Oleh: Ust. Muafa
Mengapa masih ada sebagian hamba beriman yang berambisi untuk menjadi orang kaya dengan 1001 alasan, pembenaran dan justifikasi, padahal ada atsar Ibnu Umar yang berbunyi seperti ini,
Dari Ibnu Umar, beliau berkata: “Tidaklah seorang hamba memperoleh sebagian dunia, kecuali hal itu MENGURANGI DERAJATNYA DI SISI ALLAH, sekalipun ia mulia di sisi-Nya.” (Ibnu Abi Ad-Dunya dalam kitab Az-Zuhd hlm 142. Ibnu Hajar menukil penilaian Al-Mundziri bahwa sanadnya jayyid. AL-Albani menshahihkannya.)
Atsar di atas meski dinisbatkan pada Ibnu Umar tetapi mungkin dihukumi marfu’, yakni pernah diucapkan Rasulullah ﷺ karena informasi yang disampaikan terkait dengan hal gaib yang mustahil diketahui kecuali atas petunjuk Rasulullah ﷺ yang didengar Ibnu Umar.
Allah Maha Adil.
Mereka yang diberi kenikmatan dunia lebih daripada sesamanya, maka derajatnya di sisi Allah diturunkan. Karena penderitaan dia lebih sedikit daripada orang miskin.
Memang orang kaya bisa masuk surga, tetapi Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa penduduk surga terbanyak justru orang miskin, bukan orang kaya.
Sesungguhnya sikap terbaik terkait rizki dan harta adalah ridha dan qona’ah.
Bukan berambisi kaya, apalagi bercita-cita kaya.
Karena rizki itu dibagi, tak tergantung kecanggihan rencana dan kecerdasan pencari.
Sikap terbaik adalah pasrah.
Pasrah kepada Allah, entah diberi banyak atau sedikit. Karena hanya Dia yang Maha tahu seberapa banyak bagian dunia yang kita masih “kuat” memikulnya.
Tugas kita hanya beramal sebaik-baiknya secara mutqin (perfect) dan muhsin (best), sebagaimana diperintahkan-Nya. Termasuk di antaranya dalam mencari karunia-Nya di muka bumi ini. Tidak boleh berpangku tangan, bermalas-malasan dan menunggu.
Bekerja keras memberikan kemampuan terbaik.
Lalu hasilnya, diserahkan pada keputusan dan kebijaksanaan-Nya.
فاغفر لي وللمسلمين والمهاجرة