Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Setiap bersalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, baik di dalam salat maupun di luar salat, kita akan ikut mendoakan “aalu Muhammad” (آلُ مُحَمَّدٍ). Misalnya kita mengucapkan,
Artinya,
“Ya Allah, berikanlah salawat kepada Muhammad dan kepada ‘aalu Muhammad’”
Jadi, keistimewaan “aalu Muhammad” adalah selalu diikutkan doa dalam salawat oleh kaum muslimin. Mengingat bersalawat kepada Rasulullah ﷺ adalah wajib bagi kaum muslimin dalam salat, yakni saat tasyahhud akhir, maka setiap muslim berarti minimal mendoakan “aalu Muhammad” minimal sebanyak 5 kali dalam sehari.
Keistimewaan “aalu Muhammad” tidak hanya di sini, tetapi mereka juga diharamkan makan zakat dan berhak mendapatkan sebagian harta rampasan perang. Jadi, Kekhususan “aalu Muhammad” itu terutama sekali pada 3 hal,
- Selalu ikut didoakan dalam salawat
- Haram memakan zakat
- Berhak mendapatkan jatah dari harta rampasan perang
Pertanyaannya, siapakah mereka? Apa arti “aalu Muhammad”?
Lafaz “aal” biasanya diterjemahkan “keluarga”. Surah Ali Imran (سورة آل عمران) biasa diterjemahkan “Surah keluarga Imran”. Jadi, makna sederhana “aalu Muhammad” berarti “keluarga Muhammad”.
Masalahnya, batasan makna “keluarga Muhammad” itu sampai mana? Apakah mencakup semua keluarga sampai moyang teratas Nabi Muhammad yang diriwayatkan dengan sanad sahih, yakni sampai ke Adnan? Ataukah khusus untuk keturunan Quraisy saja, yakni keturunan An-Nadhr bin Kinanah? Ataukah khusus hanya rumah tangga Nabi ﷺ dan keturunannya sampai akhir zaman?
Jawaban dari pertanyaan di atas adalah sebagai berikut.
Sesungguhnya “aalu Muhammad” itu tidak mencakup seluruh kerabat Nabi Muhammad ﷺ, tetapi hanya terbatas pada dua kabilah, yakni Bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib. Artinya, hanya keturunan Hasyim dan keturunan Al-Muttholib sajalah yang berhak disebut “aalu Muhammad”. Selain dari kedua kabilah ini, maka mereka tidak disebut “aalu Muhammad”.
Yang dimaksud Hasyim di sini adalah kakek buyut Nabi Muhammad ﷺ, yakni Hasyim bin Abdu Manaf. Adapun Muttholib, maka yang dimaksud adalah adik Hasyim tersebut, yakni Al-Muttholib bin Abdu Manaf. Putra-putra Abdu Manaf ada empat, yakni Abdu Syams, Hasyim, Naufal dan Al-Muttholib. Dari keempat putra Abdu Manaf ini, yang menjadi “aalu Muhammad” hanyalah keturunan Hasyim (Bani Hasyim) dan keturunan Al-Muttholib (Bani Al-Muttholib). Keturunan Abdu Syams dan Naufal tidak termasuk “aalu Muhammad”. Asy-Syafi’i berkata,
“Keluarga Muhammad adalah orang-orang yang diharamkan zakat untuk mereka dan mereka mendapatkan seperlima dari harta rampasan perang. Mereka adalah ahlusy-syi’b (keluarga nabi yang diboikot 3 tahun di Mekah) dan mereka adalah keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthalib” (Al-Umm, juz 2 hlm 88)
An-Nawawi juga menegaskan hal ini dalam “Roudhotu Ath-Tholibin”. Beliau berkata,
“Keluarga Nabi ﷺ adalah Bani Hasyim dan Bani Al-Mutthalib” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 1 hlm 263)
Dalil yang menjadi dasar ketentuan ini adalah hadis berikut,
“Dari Jubair bin Muth’im berkata; ‘Aku dan ‘Utsman bin ‘Affan berjalan menemui Rasulullah ﷺ, lalu kami katakan; “Wahai Rasulullah, baginda memberikan Bani Al Mutthalib tapi kami tidak, padahal kami di hadapan baginda kedudukannya sama”. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Hanya Bani Al Mutthalib dan Bani Hasyim saja yang satu (sama kedudukannya).” (H.R. Al-Bukhari)
Dalam hadis di atas, diceritakan ada dua orang shahabat Nabi ﷺ yang datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ untuk melakukan klarifikasi mengapa mereka tidak mendapatkan jatah 1/5 dari 1/5 rampasan perang. Mereka adalah Jubair bin Muth’im dan Utsman bin ‘Affan. Keduanya heran karena Bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib mendapatkan keistimewaan diberi sebagian rampasan perang, sementara mereka berdua tidak mendapatkan apa-apa. Keheranan mereka adalah karena mereka berdua merasa memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ﷺ yang setara jika dibandingkan dengan Bani Hasym dan Bani Al-Muttholib.
Patut dicatat, nasab Jubair bin Muth’im adalah Jubair bin Muth’im bin ‘Adiyy bin Naufal bin Abdu Manaf. Nasab Utsman adalah Utsman bin ‘Affan bin Abu Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf. Hasyim adalah putra Abdu Manaf sebagaimana Al-Muttholib juga putra Abdu Manaf. Artinya, Jubair bin Muth’im, Utsman bin Affan, Bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib semuanya bertemu pada satu moyang yang sama yakni Abdu Manaf. Oleh karena Rasulullah ﷺ termasuk salah satu keturunan Bani Hasyim, maka seharusnya perlakuan terhadap Jubair bin Muth’im dan Utsman bin Affan disamakan dengan bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib. Ini logika mereka.
Hanya saja, ternyata keputusan Rasulullah ﷺ adalah membedakan mereka. Memang benar putra-putra Abdu Manaf ada empat, yaitu Abdu Syams, Hasyim, Naufal dan Al-Muttholib. Akan tetapi yang dihitung Rasulullah ﷺ satu kelompok hanyalah Bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib saja. Artinya Bani Abdu Syams dan Bani Naufal tidak dihitung dan dianggap di luar kelompok mereka. Itulah makna ucapan nabi yang berbunyi,
Artinya,
“Hanya Bani Al Mutthalib dan Bani Hasyim saja yang satu (sama kedudukannya).”
Adapun mengapa dua kabilah ini, yakni Bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib diistimewakan, maka ini terkait dukungan mereka terhadap Rasulullah ﷺ sewaktu masih berdakwah di Mekah. Suatu saat Rasulullah ﷺ diboikot oleh orang-orang Quraisy, sampai harus mengungsi ke ceruk-ceruk bukit di Mekah selama 3 tahun dan hanya memakan dedaunan. Mereka menderita dalam waktu selama itu karena orang-orang Quraisy sepakat untuk tidak berjual beli dengan kaum muslimin, tidak menikahi wanita-wanita mereka, tidak mengajak berbicara dan tidak mengajak duduk bersama. Di masa-masa sulit itu, Bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib memutuskan untuk membela nabi Muhammad ﷺ. Adapun Bani Abdu Syams dan Bani Naufal, mereka malah memutuskan bergabung dengan Quraisy. Oleh karena itulah, wajar jika Bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib menjadi istimewa karena peristiwa ini. Abu Dawud meriwayatkan,
“Dari Sa’id bin Al Musayyab, telah mengabarkan kepadaku Jubair bin Muth’im, ia berkata; tatkala pada saat perang Khaibar, Rasulullah ﷺ meletakkan jatah kaum kerabat pada Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib, dan beliau meninggalkan Bani Naufal serta Bani Abdu Syams. Kemudian aku dan Utsman bin Affan pergi hingga datang kepada Nabi ﷺ, lalu kami berkata; wahai Rasulullah, mereka Bani Hasyim, kami tidak mengingkari keutamaan mereka karena posisi yang Allah tempatkan Anda diantara mereka, namun bagaimana dengan saudara-saudara kami Bani Muththalib? Anda telah memberikan kepada mereka dan meninggalkan kami, sementara kekerabatan kami adalah satu. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya kami dan Bani Al Muththalib tidak berpisah pada masa jahiliyah dan pada masa Islam, sesungguhnya kami dan mereka adalah sesuatu yang satu.” Dan beliau menjalin jari-jari beliau ﷺ . (H.R. Abu Dawud)
Dengan demikian “aalu Muhammad” hanyalah dibatasi pada Bani Hasyim dan Bani Al-Muttholib saja berdasarkan dalil-dalil ini. Kita bersalawat kepada mereka, tidak membayar zakat kepada mereka dan memberi mereka sebagian rampasan perang.
Sebagian ulama berpendapat “aalu Muhammad” adalah keturunan Nabi Muhammad saja. Sebagian lagi berpendapat bahwa mereka adalah Bani Hasyim, Bani Al-Muttholib dan istri-istri nabi Muhammad ﷺ. Sebagian lagi berpendapat bahwa mereka hanyalah Bani Hasyim saja. Sebagian lagi berpendapat mereka adalah umat Nabi Muhammad ﷺ yang bertakwa. Sebagian lagi berpendapat mereka adalah seluruh umat Islam.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
2 Comments
anwar
assalamualaikum tadz
mohon di bahas juga, mengenai hukum sholawat ghoiru ma’tsuroh seperti sholawat fatih, nariyah, thibbil qulub dan gubahan para ulama lainnya
Admin
Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh.
Terima kasih usulannya