Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Jika engkau mendengar perbuatan baik seorang muslim, maka janganlah berlebihan dalam memuji dan mengagumi, karena bisa jadi sesudah itu dia terpuruk dan akhirnya menjadi makhluk yang dibenci Allah. Sebaliknya, Jika engkau mendengar perbuatan buruk seorang muslim, maka janganlah bersorak dan mencela, sebab boleh jadi dia akan bertaubat dan akhirnya menjadi hamba Allah yang paling dicintai-Nya, yang bahkan bisa jadi menjadi lebih mulia daripada dirimu.
Terutama sekali dalam soal memuji. Berhati-hatilah dalam memuji. Jangan sampai engkau memuji seseorang secara berlebihan, karena bisa jadi pada suatu waktu Allah akan mengatur kondisi yang membuatmu menjadi sangat kecewa kepadanya dan bahkan berbalik sangat membencinya. Kalaupun benar bahwa orang yang engkau puji itu orang salih, maka pujianmu tidak menambah kebaikan untuknya, tetapi justru bisa malah membahayakannya karena bisa membinasakannya jika sampai pujian itu didengar oleh telinganya.
Bahaya terbesar pujian adalah menimbulkan sikap ‘ujub (kagum terhadap diri sendiri/narsisme/megalomania). Siapapun yang melakukan amal salih, lalu ujub dengan dirinya sendiri, maka musnah-lenyaplah amal salih tersebut. Al-Mawardi berkata,
“Sudah cukup bagimu (ujub itu) sebagai keburukan karena ia menghapuskan seluruh kebaikan/amal salih” (Adabu Ad-Dunya wa Ad-Din, hlm 237)
Rasulullah ﷺ pernah melihat seorang lelaki yang salat di masjid, kemudian bertanya kepada seorang shahabat yang bernama Mihjan Al-Aslami tentang orang tersebut. Mendapat pertanyaan itu, Mihjan dengan antusias menceritakan lelaki itu dan memuji-mujinya “setinggi langit”. Demi mendengar pujiannya yang seperti itu, Nabi ﷺ segera memerintahkannya untuk berhenti karena jika pujian itu didengar oleh lelaki yang dipuji itu, maka hal itu bisa membinasakannya. Al-Bukhari meriwayatkan dalam “Al-Adab Al-Mufrod” sebagai berikut ,
“Rasulullah ﷺ melihat seorang lelaki yang sedang salat, sujud, dan ruku, maka Rasulullah ﷺ bertanya kepadaku (Mihjan), ‘Siapa orang ini?’ Sayapun (menerangkan dengan) mulai memuji-mujinya. Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah dia adalah Fulan, dan orang ini….. ‘ maka Rasulullah (seketika menukas seraya) bersabda, ‘Stop. (jangan kau lanjutkan). Jangan sampai engkau membuatnya mendengar pujianmu sehingga engkau malah membinasakannya” (Al-Adab Al-Mufrod, hlm 125)
Suka memuji-muji orang dan mengelu-elukannya secara “lebay” bukan akhlak orang beriman. Apalagi menjadi penjilat yang memuji-muji pemilik dunia karena ada kepentingan yang ditargetkan. Orang beriman telah dibiasakan lisannya hanya untuk memuji Allah karena tahu bahwa hanya milik Allah sajalah segala puji. Orang beriman juga tahu bahwa Nabi ﷺ memerintahkan untuk menaburkan tanah pada mulut orang yang gemar memuji-muji. Kalaupun orang beriman memuji orang salih yang hidup sezaman dengannya atau sebelum zamannya, maka itu sekedarnya saja, tidak melampui batas, dan disesuaikan dengan kadar yang dipuji. Tujuannya pun syar’i, yakni untuk memberikan “tazkiyah”, supaya orang yang disaksikan kebaikannya itu bisa diambil ilmunya dan bisa ditiru akhlak serta adabnya, atau tujuan syar’i yang lain semisal menghargai dandanan istri sebagai realisasi perintah mempergauli istri dengan baik.
Sikap terbaik terhadap orang hidup yang zhohirnya terlihat baik bukan memuji-muji dan mengelu-elukannya, tetapi mendoakannya agar tetap istiqomah sampai akhir hayatnya dan mendoakannya agar bermanfaat untuk orang banyak. Adapun saat mensifatinya, maka kita tidak boleh memastikannya, tetapi hanya boleh dengan redaksi dugaan, karena kita tidak pernah tahu rahasia antara dia dengan Allah.
Adapun jika kita yang mendapatkan ujian pujian dari manusia, maka segeralah istighfar, meminta maaf atas banyak dosa yang masih ditutupi Allah sehingga dipuji manusia, selalu mengingat bahwa semua kelebihan yang kita miliki pada hakikatnya semua berasal dari Allah, lalu berdoalah dengan doa indah generasi salaf berikut ini,
“Ya Allah engkau lebih mengetahui tentang diriku daripada aku, dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka duga, ampunilah aku terkait dosa tidak mereka ketahui dan janganlah hukum aku karena apa yang mereka ucapkan”