Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Yang kita bicarakan dalam tulisan ini adalah salah seorang ulama besar mazhab Asy-Syafi’i yang hidup sekitar abad kelima hijriyyah sebelum masa An-Nawawi. Beliau adalah pengarang kitab “Al-Muhadzdzab” dan “At-Tanbih” yang tersohor itu. Beliau disebut Adz-Dzahabi sebagai Syaikhul Islam dan Mujtahid. Terkenal sebagai pribadi yang fasih lisannya, zuhud dan qona’ah. Kemuliaan dan kedekatannya dengan Allah disaksikan oleh banyak ulama. Pernah beliau mimpi bertemu dengan Rasulullah ﷺ dan Rasulullah ﷺ memanggilnya “Ya Syaikh”. Tentu saja mimpi se-luarbiasa ini membuat beliau sangat bergembira.
Lahirnya tahun 393 H di Fairuza Abadi, daerah Persia. Kunyahnya Abu Ishaq. Namanya Ibrohim bin Ali bin Yusuf. Di masa kecil, beliau belajar di ibukota negerinya, kemudian pindah ke Bashroh, kemudian dari situ ke Baghdad pada tahun 415 H dan menyempurnakan studi di sana. Di masa-masa popularitasnya, Wazir Nizhom Al-Mulk membangunkan “Al-Madrosah An-Nizhomiyyah” (semacam universitas) untuknya di tepi sungai Tigris. Tahun 476 wafatnya. Kata Adz-Dzahabi, Asy-Syirozi wafat pada tahun itu dalam keadaan belum menikah.
Pertanyaannya, bagaimana pelafalan yang lebih tepat terkait laqob beliau? Apakah Asy-Syirozi (الشِّيْراَزِيُّ) dengan mengkasrohkan “syin” ataukah Asy-Syairozi (الشَّيْراَزِيُّ) dengan memfathahkan “syin”?
Yang lebih tepat adalah melafalkannya Asy-Syirozi (الشِّيْراَزِيُّ) dengan mengkasrohkan “syin” sebagaimana dijelaskan oleh As-Sam’ani dalam kitab “Al-Ansab”. As-Sam’ani berkata,
“Asy-Syirozi adalah dengan mengkasrohkan “syin”, mensukunkan ya’, memfathahkan ro’ yang disusul alif sesudahnya dan diakhiri zay. Nisbah (nama) ini adalah ke kota Syiroz, yakni ibukota Persia dan pusat kekuasaan di negeri itu. Dari kota ini muncul banyak ulama dan sufi” (Al-Ansab, juz 3 hlm 491)
As-Sam’ani adalah pakar nasab. Tentu saja keterangan beliau lebih kredibel sehingga layak dipegang.
Keterangan senada juga disebut oleh Yaqut Al-Hamawi dalam kitab “Mu’jam Al-Buldan”. Beliau menulis,
“Syiroz adalah dengan mengkasrohkan (“syin”) yang diakhiri zay. (Nama ini adalah) Kota besar masyhur yang dikenal. Kota ini adalah ibukota negeri Persia. (Mu’jamu Al-Buldan, juz 3 hlm 380)
Tesis Nayif bin Zaid bin Mubarok yang mentahqiq kitab “Kifayatu An-Nabih” karya Ibnu Ar-Rif’ah hlm 27 catatan kaki no.3 juga menegaskan bahwa lafaz tersebut dibaca Syiroz.
Dalam banyak versi cetakan untuk berbagai kitab yang mengutip nama beliau, “dhobth” nama tersebut juga ditegaskan dibaca As-Syirozi.
Kalau begitu, siapa yang membacanya Asy-Syairozi dengan memfathahkan “syin”?
Saya belum tahu siapa yang memulainya. Di negeri ini beberapa kali saya membaca dalam sejumlah buku berbahasa Indonesia ada ustaz yang menuliskannya Asy-Syairozi. Demikian pula dalam sejumlah tulisan lepas di media sosial. Untuk kitab berbahasa Arab, pelafalan Asy-Syairozi dengan memfathahkan “syin” di antaranya disebutkan dalam kitab “Al-Mausu’ah Al-Muyassaroh fi Tarojimi A-Immati At-Tafsir wa Al-Iqro’ wa An-Nahwi wa Al-Lughoh”. Hanya saja saya belum tahu apa dasar pelafalan ini.
Barangkali yang membaca Asy-Syairozi terkacaukan dengan nama Asy-Syaizari (الشَّيْزَرِيُّ). Kedua lafaz ini memang sangat mirip. Hanya bertukar tempat antara huruf ro’ dan zay. Apalagi dalam khoth Arab zaman dulu, huruf-huruf yang ditulis umumnya masih belum diberi titik dan harokat sehingga antara dua lafaz tersebut bentuk fisiknya memang sama persis. Syiroz berbeda dengan Syaizar. Jika Syiroz adalah nama kota besar yang menjadi ibukota Persia, maka Syaizar adalah nama benteng yang terletak di antara Homs dan Hama di Suriah. Untuk pelafalan Syaizar, memang benar dilafalkan dengan memfathahkan “syin”. Ibnu Nuqthoh berkata,
“Adapun Asy-Syaizari, maka (lafaz ini dibaca) dengan memfathahkan “syin”, mensukunkan ya, memfathahkan zay dan mengkasrohkan ro’ “ (Ikmalu Al-Ikmal, juz 3 hlm 558)
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين