Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
Diperkirakan, mazhab Asy-Syafi’i masuk ke negeri Yaman sekitar abad ke 4 H, yakni pasca masuknya Asy-Syarif Ahmad bin ‘Isa bin Muhammad bin Ali Al-‘Aridhi Al-Husaini tahun 319 H ke negeri tersebut. Tetapi, menurut As-Sayyid ‘Alawi bin Thohir bin Al-Haddad dalam kitab “Jana Asy-Syamarikh” dan “Itsmidu Al-Basho-ir”, mazhab Asy-Syafi’i sudah ada sebelum masa itu. Dalam sejarah sendiri tercatat imam Asy-Syafi’i pernah ditunjuk Daulah Abbasiyyah untuk menjadi qodhi/hakim di wilayah Najran (area dekat Yaman) pada tahun 179 H, sebelum akhirnya dipecat akibat fitnah orang yang tidak senang dengan beliau. Bisa jadi kehadiran Asy-Syafi’i di daerah ini adalah awal mulai benih-benih penyemaian mazhab Asy-Syafi’i di area tersebut. Yang jelas, pada hari ini mazhab Asy-Syafi’i adalah mazhab yang dominan di sana. Pondok-pondok pesantren yang disebut dengan istilah “Ribath” bertebaran di mana-mana untuk mengajarkan fikih mazhab Asy-Syafi’i.
Di Indonesia, minimal ada empat kitab fikih bermazhab Asy-Syafi’i tersohor yang semuanya dikarang oleh ulama-ulama Yaman yaitu “Al-Muqoddimah Al-Hadhromiyyah” karya Abdullah Bafadhl (w. 918 H), “Safinatu An-Naja” karya Salim Al-Hadhromi (w. 1271 H), “Sullam At-Taufiq” karya Abdullah Ba’alawi (w. 1272 H), dan “Al-Yaqut An-Nafis” karya Ahmad Asy-Syathiri (w. 1360 H).
Pecinta mazhab Asy-Syafi’i dari kalangan kaum muslimin di Indonesia juga tidak mungkin melupakan kitab fatwa yang berjudul “Bughyatu Al-Mustarsyidin”. Kitab ini menghimpun fatwa-fatwa ulama Yaman yang menjawab sekian banyak pertanyaan yang masuk kepada mereka. Daftar nama ulama yang fatwanya dihimpun dalam kitab ini adalah Abdullah bin Al-Husain Bafaqih, Abdullah bin Umar bin Abi Bakr, ‘Alawi bin Saqqof, Muhammad bin Abi Bakr Al-Asy-khor, dan Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi . Kitab ini termasuk di antara refrensi favorit dalam banyak forum “bahtsul masail” yang diadakan oleh ulama-ulama Nahdatul Ulama (NU). Dalam kitab “Bughyatu Al-Mustarsyidin” itu, saya pernah membaca satu pertanyaan menarik yang datang dari Jawa. Pertanyaannya adalah bagaimana hukum berkurban dari Jawa, tetapi membeli hewan kurbannya, menyembelihnya, dan membagi-bagikannya diwakilkan orang di Mekah. Jawaban yang disampaikan adalah sah, berdasarkan riwayat Nabi صلى الله عليه وسلم mengirimkan “hadyun” (hewan kurban yang disembelih dan dibagi ke tanah suci) dari Madinah dan dititipkan kepada Abu Bakar untuk ditangani.
Dr. Muhammad Badzib dalam penelitiannya menghitung ada 305 ulama besar Yaman yang berpengaruh dan berjasa menyebarkan mazhab Asy-Syafi’i di Yaman maupun di seluruh dunia Islam. Dari jumlah tersebut mayoritas adalah pengarang kitab. Kitab-kitab Asy-Syafi’iyyah yang lahir dari fuqoha’ Yaman dalam hitungan Badzib mencapai 875 judul, baik yang sudah tercetak maupun yang masih berupa manuskrip. Kitab-kitab itu dari segi ukuran bermacam-macam. Ada yang berbentuk “kutayyib” (buku kecil/makalah), kitab satu jilid, dan kitab berjilid-jilid. Dari jumlah ini, yang tercetak baru sekitar 40% saja sementara 60 % masih berupa mansuskrip. Yang tercetakpun masih sangat sedikit sekali yang telah ditahqiq.
Adapun topik-topik yang dibidik oleh para ulama Yaman itu, ragamnya lumayan variatif. Yang paling banyak topik tentang fikih umum (الفقه العام), kemudian berturut-turut di susul oleh kitab fatwa (الفتاوى), kitab ibadah (كتب العبادات), kitab mawaqit (كتب المواقيت), kitab muamalat (كتب المعاملات), kitab nikah (كتب الأنكحة), kitab waris (كتب الفرائض), kitab manasik (كتب المناسك), kitab kaidah-kaidah mazhab (كتب الضوابط المذهبية), dan kitab hilal (كتاب الأهلة). Gerakan intelektual yang paling hidup dan produktif menghasilkan karya tertulis adalah pada abad 14 Hijriyyah sementara masa yang paling sedikit produktivitasnya adalah abad ke 6 hijriyyah.
Perhatian ualma-ualam Yaman yang tinggi terhadap fikih umum itu adalah langkah tepat. Hal itu dikarenakan fikih umum itu membahas fikih secara teratur, runtut dan sistematis, mulai dari bab ibadah, muamalat, nikah, sampai jinayat. Pembahasan fikih umum adalah ringkasan ijtihad mujtahid masa lalu, juga ringkasan seluruh hasil tahrir mazhab agar orang mudah menguasai fikih mazhab. Hanya saja, bertumpu pada kitab jenis ini saja dan membatasi diri padanya juga kurang tepat karena kitab-kitab fikih umum itu tidak selalu bisa menjawab permasalahan-permasalah baru yang selalu berkembang. Oleh karena itu diperlukan fatwa-fatwa. Dari situlah kita lihat kitab-kitab fatwa yang dikarang oleh ulama Yaman menduduki posisi kedua dari sisi kuantitas setelah fikih umum. Kitab fatwa adalah cerminan masalah baru yang belum pernah dibahas dalam kitab fikih umum dan juga merekam bagaimana cara ulama mazhab merespon soal-soal baru untuk dihukumi dengan hukum Islam. Ada banyak pelajaran penting mengkaji kitab-kitab fatwa itu, karena kita disamping belajar dalil, istidlal, dan wajhul istidlal kita juga bisa belajar cara pikir dalam merespon persoalan kontemporer dengan sudut padang Islam.
Dari sekian tempat di negeri Yaman yang melahirkan ulama dan fuqoha’ Asy-Syafi’iyyah, yang paling banyak melahirkan tokoh dan ulama adalah Tarim (تريم). Dari kota ini muncul 90 ulama besar Yaman. Urutan berikutnya adalah Syibam/Shibam (شبام). Dari kota ini muncul 34 ulama besar Yaman. Selain dua kota penting ini, kota-kota lain yang juga melahirkan ulama besar adalah Wadi Dawan (وادي دوعن), Asy-Syihr (الشحر), Seiyun (سيون), Al-Hajaroin (الحجرين), Al-Ghurfah (الغرفة), Qaydun (قيدون), Habban (حبان), Al-Mukalla (المكلا), Taris (تريس), Al-Masilah (المسيلة), ‘Amd (عمد), ‘Aynat (عينات), Mayfa’ah (ميفعة), Ar-Rosyid (الرشيد), Al-Khuraibah (الخريبة), Huraidha (حريضة), Budah (بضة), Bur (بور), Bayhan (بيحان), Shabwah (شبوة), Ghayl Ba Wazir (غيل باوزير), Al-Hazm (الحزم), Al-Qotn (القطن), dan lain-lain.
Dari sekian banyak ulama Yaman itu, tidak semuanya tinggal di Yaman. Ada 230 orang yang memilih menetap di Yaman, sementara sisanya, yaitu 73 orang tersebar ke berbagai negeri seperti Mekah, Madinah, Aden, India, Mirbat (Zhofar), Jawa, Jedah, Timur Afrika, Mogadishu, Sabya, Singapura, Dzamar, dan lain-lain. Dari kota-kota yang disebutkan ini, kota yang masih masuk area Yaman berarti ulama tersebut bukan asli Yaman tetapi memutuskan tinggal di Yaman.
Mereka, para ulama yang mulia ini ada yang menjadi kyai saja (mudarris/pengajar), ada yang menjadi mufti, dan adapula yang menjadi qodhi/hakim. Malahan, ada pula yang menjadi penguasa. Yang terkenal berjumlah 4 orang yaitu Abdullah bin Rosyid Al-Qohthoni (w. 616 H), Abdullah bin Muhammad Al-‘Amudi/Adz-Dzamari (w. 840 H), Umar bin Ja’far Al-Katsiri (w. 1116 H?), dan Sholih bin Gholib Al-Qu’aithi Al-Yafi’i (w.1375 H). Empat orang yang disebut ini adalah mereka yang punya karya fikih. Selain mereka sebenarnya juga ada ulama yang menjadi penguasa, terutama dari keluarga Alu Katsir, hanya saja yang memiliki karya tertulis adalah empat orang yang disebutkan tadi.
Dengan gambaran seperti ini wajar, jika orang ingin mendalami fikih Asy-Syafi’iyyah maka salah satu kiblat terpentingnya adalah Yaman.
رحم الله علماء حضرموت رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين