Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Dalam mazhab Asy-Syafi’i, disunnahkan berwudhu jika terpicu sesuatu sampai timbul amarah atau tergelincir menggunjing orang lain. An-Nawawi berkata,
ومن أنواع الوضوء المندوب تجديد الوضوء والوضوء في الغسل وعند نوم وغضب وغيبة
Di antara macam-macam wudhu yang disunnahkan adalah memperbarui wudhu (setiap kali batal), berwudhu saat mandi besar, pada saat (hendak) tidur, pada saat marah, pada saat menggunjing…(At-Tahqiq hlm 69)
Pernyataan seperti ini juga ditegaskan dalam Al-Majmu’, syarah Al-Muhadzdzab.
Barangkali An-Nawawi menyimpulkan hukum sunnah berwudhu setelah marah itu karena ada riwayat yang menyatakan bahwa marah itu dari Syetan, sementara Syetan itu dari api. Kita tahu, api bisa padam jika disiram dengan air. Meskipun riwayat ini dhoif, hanya saja para ulama tidak mengingkari anjuran berwudhu pada saat marah karena memang terbukti secara medis bisa meredakan panasnya amarah.
Adapun sunnahnya wudhu karena menggunjing/ghibah, barangkali itu didasarkan pada sejumlah atsar shahabat yang menganjurkan berwudhu setelah mengucapkan kata-kata buruk. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan,
عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ : يَتَوَضَّأُ أَحَدُكُمْ مِنَ الطَّعَامِ الطَّيِّبِ ، وَلاَ يَتَوَضَّأُ مِنَ الْكَلِمَةِ الْخَبِيثَةِ ، يَقُولُهَا لإِخِيهِ.
“Dari Aisyah, ia berkata, salah seorang di antara kalian berwudhu karena memakan makanan yang baik (daging unta) sementara dia tidak berwudhu karena mengucapkan kalimat yang busuk tentang saudaranya?! (H.R.Ibnu Abi Syaibah)
Riwayat senada disebutkan Al-Baihaqi,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَعَائِشَةَ، أَنَّهُمَا قَالَا: ” الْحَدَثُ حِدْثَانِ: حَدَثٌ مِنْ فِيكَ، وَحَدَثٌ مِنْ نَوْمِكَ، وَحَدَثُ الْفَمِ أَشَدُّ: الْكَذِبُ وَالْغِيبَةُ ”
“Dari Ibnu Abbas dan Aisyah bahwasanya mereka berkata, ‘Hadas itu dua macam yaitu hadas karena mulutmu dan hadas karena tidurmu. Hadas mulut itu lebih berat, yaitu dusta dan ghibah” (H.R.Al-Baihaqi dalam Syu’abu Al-Iman)
Fatwa Ibnu Taimiyyah lebih jauh lagi. Beliau mengatakan bahwa kita disunnahkan berwudhu setelah melakukan dosa apapun. Ibnu Taimiyyah berkata,
وَيُسْتَحَبُّ الْوُضُوءُ عَقِيبَ الذَّنْبِ
“Disunnahkan berwudhu setelah melakukan dosa” (Majmu’ Al-Fatawa, juz 5 hlm 306)
اللهم ارحم علماء المسلمين رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من التوابين واجعلنا من المتطهرين