Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Pertanyaan apakah An-Nawawi bertasawuf ataukah tidak barangkali akan tetap menjadi perdebatan tergantung definisi, batasan dan persepsi terhadap tasawuf itu sendiri.
Jika tasawuf didefinisikan sebagai cara hidup zuhud, membersihkan jiwa, memperbaiki akhlak dan beribadah kepada Allah sepenuh hati mengikuti cara Rasulullah ﷺ dan para nabi, barangkali semua sepakat bahwa An-Nawawi bertasawuf. Akan tetapi jika tasawuf didefinisikan dengan makna istilahnya, yakni mazhab tertentu terkait cara pembersihan jiwa, lengkap dengan berbagai istilahnya seperti tarekat, mursyid, fana, baqo, dzauq, tajalli, mukasyafah, syariah, thoriqoh, haqiqoh, ma’rifah, qobdh, basth, shohw, sukr, lawa-ih, thowali, lawami, dan semisalnya maka inilah yang diperdebatkan.
Hanya saja, jika bertasawuf-tidak-nya seseorang dinilai dari kitab yang dikaji dan diajarkan, maka yang lebih obyektif adalah mengatakan bahwa An-Nawawi memang bertasawuf.
Salah satu bukti terbesar bahwa An-Nawawi bertasawuf adalah informasi yang mengatakan bahwa An-Nawawi di masa mudanya menjadikan kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah sebagai salah satu kitab yang dikaji. Kita tahu, kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah adalah salah satu kitab terpenting di dunia tasawuf. Pengarang kitab ini yakni Abdul Karim Al-Qusyairi menegaskan dalam mukadimahnya bahwa kitab ini memang beliau tulis untuk para sufi. Beliau berkata,
هذه رسالة كتبها الفقير إلى الله تعالى عبد الكريم بن هوازن القشيري، إلى جماعة الصوفية ببلدان الإسلام، في سنة سبع وثلاثين وأربعمائة. (الرسالة القشيرية (1/ 15)
Artinya,
Ini adalah buklet yang ditulis oleh Al-faqir ilallah: Abdul Karim bin Hawazin Al-Qusyairi kepada jamaah sufi di negeri-negeri Islam pada tahun 437 H (Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, juz 1 hlm 15)
Ibnu Al-Jauzi yang dikenal sangat keras mengkritik tasawuf dalam kitab beliau yang bernama Talbis Iblis juga menegaskan bahwa kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah memang kitabnya para sufi. Tak lupa beliau mengkritik kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah itu dengan sebutan kitab yang mengandung takhlit (pencampuradukan).
Jadi, kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah adalah kitab tasawuf dan kitab sufi tanpa bisa dibantah lagi.
Nah, terkait kitab ini, ternyata Ibnu Al-Atthor (murid An-Nawawi) menginformasikan bahwa sang guru mempelajari kitab tersebut di antara belasan kitab penting yang dipelajari An-Nawawi di masa muda. Ibnu Al-Atthor berkata dalam Tuhfatu Ath-Tholibin sebagai berikut,
سَمِعَ “البُخَارِيّ”، وَ”مُسْلِماً”، وَ”سُنَن أَبِيْ دَاوُد”، وَ”التِّرْمِذِيّ”، وَسَمِعَ “النَّسَائِيّ” بِقِرَاءَتِهِ، وَ “مُوَطَّأ مَالِك”، وَ”مُسْنَد الشَّافِعِيّ”، وَ “أَحْمَد بْن حَنْبَل”، وَ”الدَّارِمِيّ”، وَ”أَبَا عَوَانَة الأسْفَرَائِيْنِيّ”، وَ”أَبَا يَعْلى الْمَوْصِلِيّ”، وَ”سُنَن ابْن مَاجَه”، وَ”الدَّارَقُطْنيَّ”، وَ”البَيْهَقِي”، وَ”شَرْح السُّنَّة” لِلْبَغَوِيّ، وَ”مَعَالِم التَّنْزِيْل” فِي التَّفْسِيْر لَهُ، وِكِتَاب “الأَنْسَاب” لِلزُّبَيْر بْنِ بَكَّار ، وَ “الخُطَب النَّبَاتِيَّة” ، وَ”رِسَالَة القُشَيْرِيّ”،
Artinya: “Beliau (An-Nawawi) mendengar (mempelajari) Shohih Al-Bukhori, Shohih Muslim, Sunan Abi Dawud, dan Sunan At-Tirmidzi. Beliau juga mendengar (mempelajari) Sunan An-Nasai dengan qiroatnya, Muwattho Malik, Musnad Asy-Syafii, Musnad Ahmad, Musnad Ad-Darimi, Musnad Abu Awanah Al-Isfaroyini, Musnad Abu Yala Al-Maushili, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad-Daroquthni, Sunan Al-Baihaqi, Syarhu As-Sunnah karya Al-Baghowi, Maalim At-Tanzil dalam tafsir karya Al-Baghowi, Al-Ansab karya Az-Zubair bin Al-Bakkar, Al-Khuthob An-Nabatiyyah, dan Ar-Risalah karya Al-Qusyairi”
Ternyata tidak hanya sampai di sini. Disamping An-Nawawi mempelajari kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, ternyata beliau juga mengajarkannya setelah dipercaya menjadi guru besar di Dar Al-Hadits Al-Asyrofiyyah. Ibnu Al-Atthor berkata:
وقُرِيءَ عَلَيْهِ “الرِّسَالَة” لِلْقُشَيْرِيّ، وَ”صَفْوَة الصَّفْوَة”، وَكِتَاب “الحُجَّة عَلى تَارِكِ الْمَحَجَّة” لِنَصْر الْمَقْدِسِيّ؛ بَحْثاً وَسَمَاعاً.
Artinya: “Beliau mengajarkan kitab Ar-Risalah karya Al-Qusyairi, kitab Shofwatu Ash-Shofwah, dan kitab Al-Hujjah ‘ala Tariki Al-Mahajjah karya Nashr Al-Maqdisi dalam bentuk kajian (bahtsan) dan (koreksi dengan cara) menyimak.”
Orang yang mengkaji dan mengajarkan kitab tertentu, maka dalam nalar normal bermakna beliau menerima isi kitab tersebut, bahkan menilainya sebagai kitab terbaik karena diprioritaskan untuk beramal dan mengisi umur.
رحم الله النووي رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
***
SUMBER
Dikutip dan disadur dari buku AN-NAWAWI SANG WALI DAN KARYA-KARYANYA bab “Apakah An-Nawawi bertasawuf?”
Resensi lengkap buku AN-NAWAWI SANG WALI DAN KARYA-KARYANYA bisa dibaca di tautan ini.