al-Buwaithi sebagai penulis Al-Umm adalah pendapat lemah yang tidak didasarkan bukti kecuali riwayat-riwayat tidak jelas yang bersumber dari kitab tasawuf atau kitab indeks yang bertaklid pada kitab-kitab tasawuf tersebut.
Lagipula, dalam kitab Al-Umm ada ungkapan yang menjelaskan bahwa murid Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi memperoleh imla’ (diktean) dari Ar-Robi’ pada tahun 207 H yang sanadnya langsung menyambung ke Asy-Syafi’i (Al-Umm, juz 1 hlm 119). Hal ini bermakna 3 tahun setelah wafatnya Asy-Syafi’I dan 24 tahun sebelum wafatnya Al-Buwaithi, kitab Al-Umm sudah ditulis dan diajarkan Ar-Robi’ dari tulisan Asy-Syafi’i. Hal ini menunjukkan Al-Umm sudah ditulis oleh Ar-Robi’ dan tidak ada kaitan dengan Al-Buwaithi.
Lebih dari itu, di kitab Al-Umm itu sendiri kadang-kadang Ar-Robi’ menegaskan bagaimana beliau melewatkan sebagian tulisan Asy-Syafi’i dalam Al-Umm tetapi mendengarnya dari Al-Buwaithi dan dikenal betul sebagai ucapan Asy-Syafi’i (Al-Umm, juz 1 hlm 132). Informasi seperti ini sangat jelas menunjukkan kehati-hatian beliau dalam menuliskan apa yang didengar dari Asy-Syafi’i. Jadi Al-Umm adalah karangan Asy-Syafi’i yang diimla’(didikte)kan kepada murid-muridnya dan didengarkan oleh Ar-Robi’ sekaligus dicatatnya. Memang, kitab-kitab karya Asy-Syafi’i ada yang langsung ditulis dengan pena beliau lalu disebarkan dengan cara dibacakan kepada murid-muridnya lalu mereka mencatat, ada pula yang lahir dengan cara murid-muridnya menyetor naskah yang didapatkan dari sumber lain kemudian divalidasi oleh Asy-Syafi’i.
Menurut Ahmad Syakir, tulisan dalam Al-Umm menunjukkan penulisnya fasih. Ahmad Syakir mengkritik kawannya; Dr. Zaki Mubarok yang dipandangnya tidak tahu bagaimana metode penulisan kitab ulama zaman dulu dan metode ulama mutaakhkhirin yang meriwayatkan dan menulis kembali kitab mereka. Ahmad Syakir berkata,
فقد تعرض للجدل في هذا الكتاب، عن غير بينة ولا دراسة منه لكتب المتقدمين وطرق تأليفهم، ثم طرق رواية المتأخرين عنهم لما سمعوه، فأشبهت عليه بعض الكلمات في (الام) فظنها دليلا
“…(kawan kami, sastrawan besar Dr.Zaki Mubarok) telah tampil mendebat tentang kitab (Al-Umm) ini tanpa bukti dan studi terhadap kitab-kitab mutaqoddimin dan metode-metode penulisan mereka. Kemudian (beliau juga tidak melakukan studi terhadap) metode-metode riwayat mutaakhirin yang memperoleh berita dari mereka pada saat mendengarnya. Karena itu menjadi kaburlah beberapa kalimat dalam kitab Al-Umm sehingga beliau menyangkanya sebagai bukti…” (muqoddimah Ar-Risalah, hlm 9)
Jadi bisa ditegaskan, Al-Umm adalah karangan Asy-Syafi’i yang diriwayatkan oleh Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi yang di dalamnya kadang-kadang disisipkan selain tulisan Asy-Syafi’i oleh Ar-Robi’ (sebagai penjelas, mirip fungsi catatan kaki pada zaman sekarang). Ar-Robi’ berhati-hati dalam menulis, ada yang berasal dari naskah yang dinukil dari Asy-Syafi’i dan ada yang berasal dari apa yang didengar oleh Ar-Robi’. Bagian mana yang tidak didengar langsung, tidak lupa akan disebutkan dan dijelaskan oleh Ar-Robi’. Karena kitab Al-Umm adalah hasil kompilasi Ar-Robi’, kadang-kadang kitab ini juga disebut kitab Ar-Robi’.
Abu Zahroh mengatakan dalam kitabnya bahwa penisbatan Al-Umm kepada Asy-Syafi’i sudah menjadi ijma’ ulama. (Asy-Syafi’i, Hayatuhu Wa ‘Ashruhu hlm 163). Wallahua’lam