Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Kedalaman dan keluasan pengetahuan An-Nawawi dalam fikih adalah perkara yang tidak diragukan lagi. Orang yang membaca kitab Al-Majmu’ akan mudah diyakinkan bahwa An-Nawawi memang bukan hanya menguasai fikih mazhab Asy-Syafi’i dengan segala variasi ikhtilaf internalnya, akan tetapi beliau juga menguasai pendapat-pendapat di luar mazhab Asy-Syafi’i. Melalui kitab seperti Al-Majmu’ inilah An-Nawawi mengajari kita betapa luasnya khazanah fikih yang dimiliki oleh kaum muslimin dalam sejarahnya.
Hanya saja, mengajar lewat buku adalah hal yang umum terjadi dan semua mewajarkan hal itu.
Yang luar biasa adalah jika ada ulama yang “mengajar” fikih melewati mimpi. Ini yang tidak biasa dan menjadi istimewa! Tapi, itulah yang terjadi pada An-Nawawi.
Kisah An-Nawawi memberi informasi terkait ilmu fikih melalui mimpi ini diceritakan oleh Al-Barizi (w. 738 H) kepada muridnya; Ibnu Al-Wardi (w. 749) pada bulan Dzulqo’dah tahun 713 H. Kita tahu, Al-Barizi adalah pengarang matan terkenal dalam mazhab Asy-Syafi’i yang bernama Az-Zubad (nama lengkapnya; Az-Zubad Fima ‘Alihi Al-Mu’tamad). Dari kitab itu kemudian lahir manzhumahnya yang dkenal dengan nama Shofwatu Az-Zubad (atau Alfiyyatu Az-Zubad) yang dikarang oleh Ibnu Roslan (w. 844 H) yang kemudian dihafalkan oleh banyak penuntut ilmu di berbagai ribath dan pondok pesantren.
Ibnu Al-Wardi, sang murid juga menjadi ulama terkenal. Beliaulah pengarang manzhumah yang bernama Al-Bahjatu Al-Wardiyyah yang merupakan mukhtashor dari kitab Al-Hawi Ash-Shoghir karya Al-Qozwini.
Bagaimana kisah An-Nawawi “mengajar” fikih lewat mimpi itu? Begini ringkasnya.
Suatu saat Al-Barizi bermimpi bertemu dengan An-Nawawi. Al-Barizi bertanya tentang hukum puasa Dahr (puasa sepanjang masa) dan apa pilihan pendapat An-Nawawi terkait masalah tersebut? An-Nawawi menjawab bahwa ada duabelas (12) pendapat ulama terkait masalah itu. Ketika Al-Barizi terbangun, beliau menghabiskan waktu setahun penuh untuk menyelidiki di kitab-kitab ulama terkait masalah ini. Beliau melakukan itu karena belum ada di zamannya satu kitab khusus yang mengupas masalah puasa Dahr. Setelah penelitian panjang itu, ternyata data yang ditemukan Al-Barizi sama persis sebagaimana yang diinfokan An-Nawawi, yakni ada 12 pendapat ulama tentangnya! As-Sakhowi menulis,
Artinya,
“Diantara karomah beliau (An-Nawawi) adalah apa yang juga diceritakan oleh Ibnu Al-Wardi pada saat menceritakan biografi gurunya; Syarofuddin Al-Barizi, yakni sebuah kisah yang diceritakan kepadanya (Ibnu Al-Wardi) pada bulan Dzulqa’dah tahun 713. Beliau (Al-Barizi) melihat An-Nawawi dalam mimpi kemudian beliau bertanya, ‘Apa pilihan pendapatmu terkait puasa selamanya?’ Beliau (An-Nawawi) menjawab, ‘Dalam masalah ini ada 12 pendapat di kalangan para ulama’. Al-Barizi berkata, ‘Ketika aku bangun maka aku mendapati memang seperti itu’. (As-Sakhowi menjelaskan) Yakni setelah melakukan penelitian, karena saya tidak melihat pendapat-pendapat tersebut dikumpulkan oleh seorang ulama dalam satu kitab. Ibnu Al-Wardi menghitung kisah ini sebagai karomah gurunya juga” (Al-Manhal, hm 27)
Dari kisah ini, akhirnya ulama menjadikannya sebagai salah satu contoh karomah An-Nawawi sekaligus karomah Al-Barizi.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
***
SUMBER
Dikutip dan disadur dari buku AN-NAWAWI SANG WALI DAN KARYA-KARYANYA bab “Karomah An-Nawawi”
Resensi lengkap buku AN-NAWAWI SANG WALI DAN KARYA-KARYANYA bisa dibaca di tautan ini.