Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Berapa kali engkau makan dalam sehari?
Tiga kali?
Empat kali?
Dua kali?
Satu kali?
Di manakah engkau makan?
Di rumah?
Di restoran?
Di warung kaki lima?
Di kos-kosan?
Di pinggir jalan?
Disamping makan makanan utama, apakah engkau juga makan cemilan?
Apakah juga makan buah-buahan?
Apakah rutin mengalokasian uang untuk jajan?
Minummu bagaimana?
Air putih saja, atau ada wedang-wedang khusus yang diminum tiap hari semisal wedang kopi, wedang teh, wedang jahe, wedang coklat, susu atau bahkan minuman-minuman “milenial” semisal coklat klasik, chatime, aneka juice dan semisalnya?
Berapa kali engkau minum dalam sehari?
Makan dan minum adalah kegiatan harian yang selalu dan pasti kita lakukan. Karena sudah terbiasa, umumnya kita melakukannya sebagai sesuatu yang naluriah saja. Dijalani begitu saja sehari-hari tanpa ada keistimewaan apapun.
Padahal, menurut kabar nabi tercinta kita, Nabi Muhammad ﷺ, sesungguhnya pada aktivitas makan dan minum kita itu ada peluang kita mendapatkan rida dan cinta Allah!
Bagaimana bisa?
Ya. Karena Rasulullah ﷺ bersabda sebagai berikut.
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنْ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا صحيح مسلم (13/ 273)
Artinya,
“Sesungguhnya Allah rida kepada seorang hamba ketika makan lalu dia memuji Allah karena makanan tersebut dan ketika minum kemudian memuji Allah karena nikmat minuman tersebut” (H.R. Muslim)
Jadi, ketika kita memakan makanan apapun, entah itu makanan berat, cemilan maupun buah-buahan, kita rasakan nikmatnya makanan saat kita cium aromanya, kita rasakan nikmatnya saat terkunyah dalam mulut kita, dan kita rasakan nikmatnya saat meluncur melewati keringkongan kita menuju ke lambung, kemudian kita merasa kenyang, lalu kita merasa bahagia, kita merasa tenang, kita merasa nyaman, kita merasa lega, kita merasa puas, kemudian kita berterima kasih kepada Allah atas nikmat makanan itu seraya membayangkan betapa banyaknya hamba Allah yang diuji dengan kelaparan dan tidak bisa makan makanan enak seperti yang kita rasakan, lalu lisan kita berucap penuh syukur “ALHAMDULILLAH, terima kasih ya Allah, matur nuwun atas nikmat makanan dari-Mu yang luar biasa hari ini” maka di saat itulah Allah rida kepada kita.
Ketika kita meminum minuman apapun, entah itu air putih, segelas teh manis, segelas juice nikmat, semangkuk es buah atau minuman apapun, kemudian kita rasakan nikmatnya minuman saat kita cium aromanya, kita rasakan nikmatnya saat kita hirup dalam mulut kita, dan kita rasakan nikmatnya saat kita teguk hingga meluncur melewati kerongkongan menuju ke lambung, kemudian kita merasa kenyang, lalu kita merasa bahagia, kita merasa tenang, kita merasa nyaman, kita merasa lega, kita merasa puas, kemudian kita berterima kasih kepada Allah atas nikmat minuman itu seraya membayangkan betapa banyaknya hamba Allah yang diuji dengan kehausan dan tidak bisa minum minuman enak seperti yang kita rasakan, lalu lisan kita berucap penuh syukur “ALHAMDULILLAH, terima kasih ya Allah, matur nuwun atas nikmat minuman dari-Mu yang luar biasa hari ini” maka di saat itulah Allah rida kepada kita.
Jika Allah rida pada kita, bukankah harapan untuk dikabulkan doa lebih besar?
Seperti anak kecil yang membantu ibunya menyapu, mengepel dan membersihkan piring, kemudian ibunya bangga dan senang terhadap anaknya. Jika sang anak setelah itu minta dibelikan roti, mungkinkah sang ibu akan memberinya batu?
Mari kita ubah mulai hari ini cara pandang terhadap aktivitas makan dan minum kita.