Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Barangkali Rasulullah ﷺ dahulu sudah mendapatkan wahyu dari Allah, bahwa di akhir zaman nanti akan ada orang-orang yang (dengan cara yang halus nan licin) menjadi musuh agama dan mengajak benci agama Islam, padahal lahirnya dia tampak sebagai seorang intelektual. Ajakan benci agama Islam secara lugas, frontal dan menantang tentu saja akan mendapatkan perlawanan keras. Hanya saja, jika ajakan benci itu mengambil cara yang halus, yakni melalui pintu ajakan kebencian terhadap bangsa Arab, kemudian berlanjut kebencian terhadap semua yang datang dari Arab, dan berakhir kebencian terhadap dakwah yang dibawa orang-orang Arab, yakni agama Islam, maka barangkali tidak semua orang lekas menyadarinya.
Mungkin karena sudah ada wahyu terkait hal ini, maka secara khusus Rasulullah ﷺ memberi ajaran dengan berbagai redaksi hadis baik eksplisit maupun implisit untuk mencintai bangsa Arab yang akan bermanfaat memblokir kecenderungan berbahaya seperti itu.
Hadis-hadis yang mengajarkan untuk mencintai bangsa Arab itu ternyata jumlahnya cukup banyak, sampai bisa dikumpulkan dalam satu kitab oleh ulama ahli hadis yang bernama A-Iroqi. Kitab itu bernama Mahajjatu Al-Qurob Ila Mahabbati Al-‘Arob (محجة الْقرب إِلَى محبَّة الْعَرَب). Dalam sejumlah cetakan dan manuskrip, kitab ini kadang disebut Al-Qurob fi Mahabbati Al-‘Arob, Al-Qurob fi Fadhli Al-‘Arob, dan Mahajjatu Al-Qurob fi Fadho-il Al-‘Arob. Terbitan Dar Al-‘Ashimah dengan menyertakan catatan kaki pentahqiqnya mencetak kitab ini dalam 500 halaman lebih.
Sejumlah intelektual yang membenci bangsa Arab sampai taraf zenofobia mungkin akan terkejut mengetahui fakta bahwa ada kitab khusus yang mengumpulkan hadis-hadis Nabi ﷺ untuk mencintai bangsa Arab seperti ini. Tentu saja, fakta ini akan menjadi pukulan yang cukup keras terhadap propaganda yang mengajak membenci bangsa Arab baik secara kasar maupun halus.
Diksi mahajjah yang dipilih oleh pengarang sebagai judul kitab ini bermakna thoriq/jalan. Al-Qurob adalah bentuk jamak dari qurbah yang bermakna ibadah. Jadi, secara harfiah kitab ini bermakna “Jalan Ibadah Untuk Mencintai Bangsa Arab”. Tampak jelas bahwa pengarang memandang bahwa mencintai bangsa Arab termasuk jenis ibadah, cinta karena Allah dan tergolong amal salih. Bukan cinta biasa, cinta alami dan cinta natural yang tidak memiliki nilai amal salih.
Pengarangnya adalah Al-Iroqi, seorang pakar hadis terkenal abad 9 H. Nama panjangnya Zainuddin Abdurrohim bin Al-Husain Al-‘Iroqi (w. 806 H). Kepakaran beliau dalam ilmu hadis tidak perlu diragukan. Salah satu karyanya yang monumental adalah penelitian beliau terhadap kualitas hadis dan riwayat dalam kitab Ihya’ Ulumiddin karya Al-Ghozzali yang dituangkan dalam kitab berjudul Al-Mughni ‘an Hamli Al-Asfar fi Al-Asfar fi Takhriji ma fi Al-Ihya min Al-Akhbar. Dari sisi ini, kitab Mahajjatu Al-Qurob Ila Mahabbati Al-‘Arob mendapatkan sentuhan kredibilitas kuat karena yang mengarang adalah pakar hadis sehingga memang layak menulis kitab-kitab yang terkait hadis. Kesalihan dan kedudukan beliau dalam din beliau juga tergolong istimewa. Salah satu kisah indah tentang beliau adalah mimpi yang dialami murid beliau yang bernama Al-Haitsami. Suatu saat Al-Haitsami melihat Rasulullah ﷺ dalam mimpi sementara di sebelah kanannya ada Nabi Isa alaihissalam dan sebelah kirinya ada Al-Iroqi!
Validitas penisbahan kitab ini kepada Al-Iroqi tidak pelru diragukan lagi. Al-Iroqi sendiri menegaskan dalam mukadimah kitab ini bahwa beliaulah memang pengarangnya. Ibnu Fahd dalam Lahzhu Al-Alhazh juga menegaskan kitab ini dikarang oleh Al-Iroqi. Demikian pula Ibnu ‘Arroq dalam Tanzih Asy-Syari’ah Al-Marfu’ah, Isma’il Al-Baghdadi dalam Idhoh Al-Maknun, Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah, Al-Haitami dalam Mablaghu Al-Arob fi Fadhoil Al-‘Arob dan lain-lain.
Beberapa kesimpulan penting yang disampaikan Al-Iroqi secara implisit dengan mengarang buku ini adalah sebagai berikut
- Allah mewajibkan mencintai Arab dan tulus terhadap mereka
- Allah mengharamkan membenci Arab dan menipu mereka
- Allah menetapkan bahwa mencintai Arab bermakna mencintai Rasulullah ﷺ dan tanda iman
- Allah menilai kebencian terhadap Arab adalah cermin sifat munafik dan murtad dari agama
- Allah menetapkan bahwa menipu Arab membuat orang terhalang memperoleh syafaat pada hari kiamat
Memang, mencintai bangsa Arab adalah sebagian dari iman. Mengingkarinya adalah kekufuran atau minimal menjadi sebab kekufuran. Ibnu Taimiyyah berkata,
اقتضاء الصراط المستقيم لمخالفة أصحاب الجحيم (1/ 435) بغض جنس العرب، ومعاداتهم: كفر أو سبب للكفر
“Membenci bangsa Arab dan memusuhi mereka adalah kekufuran atau sebab kekufuran” (Iqtidho’ Ash-Shoroth Al-Mustaqim, juz 1 hlm 435)
Anda bisa mendaftar sendiri contoh-contoh orang-orang yang sudah mengeluarkan kata-kata kufur atau murtad yang diawali kebencian terhadap bangsa Arab.
Anehnya, kebanyakan pembenci Arab adalah orang-orang yang selama ini mengajak untuk toleran, humanis, mengajarkan pluralisme, demokrasi, egalitarianisme, dan semua jargon “indah” lainnya. Ironisnya, sikap ucapan dan tulisan-tulisan mereka sangat zenofobik terhadap bangsa Arab. Benci yang sungguh tidak masuk akal dan di luar nalar. Orang mudah menyimpulkan bahwa perilaku seperti itu adalah sikap hipokrit dan inkonsisten.
Di zaman dulu, sekte yang dikenal membenci bangsa Arab adalah sekte Asy-Syu’ubiyyah. Mereka merendahkan bangsa Arab, mengagung-agungkan bangsa non Arab dan berambisi mengembalikan kekuasaan di tangan non Arab. Harb Al-Kirmani; Murid imam Ahmad menyebut pemikiran mereka sebagai bid’ah.
Sebenarnya, sudah cukup kenyataan bahwa Rasulullah ﷺ diangkat dari bangsa Arab untuk mencintai Arab dan menunjukkan keutamaan mereka. Barangsiapa ingin mendapatkan dalil-dalil lebih detail dan rinci terkait topik ini, maka silakan mengkaji serius kitab Al-Iroqi ini.
Apakah mencintai Arab melebihi bangsa lainnya itu tidak bermakna diskriminatif dan rasis?
Jawabannya begini,
Mengakui karunia yang diberikan Allah kepada sebagian hamba-Nya itu tidak bisa disebut diskriminatif atau rasis (inipun hanya dengan asumsi setuju istilah diskriminatif dan rasis itu berkonotasi negatif. Jika kita tidak setuju dengan istilah ini, maka persoalannya lebih jelas lagi). Jika Allah memuliakan salah satu hamba-Nya melebihi lainnya, maka itu hak Allah karena Dia yang menciptakan dan Dia pula yang mengatur dan membagi-bagi karunia-Nya dengan hikmah yang diketahui-Nya. Allah memuliakan Adam melebihi malaikat dan itu tidak bermakna diskriminatif. Allah memilih nabi terakhir dari Arab, bukan dari Jawa atau Cina dan itu hak Allah dan tidak bermakna diskriminatif. Allah menjadikan sebagian hambanya raja sementara yang lain rakyat jelata, sebagian kaya sementara yang lain miskin, sebagian sehat sementara yang lain cacat, sebagian menjadi manusia sementara yang lain menajdi hewan dan seterusnya. Semuanya adalah hak prerogatif Allah karena semua milik Allah dan Dialah yang menentukan siapa diuji apa dan dengan cara apa diuji. Tugas hamba Allah hanya menyembah Dia sebaik-baiknya, bukan mempertanyakan kebijakan, keputusan dan ketentuan-Nya apalagi menggugatnya. Allah berfirman,
{ لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ} [الأنبياء: 23]
“Allah tidak ditanya tentang apa yang Dia lakukan tetapi mnerekalah yang ditanya” (Al-Anbiya’; 23)
Hanya saja, mencintai Arab bukan bermakna cinta buta. Mencintai Arab adalah karena mereka mengemban Islam. Agama Islamlah yang memuliakan Arab sehingga umat Islam memuliakan mereka. Jika orang Arab jauh dari Islam dan malah memusuhi Islam, maka lenyaplah cinta tersebut dan harus diganti benci karena Allah. Dengan kata lain, mencintai Arab itu adalah jenis cinta karena Allah. Kita mencintai mereka karena kesalihan mereka dan karena jasa mereka menyebarkan kalimatullah. Bukan mencintai mereka semata-mata karena rasnya sehingga bersifat membuta terhadap segala sesuatu yang berasal dari Arab.
Mencintai orang Arab juga tidak boleh sampai level menciptakan fakhr, kibr, kesombongan dan keangkuhan bangsa Arab zaman ini sehingga merasa lebih mulia di sisi Allah daripada non Arab. Sudah jelas bahwa dalam Agama Islam, kemuliaan itu diukur dari ketakwaan bukan dari ras. Keutamaan yang diberikan Allah kepada bangsa Arab mestinya justru malah membuat takut mereka. Yakni rasa takut tidak bisa mengemban amanah menjadi teladan umat sehingga dibenci Allah sebagaimana Bani Israel yang awalnya dipilih Allah kemudian dibenci karena tidak bisa mengemban amanah menjadi teladan bagi hamba Allah lainnya.
Jadi, cinta pada bangsa arab adalah cinta proporsional. Bukan cinta buta fanatis tak masuk akal yang malah menggiring pada chauvinisme Arab. Cinta kepada bangsa Arab adalah cinta proporsional, jenis cinta karena Allah yang akan membawa kebaikan kepada umat manusia sekaligus menjaga agama Islam agar tidak dirusak oleh para pembenci Islam.
Adapun jumlah bab dalam kitab ini, Al-Iroqi membaginya menjadi 20 bab. Tiap bab dibuat judul khusus dan diisi dengan hadis-hadis sesuai topik bab itu. Semua hadisnya disebut lengkap dengan sanadnya mulai dari guru-guru beliau sampai ke Rasulullah ﷺ. Oleh karena Al-Iroqi adalah seorang ahli hadis, maka saat menyebut hadis beliau juga menjelaskan takhrij hadisnya dan melakukan ulasan terhadap kredibilitas perawinya. Kemudian, Al-Haitsami, yakni murid Al-Iroqi meringkas karya gurunya ini dengan cara membuang sanadnya dalam karya yang berjudul Mablaghu Al-Arob fi Fadhoil Al-‘Arob.
Adapun kualitas hadis dalam kitab ini, maka itu bercampur antara hadis sahih, hasan, gharib, masyhur, bahkan maudhu’. Alasan Al-Iroqi melakukannya adalah karena beliau bermaksud membuat kompilasi terlengkap tentang keutamaan bangsa Arab dan keharusan mencintai mereka sehingga tidak ada satupun riwayat yang terluput, tanpa mempedulikan apakah riwayat itu sahih ataukah tidak. Tugas pakar hadis sesudah masa Al-Iroqilah untuk menyaring mana riwayat yang sahih, hasan, daif dan maudhu’. Mana riwayat daif yang masih bisa dipakai untuk fadhoil amal dan mana riwayat daif yang sudah tidak bisa dipakai sama sekali, dan seterusnya.
Manuskrip kitab ini bisa ditemukan di antaranya di “Al-Maktabah Al-Markaziyyah” bi Jami’ati Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah di Riyadh; Saudi Arabia, “Maktabah Al-Mushogh-ghorot Al-Filimiyyah bi Qismi Al-Makhthuthot bi Al-Jami’ah Al-Islamiyyah” di Al-Madinah Al-Munawwaroh; Saudi Arabia, “Al-Maktabah Al-Mahmudiyyah (Maktabah Al-Malik Abdul Aziz) di Al-Madinah Al-Munawwaroh; Saudi Arabia, “Dar Al-Kutub Al-Mishriyyah”/Dar Al-Kutub wa Al-Watsa-iq Al-Qoumiyyah” di Kairo; Mesir, “Al-Maktabah Al-Azhariyyah” di Kairo; Mesir, “Al-Khudaiwiyyah” di Kairo; Mesir, “Al-Maktabah Al-Ashifiyyah” di Haidarabad; India, Maktabah Ma’had Al-Biruni li Ad-Dirosat Asy-Syarqiyyah di Tashkent; Uzbekistan, Bibliothèque nationale de France” di Paris; Prancis, “The Berlin State Library” di Berlin: Jerman, “Princeton Library” di Universitas Princeton di New Jersey; Amerika Serikat, dan lain-lain.
Kitab ini diterbitkan oleh Dar Al-‘Ashimah Atas jasa tahqiq Abdul Aziz bin Abdullah bin Ibrahim Az-Zir Alu Hamad dengan ketebalan 584 halaman
رحم الله العراقي رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين