PERTANYAAN
Assalamualaikum ustadz.
Saya bunda X dari Surabaya. Ngapunten mau tanya. Apakah sah apabila suami talak istri dalam kondisi marah, banyak tekanan dari luar, pikiran stress kacau, terus talak saya dalam kondisi haid dan menyerahkan ke orang tua saya tanpa ada saya. Apakah sudah jatuh talak kah? Kita berpisah rumah, belum bertemu sejak ada masalah. Terus cara rujuk yang sesuai syar’i dalam masa idah bagiamana nggih? Talak suami masih 4 hari. Mohon penjelasannya ustadz. Matur nuwun.
Wassalam (Bunda X, Surabaya)
JAWABAN
Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh.
Betul bunda. Talak karena marah tetap jatuh, meskipun suami yang menjatuhkan talak mengaku pikiran kacau dan tidak sadar. Lagipula, talak memang umumnya dijatuhkan dalam kondisi marah. Sampai hari ini saya belum pernah mendengar orang mentalak sambil tersenyum dengan wajah ramah.
Dalil yang menunjukkan jatuhnya talak orang yang marah adalah hadis yang menceritakan kisah zhihar Aus bin Ash-Shomit kepada istrinya. Waktu itu Aus bertengkar dengan istrinya kemudian dengan marah berkata kepadanya, “Bagiku, punggungmu seperti punggung ibuku”. Kalimat ini, yakni kalimat menyerupakan istri dengan ibu, di masa jahiliyyah dihukumi talak. Ketika kasus ini dilaporkan kepada Rasulullah ﷺ, maka beliau menghukuminya sah, tetapi statusnya diringankan dari tradisi jahiliyyah. Ucapan itu tidak dihukum Rasulullah ﷺ sebagai talak, tetapi dihukumi zhihar yang mendekati talak. Ia termasuk ucapan munkar sehingga harus ditebus dengan kafarat.
Peristiwa di atas menunjukkan status marah tidak bisa disamakan dengan status gila, hilang akal atau tidak sadar. Ucapan orang marah tetap sah dan berlaku konsekuensi hukumnya.
Dalil lain yang menguatkan adalah hadis berikut ini,
عَنْ أَبِي مُوسَى، قَالَ: أَرْسَلَنِي أَصْحَابِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ الحُمْلاَنَ، فَقَالَ: «وَاللَّهِ لاَ أَحْمِلُكُمْ عَلَى شَيْءٍ» وَوَافَقْتُهُ وَهُوَ غَضْبَانُ، فَلَمَّا أَتَيْتُهُ، قَالَ: ” انْطَلِقْ إِلَى أَصْحَابِكَ فَقُلْ: إِنَّ اللَّهَ، أَوْ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْمِلُكُمْ “( صحيح البخاري (8/ 138)
Artinya,
“Dari Abu Musa menuturkan: sahabat-sahabatku mengutusku menemui Nabi ﷺ agar aku menanyai beliau mengenai kendaraan untuk mengangkut kami. Tetapi beliau bersabda: “Demi Allah, saya tidak akan mengikutsertakan kalian naik kendaraan.” Ketika itu kutemui beliau dalam keadaan marah. Ketika aku mendatangi beliau di waktu selanjutnya, beliau bersabda: “Temuilah kawan-kawanmu, dan katakan kepada mereka bahwa Allah atau Rasulullah mempunyai kendaraan untuk mengangkut kalian.” (H.R.Al-Bukhari)
Dalam hadis di atas diceritakan Rasulullah ﷺ marah dan bersumpah tidak akan membawa beberapa shahabat dalam jihad. Tapi kemudian beliau menebus sumpahnya dan membawa sejumlah shahabat tadi. Hal ini menunjukkan sumpah orang yang marah sah yang bisa disimpulkan bahwa marah tidak menghalangi keabsahan ucapan.
Al-Malibari berkata,
واتفقوا على وقوع طلاق الغضبان وإن ادعى زوال شعوره بالغضب (فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين (ص: 507)
Artinya,
“Mereka bersepakat jatuhnya talak orang yang marah meskipun dia mengklaim kesadarannya hilang karena kemarahan itu” (Fathu Al-Mu’in, hlm 507)
Al-Bakri dalam I’anatu Ath-Thalibin menjelaskan kalimat di atas dengan menukil fatwa Syamsuddin Ar-Ramli sebagai berikut,
سئل الشمس الرملي عن الحلف بالطلاق حال الغضب الشديد المخرج عن الاشعار: هل يقع الطلاق أم لا؟ وهل يفرق بين التعليق والتنجيز أم لا؟ وهل يصدق الحالف في دعواه شدة الغضب وعدم الإشعار؟ فأجاب: بأنه لا اعتبار بالغضب فيها. نعم: إن كان زائل العقل عذر. اه. (إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين (4/ 9)
Artinya,
“Syamsudin Romli ditanya tentang sumpah dengan talak pada saat sangat marah yang membuat orang menjadi tidak sadar: ‘Apakah talak nya jatuh ataukah tidak? Apakah dibedakan antara talak ta’liq dengan talak tanjiz? Apakah bisa dibenarkan orang yang bersumpah terkait dengan klaimnya bahwa dia sangat marah dan tidak sadar? Beliau menjawab bahwa kemarahan itu tidak dipertimbangkan. Ya, kalau dia hilang akal maka baru dimaafkan” (I’anatu Ath-Thalibin, juz 4 hlm 9)
Adapun hadis yang menyatakan bahwa talak tidak sah dalam kondisi mughlaq, maka itu tidak bermakna talak orang marah tidak sah. Makna talak tidak sah dalam kondisi mughlaq adalah dalam kondisi terpaksa. Dengan kata lain, talak orang yang dipaksa tidak sah karena kondisinya sepeti pintu yang tertutup (mughlaq). Ibnu Hajar Al-Haitami berkata,
«لَا طَلَاقَ فِي إغْلَاقٍ» وَفَسَّرَهُ كَثِيرُونَ بِالْإِكْرَاهِ كَأَنَّهُ أُغْلِقَ عَلَيْهِ الْبَابُ أَوْ انْغَلَقَ عَلَيْهِ رَأْيُهُ وَمَنَعُوا تَفْسِيرَهُ بِالْغَضَبِ لِلِاتِّفَاقِ عَلَى وُقُوعِ طَلَاقِ الْغَضْبَانِ قَالَ الْبَيْهَقِيُّ، وَأَفْتَى بِهِ جَمْعٌ مِنْ الصَّحَابَةِ وَلَا مُخَالِفَ لَهُمْ مِنْهُمْ (تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي (8/ 32)
Artinya,
“ (riwayat) ‘Tidak ada talak dalam kondisi ighlaq’ (penafsirannya sebagai berikut): Kebanyakan ulama menafsirkannya dengan ikrah (pemaksaan) seakan-akan pintu ditutup baginya atau seakan-akan pikirannya telah tertutup. Mereka tidak bisa menerima penafsiran lafal tersebut dengan kemarahan karena sudah ada kesepakatan jatuhnya talak orang yang marah. Al-Baihaqi berkata, ‘Sejumlah sahabat telah memfatwakan seperti itu dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang membantahnya” (Tuhfatu Al-Muhtaj, juz 8 hlm 32)
Adapun talak dalam kondisi haid, maka itu yang dinamakan talak bid’ah. Statusnya tetap jatuh tapi suami yang menjatuhkannya berdosa.
Cara rujuk syar’i bisa dibaca pada artikel saya yang berjudul CARA RUJUK DALAM ISLAM
atau ceramah saya DI IRTAQI CHANNEL yang berjudul Bagaimana Tata Cara Rujuk yang Benar dalam Islam?
Wallahua’lam