Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Kitab “At-Tanqih” (التنقيح) adalah kitab fikih karya An-Nawawi yang mensyarah kitab “Al-Wasith” karya Al-Ghozzali. Telah kita ketahui bahwa kitab “Al-Wasith” adalah ringkasan kitab “Al-Basith” karya Al-Ghozzali juga. Kitab “Al-Basith” adalah ringkasan kitab “Nihayatu Al-Mathlab” karya Al-Juwaini, guru Al-Ghozzali. Kitab “Nihayatu Al-Mathlab” adalah syarah “Mukhtashor Al-Muzani” yang tersohor itu.
Hanya saja penulisan kitab “At-Tanqih” ini tidak tuntas. Kata Ibnu Al-Mulaqqin yang menukil dari ulama yang lain, An-Nawawi dalam kitab ini baru sampai pada bab syarat-syarat salat. Demikian pula yang dinyatakan oleh Al-Isnawi. Hanya saja As-Samhudi (w.911 H) menukil pendapat An-Nawawi dalam “At-Tanqih” yang mengesankan bahwa An-Nawawi sudah mensyarah sampai bab jual beli. Sebagian orang mengkompromikan dua data yang terkesan bertentangan itu dengan mengatakan bahwa An-Nawawi sebenarnya telah menyelesaikan kitab “At-Tanqih”. Hanya saja naskah manuskrip yang sampai kepada Ibnu Al-Mulaqqin dan Al-Isnawi hanya sebagian saja.
Arti harfiah “At-Tanqih’ adalah “tahdzib wa ishlah” yakni “koreksi dan perbaikan”. Pemilihan judul ini barangkali didasarkan pada kenyataan bahwa tidak semua pendapat fikih yang ditulis Al-Ghozzali dalam “Al-Wasith” adalah pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i. Oleh karena itu, An-Nawawi bangkit membuat syarah untuk kitab tersebut sekaligus mengoreksi mana pendapat yang tidak termasuk mu’tamad. Jadi, mungkin lebih akurat kitab ini tidak dikatakan sebagai syarah kitab “Al-Wasith”, karena sebuah syarah logikanya lebih tebal dari yang disyarahi. Kitab ini nampaknya lebih tepat disebut kitab koreksi pendapat-pendapat yang tidak mu’tamad dalam “Al-Wasith”. Posisinya seperti kitab “‘Umdatu An-Nuzh-zhor” karya Ibnu Qodhi ‘Ajlun yang mengoreksi pendapat-pendapat tidak mu’tamad dalam matan Abu Syuja’.
An-Nawawi memuji kitab “Al-Wasith” sebagai di antara kitab karya ulama Asy-Syafi’iyyah yang terbaik cara kompilasinya, cara penyusunannya, cara meringkasnya, cara menyajikan secara teliti, cara menguraikan berdasarkan kaidah, dan caranya dalam memudahkan untuk dikaji. Hanya saja, ada sejumlah hal dalam isinya yang perlu dikoreksi (ditanqih) dan memang untuk maksud itulah kitab “At-Tanqih” ini dibuat.
Dalam deretan kitab-kitab ulama Asy-Syafi’iyyah, kitab “At-Tanqih” menduduki posisi istimewa karena ia adalah salah satu dari kitab rujukan primer untuk mengetahui pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i. Kitab ini menduduki urutan ketiga dari sisi kekuatan setelah kitab “Al-Majmu’” sebagaimana pernah saya tulis dalam artikel yang berjudul “Urutan “Kekuatan” Kitab-Kitab An-Nawawi”.
Ada 12 macam kekeliruan dalam “Al-Wasith” yang dikoreksi An-Nawawi. Kekeliruan itu sangat wajar, karena “Al-Wasith” memang karya yang bisa dikatakan pertama kali dan menjadi pionir dalam memberikan inspirasi untuk tahrir mazhab. Lagipula, Al-Ghozzali banyak bertumpu pada karya-karya gurunya yakni Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini dalam menyusun Al-Wasith sehingga wajar jika ada sejumlah hal yang perlu dikoreksi. 12 macam kekeliruan itu jika dirinci, dalam hitungan Ibnu Abi Ad-Dam di kitab “Idhoh Al-Agholith” jumlahnya mendekati 50 waham. Dalam hitungan Al-Hamawi malah sampai 300 waham! Tapi yang ditulis An-Nawawi dalam kitab At-Tanqih ini tidak sebanyak itu.
Dua belas macam kesalahan kekeliruan dalam “Al-Wasith” yang dikoreksi An-Nawawi itu rinciannya adalah sebagai berikut,
Pertama: Kekeliruan dalam penjelasan hukum. Jenis kesalahan ini jumlahnya cukup banyak.
Kedua: Penegasan terhadap pernyataan yang disebut Al-Juwaini secara ihtimal dan pengabaian Al-Ghozzali terhadap manshush Asy-Syafi’i sementara para ulama Asy-Syafi’iyyah mutaqoddimin menyatakan sebaliknya. Jenis kesalahan ini juga banyak hanya saja lebih sedikit daripada kesalahan jenis pertama.
Ketiga: Penegasan terhadap qoul atau wajh dhoif. Kesalahan jenis ini lebih banyak daripada kesalahan jenis pertama dan kedua.
Keempat: menyebut qoulain dengan wajhain dan menyebut wajhain dengan qoulain. Kesalahan jenis ini banyak sekali.
Kelima: mentarjih riwayat marjuh dari Asy-Syafi’i dan ulama Asy-Syafi’iyyah mutaqoddimin.
Keenam: Tidak menjelaskan mana yang rojih dari dua qoul, dua wajh, dua ihtimal, dan dua thoriq. Al-Ghozzali juga tidak menjelaskan ikhtilaf dan bahwa suatu hukum itu ada dua qoul, dua wajh, dua thoriq dan seterusnya.
Ketujuh: Menjelaskan bahwa sesuatu itu dinilai keliru oleh banyak ulama padahal sebenarnya itu bukan keliru, tetapi hanya wajhun yang samar bagi orang yang menganggapnya keliru. Yang seperti ini banyak sekali dalam kasus hukum dan lughoh.
Kedelapan: Belum maksimal mengistinbath persoalan fikih penting yang digali dari kaidah-kaidah yang hampir-hampir tidak pernah ditemukan secara lugas sementara istinbath tersebut memang benar dan berharga seperti menyimpulkan bahwa ulat yang muncul dari benda najis itu hukumnya suci karena hukum asal hewan itu suci kecuali anjing dan babi.
Kesembilan: Belum maksimal menjelaskan kualitas hadis baik yang sahih, hasan, dho’if, munkar, syadz, maudhu’, maqlub, mushohhaf, maupun hadis-hadis yang diubah lafaznya, dhobth lafaznya, dan makna-makna hadis yang samar.
Kesepuluh: Belum maksimal menjelaskan sejumlah lafaz-lafaz ghorib baik lafaz arab, ajam, mu’arrobah, muwalladah, pembedaan lafaz-lafaz ini, isytiqoqnya, hududnya, mana yang mushohhaf, dhobathnya dan maknanya.
Kesebelas: Belum maksimal menjelaskan nama-nama rijal baik shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, fuqoha’, tokoh wanita, malaikat dan lain-lain. Topik ini mencakup membahasan nama lugas, kunyah, laqob, mubhab, nasb dan ughluthoh/mistake (ini bagian paling banyak).
Keduabelas: Mengurangi dan menambah lafaz yang sifatnya merusak makna.
An-Nawawi menegaskan bahwa hasil koreksi beliau dalam kitab “At-Tanqih” ini adalah hasil penelitian serius. Beliau menyebutnya “taftisy tam” (penyelidikan sempurna) dan “itqon” (perfection). Oleh karena itu, kitab ini layak untuk dijadikan rujukan.
Sebelum masuk ke pembahasan inti, An-Nawawi menuliskan sejumlah muqoddimah yang menjelaskan sejumlah topik agar lebih mudah menelaah “Al-Wasith”. Topik-topik yang dibahas An-Nawawi itu adalah pembahasan tentang pengertian qoul, wajh dan thoriq, pembahasan bagaimana cara mentarjih antara qoul qodim dengan qoul jadid, pembahasan bagaimana cara mengamalkan jika ada dua qoul atau dua wajh, pembahasan makna ucapan Asy-Syafi’i untuk mengikuti sunnah jika ada pendapatnya yang bertentangan dengan sunnah, pembahasan syarat hadis yang bisa dijadikan hujjah, pembahasan kehujjahan pendapat shahabat, pembahasan bagaimana cara meriwayatkan hadis dhoif yang sering diabaikan oleh para fuqoha, dan pembahasan biografi Al-Ghozzali.
Manuskrip kitab “At-Tanqih” bisa ditemukan di “Ma’had Al-Makhthuthot Al-‘Arobiyyah” di Kairo; Mesir. Di tempat ini mansukrip kitab “At-Tanqih” terdiri dari 120 lauhah/lembar/panel dan pembahasannya hanya sampai bab thoharoh dan salat. Manuskrip yang ada di sini adalah salinan dari “Al-Muthaf Al-‘Iroqi” (The National Museum of Iraq) di Baghdad, Irak.
Percetakan “Dar As-Salam” di Mesir mencetak kitab “At-Tanqih” dalam satu kitab dengan kitab “Al-Wasith” atas jasa tahqiq Ahmad Mahmud Ibrohim. Dalam cetakan tersebut, yang disertakan bukan hanya kitab “At-Tanqih” karya An-Nawawi tapi tiga syarah yang lain untuk kitab Al-Wasith yaitu kitab “Syarhu Musykili Al-Wasith” karya Ibnu Ash-Sholah, kitab “Syarhu Musykilati Al-Wasith” karya Hamzah Al-Hamawi, dan “Ta’liqoh Ibnu Abi Ad-Dam”.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين