Oleh : Ust. Muafa
“Jika ada seorang perawan yang dinikahi seorang lelaki kemudian diboyong untuk ikut suami, maka di antara barang yang dibawa perawan tersebut adalah kitab Mukhtashor Al-Muzani!”
Demikian kira-kira yang ditulis oleh Adz-Dzahabi dalam kitab Siyaru A’lami An-Nubala’ untuk menunjukkan popularitas dan betapa berharganya Mukhtashor Al-Muzani.
Di tulis oleh Al-Muzani, salah seorang murid cemerlang Asy-Syafi’i, Mukhtashor Al-Muzani muncul dan menjelma menjadi salah satu kitab terpenting dalam madzhab Asy-Syafi’i. Nama resminya menurut Ar-Ruyani adalah “Al-Jami’ Al-Mukhtashor” (الجامع المختصر). Julukan yang diberikan Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini adalah As-Sawad (السواد).
Nama lengkap pengarang adalah Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya Al-Muzani. Beliau adalah seorang ulama yang zuhud dan ahli ibadah sebagaimana persaksian ‘Amr bin ‘Utsman Al-Makki. Di antara amalannya yaitu suka membantu memandikan mayat orang lain secara cuma-cuma “untuk melembutkan hati”, kata beliau. Doanya mustajab dan hidupnya sangat wara’. Beliaulah yang memandikan Asy-Syafi’i saat wafatnya.
Al-Muzani disebut Asy-Syafi’i sebagai “nashiru madzhabi” (penolong madzhabku). Dengan keilmuan Al-Muzani yang mendalam, Asy-Syafi’i sudah memperkirakan bahwa beliau akan menjadi orang paling pandai di zamannya, ternyata memang benar demikian. Jika terlewat salat jamaah, maka beliau menggantinya dengan salat sebanyak 25 kali. Kemampuan berargumentasinya dipuji Asy-Syafi’i dengan kata-kata, “seandainya dia berdebat dengan setan pasti dia bisa mengalahkannya”! Al-Muzani adalah murid Asy-Syafi’i yang mengasuh mejelis sang imam sepeninggal murid senior Asy-Syafi’i yang bernama Al-Buwaithi.
Mukhtashor Al-Muzani secara kasar bisa dikatakan bermakna “ringkasan dari kitab Al-Umm karya Asy-Syafi’i”. Hanya saja, maksud ringkasan di sini bukan bermakna bahwa Al-Muzani membaca Al-Umm kemudian meringkasnya. Yang terjadi adalah, Al-Muzani memahami ajaran fikih Asy-Syafi’i baik yang tertulis maupun yang disampaikan secara lisan, lalu menyerap semuanya kemudian meringkasnya. Oleh karena Al-Umm adalah ilmu fikih tertulis Asy-Syafi’i, maka bisa dikatakan bahwa apa yang disampaikan Asy-Syafi’i dalam majelis secara lisan adalah sama dengan yang ditulis, bahkan lebih luas. Dengan demikian bisa dikatakan secara majasi bahwa Mukhtashor al-Muzani adalah ringkasan dari Al-Umm.
Hanya saja yang lebih akurat jika menurut informasi Ar-Ruyani dalam kitab beliau yang bernama Bahrul Madzhab, Mukhtashor Al-Muzani adalah ringkasan dari kitab besar Al-Muzani yang berjudul “Al-Jami’ Al-Kabir” (الجامع الكبير).
Kitab ini merupakan mukhtashor pertama yang ditulis dalam madzhab Asy-Syafi’i. Ia juga menjadi karya tertua sekaligus karya perintis kitab-kitab fikih bermadzhab Asy-Syafi’i. Lebih dari itu, kitab ini bisa dikatakan sebagai kitab pertama dalam madzhab Asy-Syafi’i setelah Al-Umm. Tidak heran jika di masa selanjutnya kitab ini menjelma menjadi salah satu kitab induk madzhab Asy-Syafi’i.
Kitab ini -sebagaimana diinformasikan oleh Al-Mawardi- menjadi tumpuan murid-murid Asy-Syafi’i yang lain karena bentuknya yang ringkas sehingga memudahkan penguasaan madzhab Asy-Syafi’i.
Kitab ini juga menjadi salah satu dari 5 kitab masyhur di kalangan Asy-Syafi’iyyah sampai zaman An-Nawawi . Lima kitab populer itu adalah; Mukhatshor Al-Muzani, Al-Wasith, Al-Wajiz, Al-Muhadz-dzab, dan At-Tanbih.
Mutu dan kualitas kitab ini tidak bisa diremehkan. Kata Abu Zaid Al-Marwazi, siapapun yang menguasai Mukhtashor Al-Muzani maka dia akan menguasai fikih dan ushul fikih. Dia tidak hanya akan mendapatkan ilmu furu’ Asy-Syafi’i tetapi juga ushul fikihnya. Hal itu dikarenakan semua masalah fikih yang disajikan Al-Muzani selalu disertai isyarat ushul fikih Asy-Syafi’i yang berhubungan.
Abu Al-‘Abbas bin Suraij mengatakan bahwa setiap kali beliau membaca mukhtashor Al-Muzani, beliau merasa selalu mendapatkan ilmu baru. Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan banyak faidah tentu saja sudah semestinya kitab ini dibaca berkali-kali.
Al-Qoffal juga memberi resensi bahwa siapapun yang serius mengkaji mukhtashor Al-Muzani, maka secara otamatis dan sekaligus dia akan menguasui ushul fikih Asy-Syafi’i, bukan hanya produk fikihnya.
Abu Al-‘Abbas bin Suraij menulis dalam nazhomnya yang mengungkapkan perasaan beliau bagaimana beliau merasa sayang meminjamkan kitab itu karena sangat berharganya!
Demikian tinggi isi dan kedudukan kitab ini sampai-sampai Abu Zur’ah Muhammad bin ‘Utsman Ad-Dimasyqi (302 H) yang membawa madzhab Asy-Syafi’i ke Damaskus memberi hadiah 100 dinar bagi siapapun yang mampu menghafal Mukhtashor Al-Muzani. Jika 1 dinar secara kasar setara dengan 2 juta, maka 100 dinar kira-kira setara dengan 200 juta! Karena itu menurut saya pribadi, muslim-muslim kaya zaman sekarang itu semestinya memanfaatkan sebagaian uangnya seperti ini untuk mendorong lahirnya para ulama besar dan mujtahid yang bermanfaat untuk seluruh kaum muslimin. Tidak akan rugi, bahkan Insya Allah akan menjadi amal jariyah.
Sistematika kitab ini juga istimewa. Hal yang menunjukkannya adalah ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah masa sesudahnya secara umum meniru dalam hal sistematika, yakni mengawali dengan bab thoharoh dan mengakhiri dengan bab ‘itqu ummahatil aulad.
Al-Muzani sangat serius dalam menulis kitab ini. 20 tahun kira-kira beliau habiskan untuk menuntaskannya. Proses editingnya sampai 8 kali. Sebelum mengarang, beliau berpuasa terlebih dahulu selama 3 hari dan salat sekian rakaat. Kata Ibnu Khollikan, setiap selesai menulis satu masalah beliau juga menyusulnya dengan salat dua rakaat sebagai tanda syukur. Dengan cara penulisan yang “sangat berbau akhirat” ini, tidak heran jika Al-Baihaqi menyebut Mukhtashor Al-Muzani sebagai kitab yang paling besar manfaatnya, paling luas berkahnya dan paling banyak buahnya. Jangan pernah disamakan dengan orang yang menulis tulisan agama sambil buang angin, merokok dan ngemil!
Perhatian ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah sangat tinggi terhadap kitab ini. Ada yang membuat mukhtashornya, mensyarahnya dengan syarah-syarah ringan maupun tebal dan membuatkan manzhumah.
Di antara muktashornya adalah “Khulashotu Al-Mukhtashor Wa Naqowatu Al-Mu’tashor” (خلاصة المختصر ونقاوة المعتصر) karya Al-Ghozzali dan “Al-Mukhtashor” (المختصر) karya Abu Muhammad Al-Juwaini.
Karya yang berupa nazhom adalah Manzhumah karya Abu Roja’ Al-Aswani.
Adapun karya yang berupa syarah, ini bagian terbesarnya. Di antara syarah yang ditulis untuk Mukhtashor Al-Muzani adalah Syarah Abu Ishaq Al-Marwazi (340 H), Ta’liqoh Al-Qodhi Hasan (345 H), Al-Ifshoh karya Abu ‘Ali Ath-Thobari (350 H), Syarah Ibnu Al-Qotthon (356 H), Syarah Ahmad Ath-Thobasi dengan ketebalan sekitar 1000 chapter (358 H), Syarah Abu Hamid Al-Marrudzi (362 H), Syarah Abu Hamid Al-Isfaroyini dalam 50 jilid yang membuatnya populer dengan nama Asy-Syafi’i Ats-Tsani (406 H), Syarah Abu Suroqoh (410 H), Syarah Muhammad bin Abdul Malik (420 sekian H), Syarah Ibnu Hayyawaih (438 H), Al-Kafi dan Al-Hawi Al-Kabir karya Al-Mawardi (450 H), At-Ta’liqoh karya Abu Ath-Thoyyib Ath-Thobari (450 H), At-Ta’liqoh karya Al-Qodhi Husain (462 H), Asy-Syamil Al-Kabir karya Ibnu Ash-Shabbagh (w. 477 H), Nihayatu Al-Mathlab karya Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini (478 H), Bahru Al-Madzhab karya Ar-Ruyani (502 H), Asy-Syafi karya Asy-Syasyi (507 H), Syarah Abu Al-Futuh (710 H), Syarah Ibnu ‘Adlan (748 H),Al-Mursyid karya Abu Al-Hasan Al-Juri, syarah Abu Bakr Ash-Shoidalani, Syarah Abdul ‘Aziz Al-Hammami, dan lain-lain.
Hanya saja, di antara sekian banyak syarah ini yang paling populer hanya dua yaitu “Nihayatu Al-Mathlab fi Diroyati Al-Madzhab” (نهاية المطلب في دراية المذهب) karya Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini dan “Al-Hawi Al-Kabir” (الحاوي الكبير) karya Al-Mawardi.
Di antara dua karya ini, yang pengaruhnya paling besar adalah Nihayatu Al-Mathlab karena darinya lahir banyak karya besar yang bercabang-cabang, seperti trio mukhtashor Al-Ghozzali (Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz), Al-Fathu Al-‘Aziz/Asy-Syarhu Al-Kabir karya Ar-Rofi’i, Roudhotu Ath-Tholibin karya Al-Nawawi, Roudhu At-Tholib karya Ibnu Al-Muqri’, Asna Al-Matholib karya Zakariyya Al-Anshori, Al-Hawi Ash-Shoghir karya Najmuddin Al-Qozwini, Al-Bahjatu Al-Wardiyyah karya Ibnu Al-Wardi, Khulashotu Al-Fawa-id Al-Muhammadiyyah karya Zakariyya Al-Anshori, Al-Ghuroru Al-Bahiyyah karya Zakariyya Al-Anshori, Irsyadu Al-Ghowi Ila Masaliki Al-Hawi karya Ibnu Al-Muqri’, Fathul Jawwad karya Ibnu Hajar Al-Haitami, Khobaya Az-Zawaya karya Zakariyya Al-Anshori dan lain-lain.
Al-Azhari, ahli bahasa yang terkenal itu juga tertarik menjelaskan lafaz-lafaz dalam Mukhtashor Al-Muzani yang perlu didefinisikan lebih luas secara bahasa. Karya beliau yang menangani ini berjudul “Az-Zahir Fi Ghoribi Alfazhi Asy-Syafi’i (الزاهر في غريب ألفاظ الشافعي).
Al-Muzani wafat pada tahun 264 H dan dikebumikan di Al-Qorofah Ash-Shughro di dekat makam Asy-Syafi’i.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين