Oleh : Ust. Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
Kitab ini oleh penulisnya diberi nama “An-Najmu Al-Wahhaj” (النجم الوهاج). Lafaz “Najm” bermakna bintang. Lafaz “al-wahhaj” bermakna menyala-nyala atau berkilauan. Jadi secara harfiah makna “An-Najmu Al-Wahhaj” adalah bintang yang berkilauan. Dengan judul ini seakan-akan pengarang ingin memberi pesan kepada pembacanya agar tidak meremehkan kandungan ilmu yang ada di dalamnya. Untaian ilmu yang disusun dalam kitab ini adalah ilmu yang berharga, indah, menerangi dan menyenangkan bagaikan bintang yang berkilauan.
“An-Najmu Al-Wahhaj” adalah kitab fikih bermazhab Asy-Syafi’i yang merupakan syarah dari “Minhaj Ath-Tholibin” karya An-Nawawi. Kitab ini bisa digolongkan ke dalam kelompok syarah panjang (muthowwal), bukan syarah singkat seperti kitab “Kanzu Ar-Roghibin” karya Jalaluddin Al-Mahalli atau syarah pertengahan (mustawasith) seperti kitab “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli.
Pengarangnya bernama Ad-Damiri (الدميري). Nama lengkap beliau Kamaluddin Abu Al-Baqo’ Muhammad bin Musa bin ‘Isa Ad-Damiri. Laqob Damiri di ambil dari nama kota yang bernama Ad-Damiroh di Mesir di dekat kota Dimyath. Dalam bahasa Romawi, kota Ad-Damiroh ini disebut Rasdionisi. Dalam bahasa Mesir Koptik disebut Tamiri. Beliau terkenal bukan hanya dalam ilmu fikih mazhab Asy-Syafi’i tetapi juga dalam ilmu biologi. Salah satu karya terkenal beliau dalam biologi adalah kitab yang bernama “Hayatu Al-Hayawan Al-Kubro”. Kebetulan saya pernah membuat catatan khusus terkait perkembangan biologi dalam sejarah peradaban Islam yang menyinggung Ad-Damiri dan kitabnya ini dalam artikel berjudul “Perkembangan Biologi dalam Warisan Peradaban Islam”.
Beliau lahir di Kairo, Mesir pada tahun 742 H. Awalnya berprofesi sebagai penjahit, kemudian beliau tinggalkan untuk fokus menuntut ilmu. Beliau hidup di bawah pemerintahan Mamalik di Mesir. Kita tahu dalam sejarah, pemerintahan Mamalik mengalami gejolak dan konflik dengan negara-negara lainnya berulang kali. Dengan fakta ini, menjadi wajar jika kita dapati dalam biografi Ad-Damiri bahwa beliau berkali-kali pergi ke Haromain dan tinggal di sana beberapa waktu karena pergolakan politik yang tidak menentu itu. Beliau dijuluki juga “Ash-Showwabi” karena ketajaman fatwa dan pendapatnya yang hampir selalu benar. Dalam hal kualitas spiritual, beliau dikenal sangat salih, banyak membaca Al-Qur’an, berdzikir, berpuasa dan berhaji. Karomahnya dicatat oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani dalam kitab “Dzail Ad-Duror Al-Kaminah”, di antaranya peringatan-peringatan beliau terkait hal-hal yang akan terjadi dan ternyata benar menjadi kenyataan seperti yang beliau ucapkan.
Dalam menyusun kitab ini, Ad-Damiri banyak memanfaatkan kitab-kitab As-Subki dan Al-Isnawi. Saat menulis Ad-Damiri memulainya dari bab Al-Musaqot. Penulisan kitab ini rampung pada bulan Robi’ Al-Awwal tahun 786 H.
Dari sisi isi, kitab “An-Najmu-Wahhaj” lebih luas uraiannya daripada “Tuhfatu Al-Muhtaj” karya Al-Haitami, “Mughni Al-Muhtaj” karya Asy-Syirbini dan “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli. Keistimewaannya adalah hampir semua kasus fikih yang disebutkan dalam “Minhaj Ath-Tholibin” oleh Ad-Damiri dijelaskan uraian dalil dan ta’lilnya dengan dikaitkan dengan pembahasan ushul fikihnya. Bahasanya juga mudah dipahami, enak dibaca dan sederhana. Ad-Damiri juga menyebut ikhtilaf ulama di luar Asy-Syafi’iyyah. Dalam hal penguasaan hadis, Ad-Damiri juga terlihat lebih kokoh, karena saat menyebut hadis beliau menisbatkannya kepada mukhorrijnya bahkan dijelaskan juga kualitasnya.
Hanya saja, dalam hal penggunaan tentu saja kitab ini lebih tepat jika dipakai untuk memperluas wawasan dan memahami secara mendalam mazhab Asy-Syafi’i. Untuk kepentingan mengetahui pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i, kitab “Tuhfatu Al-Muhtaj” dan “Nihayatu Al-Muhtaj” masih belum tergantikan. Hal itu dikarenakan Ad-Damiri hidup dimasa peralihan antara masa Asy-Syaikhan dengan masa Zakariyya Al-Anshori, Ibnu Hajar Al-Haitami dan Ar-Rofi’i. Oleh karena itu, masa ini belum menjadi masa kelahiran tahrir mazhab fase kedua. Dengan kenyataan ini menjadi wajar jika kadang-kadang Ad-Damiri meninggalkan pendapat mu’tamad dan mengambil ikhtiyarot An-Nawawi dan As-Subki, seperti saat beliau membahas air musyammas, hukum kencing pada air yang tenang nan melimpah, batalnya wudhu karena keluarnya mani, dan lain-lain.
Dengan maksud meringkas ilmu yang ditulisnya dalam “An-Najmu Al-Wahhaj” dan demi memudahkan untuk dihafal, Ad-Damiri juga membuat manzhumah dalam bahar rojaz untuk syarah ini yang mencapai sekitar 30.000 bait. Karya ini adalah manzhumah terbesar dalam sejarah manzhumah kitab-kitab Islam sampai hari ini. Hanya saja manzhumah ini masih berupa manuskrip dan belum dicetak.
Manuskrip kitab “An-Najmu Al-Wahhaj” bisa ditemukan pada sejumlah perpustakaan di dunia. Di antaranya, perpustakaan “Markaz Al-Malik Faishol li Al-Buhuts wa Ad-Dirosat Al-Islamiyyah” di Riyadh; Saudi Arabia, “Al-Maktabah Al-Markaziyyah bi Jami’ah Al-Malik Faishol di Ihsa’ ; Saudi Arabia, “Dar Al-Kutub Al-Mishriyyah” di Kairo; Mesir, “Ma’had Al-Makhthuthot Al-‘Arobiyyah” di Kairo; Mesir, “Al-Maktabah Al-Azhariyyah di Kairo; Mesir, “Maktabah Azh-Zhohiriyyah” di Damaskus; Suriah, “Maktabah Al-Auqof” di Mosul; Irak, “Maktabah Al-Auqof’ di Sulaimaniyyah; Irak, “Maktabah Al-Makhthuthot” di Kuwait, “Ma’had Al-Makhthuthot Al-‘Arobiyyah” di Kuwait, “Al-Ashifiyyah” di Haidarabad; India, “Maktabah Al-Jami’ah” di Beirut; Libanon, “Ma’had Al-Jami’ Al-Kabir di Shon’a; Yaman, “British Museum” di London; Inggris, “Al-Maktab Al-Hindi” di London; Inggris, “Princeton Library” di Amerika Serikat, “Chester Beatty” di Dublin; Irlandia, dan lain-lain.
Penerbit Dar Al-Minhaj di Jedah, Saudi Arabia telah mencetak kitab ini untuk cetakan pertama pada tahun 1425 H/ 2004 dalam 10 jilid dengan ketebalan sekitar 5700-an halaman atas jasa tahqiq tim yang terdiri dari 10 ahli yang diketuai oleh Sholahuddin Al-Himshi.
Ad-Damiri wafat di Mesir pada tanggal 3 Jumada Al-Ula tahun 808 H dalam usia 66 tahun. Beliau dikuburkan di pekuburan Ash-Shufiyyah di Sa’id As-Su’ada’, Mesir.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين