PERTANYAAN
Tanya Ustaz. Jadi wanita yang ditinggal wafat suaminya tidak boleh keluar rumah selama masa iddah. Batasan keluar rumah ini seperti apa? Apa beli sayur di bakul sayur sebelah rumah itu termasuk keluar rumah? Terus bagaimana juga dengan wanita yang bekerja. Menjadi guru misalnya. Apa juga tidak boleh mengajar selama masa iddah? Jazakumullah. (Ana Sholikha)
JAWABAN
Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Wanita yang ditinggal wafat suaminya wajib menjalani masa idah dan tidak boleh keluar rumah di masa idah tersebut. Batasannya adalah selama tidak ada uzur syar’i, maka haram keluar rumah. Di antara contoh-contoh uzur syar’i itu adalah,
- Ada dhoror misalnya ada kebakaran, banjir, rumah runtuh, potensi rampok, potensi perkosa bahkan sekedar tetangga yang jahat sehingga hidupnya sangat susah jika harus tinggal di tempat itu.
- Jual beli untuk kebutuhan makanan dan pakaian (kebutuhan pokok).
- Berada di Darul Harbi yang mengharuskan dia berhijrah ke Darul Islam
- Menunaikan hak orang lain misalnya membayar utang, mengembalikan titipan
- Rumahnya kontrakan dan habis masa kontrak
- Rumahnya dipinjami orang lalu yang meminjami ingin menarik kembali
- Dia hidup di tengah-tengah suku nomaden, sehingga harus pindah mengikuti perpindahan sukunya
- Berzina sehingga harus terkena hukuman taghrib (pengasingan)
Adapun hajat yang tidak mendesak yang bersifat ziyadat (tambahan), maka itu bukan alasan yang membolehkan keluar rumah. Jadi haram keluar rumah untuk hajat-hajat seperti itu. Contoh hajat yang tidak mendesak; main ke rumah teman, nongkrong, berbisnis untuk mengembangkan harta, menyegerakan haji padahal masih bisa ditunda, haji kedua, dan semisalnya.
An-Nawawi berkata,
يَجِبُ عَلَى الْمُعْتَدَّةِ مُلَازَمَةُ مَسْكَنِ الْعِدَّةِ، فَلَا تَخْرُجُ إِلَّا لِضَرُورَةٍ أَوْ عُذْرٍ، فَإِنْ خَرَجَتْ، أَثِمَتْ، وَلِلزَّوْجِ مَنْعُهَا، وَكَذَا لِوَارِثِهِ عِنْدَ مَوْتِهِ، وَتُعْذَرُ فِي الْخُرُوجِ فِي مَوَاضِعَ.
مِنْهَا: إِذَا خَافَتْ عَلَى نَفْسِهَا أَوْ مَالِهَا مِنْ هَدْمٍ أَوْ حَرِيقٍ، أَوْ غَرَقٍ، فَلَهَا الْخُرُوجُ (روضة الطالبين وعمدة المفتين (8/ 415)
Artinya:
“Wanita yang menjalani masa iddah wajib tetap tinggal di rumah tempat idah dan dia tidak boleh keluar kecuali karena kebutuhan mendesak atau karena uzur. Jika dia keluar, maka dia berdosa dan suaminya berhak untuk mencegahnya. Demikian pula ahli warisnya (berhak mencegahnya) pada saat dia (suaminya) mati. Dia diizinkan untuk keluar dalam beberapa kondisi. Di antaranya dia mengkhawatirkan keselamatan dirinya atau hartanya seperti terkena reruntuhan atau kebakaran atau tenggelam. Dalam kondisi ini dia boleh keluar” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 8 hlm 415)
Intinya hanya kebutuhan muhimmat (mendesak, darurat, pokok) saja yang boleh keluar rumah. Kebutuhan yang sifatnya zaidat (tambahan) dan tidak mendesak tidak membolehkan wanita keluar rumah di masa idah.
Adapun wanita yang bekerja sebagai pengajar misalnya, maka harus dilihat kondisinya. Jika dia sudah punya harta atau pemasukan untuk menjamin kehidupannya, maka dia wajib mengajukan cuti untuk menjalani masa idah. Jika dia tidak punya harta, maka dia boleh bekerja untuk memenuhi kebutuhannya itu dan menjalani masa idah sepulang mengajar. Kebutuhan lembaga bukan standar yang membolehkan keluar rumah, tapi kebutuhan wanitalah yang membolehkan wanita keluar rumah.
Wallahu a’lam