Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
Kitab “Nihayatu Az-Zain” (نهاية الزين) adalah salah satu kitab fikih bermazhab Asy-Syafi’i yang cukup dikenal oleh kaum muslimin terutama di Indonesia. Dalam forum-forum “bahtsul masa-il” yang diadakan NU maupun tanya jawab yang diasuh oleh para ustaz ASWAJA, kitab ini biasa dikutip sebagai salah satu rujukan. Mungkin karena kitab ini memiliki kedudukan yang mendalam pada sebagian kyai, akhirnya nama kitab ini diadopsi menjadi nama pesantren. Di kampung Tebon Teki, Desa Tegalangus, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia berdiri pondok pesantren yang diberi nama “Ma’had Nihayatuz Zein Al-‘Ashri”.
Nama lengkap kitab ini sebagaimana disebut pengarang dalam muqoddimah adalah “Nihayatu Az-Zain Fi Irsyadi Al-Mubtadi-in” (نهاية الزين في إرشاد المبتدئين). Lafaz “nihayah” bermakna puncak/ujung sesuatu. “Zain” bermakna hiasan. “Irsyad” bermakna membimbing. “Mubtadi-in” bermakna para pemula. Jadi, dengan judul ini seakan-akan pengarang berharap kitabnya bisa membimbing para pemula dalam bentuknya yang paling indah.
Kitab ini adalah syarah dari kitab “Qurrotu Al-‘Ain” karya Al-Malibari (resensi Qurrotu Al-‘Ain bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul “Mengapa Kitab Qurrotu Al-‘Ain Terkenal Di Indonesia?”). Dari sisi posisinya sebagai syarah “Qurrotu Al-‘Ain” berarti kitab ini sama seperti kitab “Fathu Al-Mu’in”, hanya saja “Nihayatu Az-Zain” sedikit lebih tebal sehingga bisa digolongkan syarah “mutawassith” (pertengahan).
Pengarangnya bernama Nawawi Al-Jawi. Nama lengkap beliau, Abu Abdil Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi. Asalnya dari kampung Tanara wilayah Banten di pulau Jawa negara Indonesia. Beliau adalah salah satu faqih besar mazhab Asy-Syafi’i, mutashowwif dan juga seorang mufassir. Karya terkenal beliau di Indonesia cukup banyak. Wajar, beliau adalah ulama “pribumi”. Secara psikologis ini sangat mudah dimengerti jika kaum muslimin satu negeri akan memberi perhatian lebih tinggi. Apalagi karya-karya Nawawi Al-Jawi memang bermutu. Di antara karya terkenal tersebut adalah tafsir Al-Qur’an yang bernama “Maroh Labid”, ‘Uqudu Al-Lujain” untuk fikih rumah tangga, “Nur Azh-Zholam” yang mensyarah manzhumah “Aqidatu Al-‘Awam”, “Mirqotu Shu’udi At-Tashdiq” yang mensyarah kitab “Sullamu At-Taufiq”, “Kasyifatu As-Saja” yang mensyarah kitab “Safinatu An-Naja”, dan lain-lain. Penghargaan para ulama atas kedalaman dan keluasan ilmu beliau sampai membuatnya digelari “alimul hijaz” (عالم الحجاز)/ orang alimnya Hijaz. Akhlaknya rendah hati (tawadhu’). Saat mengarang kitab “Nihayatu Az-Zain” ini, beliau menyebut dirinya sebagai “qoshir” (pelajar pemula).
Kitab “Nihayatu Az-Zain” ditulis Al-Jawi dengan lafaz yang singkat, bahasa yang cukup renyah dan padat isi. Daftar isinya mengikuti susunan dalam kitab “Qurrotu Al-‘Ain”, yaitu diawali bab salat dan diakhiri bab pembebasan budak.
Referensi yang digunakan oleh Al-Jawi saat menyusun kitab ini -sebagaimana diterangkan beliau sendiri dalam muqoddimah- terutama sekali banyak mengutip dari kitab “Nihayatu Al-Amal Liman Roghiba Fi Shihhati Al-‘Aqidah Wa Al-‘Amal’ karya Abu Khudhoir Ad-Dimyathi. Dari kitab ini, Al-Jawi banyak mengambil kutipan terutama untuk syarah pada bagian awal kitab sampai bab “bai’” (jual beli). Selain itu, Al-Jawi juga mengambil rujukan dari kitab “Tuhfatu Al-Muhtaj” karya Ibnu Hajar Al-Haitami, “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli, “Fathu Al-Jawad” karya Ibnu Hajar Al-Haitami, “An-Nihayah” karya Waliyyuddin Al-Bashir, dan juga sejumlah hasyiyah. Jadi, berdasarkan fakta ini, kitab “Nihayatu Az-Zain” sesungguhnya adalah hasil kompilasi bacaan berbagai kitab yang disusun ulang, bukan mensyarah langsung dari Al-Jawi. Karena seperti ini metode penyusunannya, maka Al-Jawi memberi penekanan terkait validitas isinya. Al-Jawi mengingatkan bahwa jika ada konten yang benar dalam kitab “Nihayatu Az-Zain” ini, maka keutamaan itu semua kembali penulis kitab yang dijadikan rujukan Al-Jawi. Jika ada yang salah, maka hal itu adalah murni kesalahan beliau sehingga beliau berharap ada yang berkenan mengoreksinya.
Hanya jadi, jika dilihat isi “Nihayatu Az-Zain”, nampaknya Al-Jawi tidak hanya menelaah kitab-kitab fikih sebagai referensi. Hipotesis ini bisa kita jadikan pertimbangan pada saat menelaah sebagian syarah beliau. Saat Al-Jawi mensyarah makna “isim” pada lafaz “bismillah” di awal kitab misalnya, beliau menjelaskan bahwa “isim” itu ada 9 macam. Sembilan macam “isim” ini kemudian dijelaskan definisi maisng-masing oleh Al-Jawi dengan uraian definisi yang bersifat filosofis. Membaca syarah yang ditulis dengan cara seperti ini, kesan yang tertangkap adalah Al-Jawi mempelajari karya-karya Fakhruddin Ar-Rozi, ilmu kalam dan juga filsafat secara umum.
Sebelum memulai mensyarah lafaz pertama pada topik tertentu, secara umum Al-Jawi akan menjelaskan sejumlah informasi permulaan penting yang terkait dengan topik secara ringkas. Misalnya saat beliau hendak mensyarah bab salat, beliau awali dulu dengan penjelasan singkat macam-macam salat, posisi salat sebagai syariat yang “ma’lum minad din bidh dhoruroh”, kapan diwajibkan, dan hubungannya dengan salat para nabi. Saat menjelaskan tentang topik ilmu waris, beliau awali dulu dengan urain singkat tentang hak-hak tarikah seperti “tajhiz”, membayar utang, pelaksanaan wasiat dan lain-lain. Kemudian beliau jelaskan siapa saja ahli waris itu, bagaimana kondisi-kondisi yang membuat sebagian ahli waris gugur, bagaimana kondisi-kondisi yang mana warisan yang berlebih bisa dikembalikan kepada ahli waris. Pada saat membahas lafaz, Al-Jawi menguraikan lafaz yang diperkirakan memerlukan penjelasan detail baik secara bahasa maupun makna syar’inya. Sesekali jika diperlukan, Al-Jawi menjelaskan analisis nahwu sebagian ungkapan matan yang dirasa berpotensi ambigu.
Adapun manuskripnya, di antaranya bisa kita ditemukan di “Al-Maktabah Al-Azhariyyah” di Kairo; Mesir. Beberapa muhaqqiq yang pernah mentahqiqnya di antaranya ‘Alawi Abu Bakr Muhammad As-Saqqof (Assegaf), Abdullah Mahmud Muhammad Umar, dan lain-lain.
Di antara penerbit yang tercatat pernah mencetaknya adalah “Al-Mathba’ah Al-Wahbiyyah” tahun 1297 H, “Mathba’ah Syarof” 1299 H, “Musthofa Al-Baby Al-Halaby”, “Sulaiman Mar’i”, “Syarikatu Al-Mustaqbal Ar-Roqmi”, “Syarikatu At-Turots Li Al-Barmajiyyat”, “Dar Al-Fikr”, “Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah”, “Dar Al-Kutub Al-Islamiyyah”, “Dar Al-Basho-ir”, dan lain-lain.
“Dar Al-Fikr” di Beirut menerbitkan kitab “Nihayatu Az-Zain” dalam satu jilid dengan ketebalan sekitar 400-an halaman. “Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah” menerbitkannya tahun 1422 H/2002 dalam ketebalan 399 hlm dengan muhaqqiq Abdullah Mahmud Muhammad Umar.
An-Nawawi Al-Jawi wafat pada tahun 1317 H atau 1316 H.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
2 Comments
Jannptry
Kifarat,supir saya bersedekah,dan sebelum negasih apa yang di sedekah kan ,ia mengucap (kifarat pulan bin pulan),,
apakah itu, termasuk ,dalm pengertian kifarat,??
Admin
kafarat tidak wajib diberikan sambil mengucapkan kafarat. Boleh dilakukan, tp tdk mmepengaruhi keabsahan kafarat