Pertanyaan,
“Mengenai pengganti sujud tilawah dengan mengucapkan kalimat tasbihat, apakah dibolehkan ustadz?” (Odi Darmawan J)
Jawaban
Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Tidak perlu mengganti sujud tilawah dengan membaca tasbih dalam kondisi tidak mampu sujud, karena hukum sujud tilawah adalah sunah, bukan wajib. An-Nawawi berkata,
Artinya,
“Sujud tilawah hukumnya Sunnah” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 1 hlom 318)
Oleh karena hukum sujud tilawah adalah sunah, maka tidak ada beban jika ditinggalkan dan tidak perlu berfikir menggantinya dengan bacaan tasbih.
Rasulullah ﷺ pernah dibacakan ayat sajdah dan beliau tidak sujud tilawah dan tidak juga mengajarkan membaca bacaan tertentu sebagai penggantinya. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa bacaan tasbih untuk mengganti sujud tilawah itu tidak disyariatkan. Al-Bukhari meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Zaid bin Tsabit ia berkata, ‘Aku membacakan Surah An Najm di hadapan Nabi ﷺ maka beliau tidak sujud karenanya” (H.R. Al-Bukhari)
Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya soal ini. Beliau berfatwa bahwa tasbih atau doa pengganti sujud tilawah itu tidak ada asalnya. Jadi tidak bisa mewakili sujud tilawah. Bahkan hukumnya makruh jika diniatkan qiro’ah. Berikut ini jawaban beliau dalam dalam kumpulan fatwa beliau,
(فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ إنَّ ذَلِكَ لَا أَصْلَ لَهُ. فَلَا يَقُومُ مَقَامَ السَّجْدَةِ بَلْ يُكْرَهُ لَهُ ذَلِكَ إنْ قَصَدَ الْقِرَاءَةَ وَلَا يُتَمَسَّكُ بِمَا فِي الْإِحْيَاءِ أَمَّا أَوَّلًا فَلِأَنَّهُ لَمْ يَرِدْ فِيهِ شَيْءٌ، وَإِنَّمَا قَالَ الْغَزَالِيُّ: إنَّهُ يُقَالُ: إنَّ ذَلِكَ يَعْدِلُ رَكْعَتَيْنِ فِي الْفَضْلِ، وَقَالَ غَيْرُهُ: إنَّ ذَلِكَ رُوِيَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ، وَمِثْلُ هَذَا لَا حُجَّةَ فِيهِ بِفَرْضِ صِحَّتِهِ فَكَيْفَ مَعَ عَدَمِ صِحَّتِهِ. (الفتاوى الفقهية الكبرى (1/ 194)
Artinya,
“Beliau (Ibnu Hajar Al Haitami)-semoga Allah mengekalkan manfaat ilmunya- ditanya tentang ucapan “ghufronaka robbana wa ilaikal mashir” ketika orang tidak melakukan sujud tilawah karena dia sedang berhadas atau tidak mampu untuk sujud sebagaimana kebiasaan yang berlaku di kalangan kami. Apakah mengucapkan kalimat tersebut sudah mewakili sujud tilawah sebagaimana juga kebiasaan orang-orang mengucapkan kalimat thoyyibah di dalam masjid tanpa wudhu, yakni mengucapkan “subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar” karena itu sama nilainya dengan salat dua rokaat, sebagaimana dinukil oleh Syekh Zakaria rahimahullah dalam Syarah Ar-Roudh yang menukil dari kitab Ihya Ulumuddin. Termasuk pula (bagaimana hukum) ucapan seseorang dalam sujudnya yang berbunyi “sajada wajhiyal fani liwajhikal baqi”. Apakah bacaan ini memiliki sandaran sanad yang mu’tabar atau bolehkah dikatakan bahwa ucapan ini dibolehkan karena sesuai dengan konteks?
Maka beliau menjawab,
“Sesungguhnya hal tersebut tidak ada asalnya, jadi tidak bisa mewakili sujud tilawah bahkan itu dimakruhkan jika dimaksudkan qiroah. Apa yang terdapat dalam kitab Ihya Ulumuddin tidak bisa dipegang. Pertama, karena tidak ada riwayat yang menjelaskan hal tersebut. Al-Ghozzali hanya mengatakan, ‘Konon ucapan itu bisa setara dengan salat dua rokaat dalam hal keutamaan. Yang lainnya mengatakan bahwa hal tersebut diriwayatkan dari sebagian salaf. Ucapan yang seperti ini tidak bisa menjadi hujah dengan mengasumsikan sahih, maka bagaimana bisa menjadi hujjah jika sudah jelas tidak sahih?” (Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubro juz 1 hlm 194)
Sebagian ulama Asy-Syafi’iyyah mutaakhirin membolehkan tasbih sebagai ganti sujud tilawah. Di antaranya adalah Al-Qolyubi dalam hasyiyahnya. Beliau mengqiyaskan dengan salat tahiyatul masjid yang bisa diganti dengan tasbih. Wallahua’lam