Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Siapapun yang bergelut dengan manuskrip-manuskrip Arab, hampir mustahil tidak mengenal Fuat Sezgin. Karya besarnya berjudul Geschichte des Arabischen Schrifttums berjumlah 17 jilid yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dengan judul Tarikh At-Turats Al-‘Araby. Kitab tersebut adalah semacam kitab indeks untuk kitab-kitab Islam yang yang tersebar di berbagai penjuru dunia, lengkap dengan informasi lokasi manuskripnya. Karya ini melengkapi kerja keras Carl Brockelmann sebelumnya yang berjudul Geschichte der arabischen Litteratur dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi Tarikh Al-Adab Al-‘Araby.
Ketekunan dan keseriusan Fuat Sezgin dalam belajarnya tampak dari waktu yang beliau habiskan setiap hari untuk meneliti dan mengkaji. Kira-kira 17 jam sehari beliau habiskan hanya untuk belajar saja. Fuat Sezgin berkata,
“My teacher [Ritter] asked me one day how many hours I work a day. I said, I work 13-14 hours a day; then he said I cannot be a scientist with these work hours; if I want to be a real scientist, I should work more than 17 hours. After that, I continued working approximately 17 hours a day until the age of 70. After 70, I had to work less, which is 13-14 hours a day.”
Bisakah Anda membayangkan, seperti apa kondisi seorang istri yang suaminya menghabiskan waktu 17 jam sehari untuk bergelut dengan ilmu? Berapa banyak kira-kira waktu untuk istrinya? Kapan waktu bercanda, waktu bercengkerama, dan waktu berkasih-kasihan?
Memang, dari dulu para ilmuwan dan ulama yang sibuk dengan ilmu itu memiliki banyak kisah unik nan menakjubkan.
Istri Az-Zuhri berkata, “Demi Allah, buku-buku (suami saya) ini, bagiku lebih berat daripada tiga madu!”
Al-Bukhari dalam semalam bisa terbangun sebanyak 20 kali hanya untuk mencatat ilham-ilham ilmu yang datang pada beliau di malam itu!
Sibawaih sangat sibuk dengan proyek besarnya menulis kitab nahwu yang diberi nama Al-Kitab. Istrinya sangat cemburu karena hampir tidak ada waktu untuknya. Saat Sibawaih ke pasar, dibakarlah konsep kitab itu. Begitu pulang dan Sibawaih tahu, pingsanlah dia dan seketika diceraikanlah wanita itu!
Ibnu Rusyd, pengarang kitab Bidayatu Al-Mujtahid wa Nihayatu Al-Muqtashid yang dipakai rujukan di pesantren Gontor, tidak pernah libur belajar kecuali dua hari saja. Yakni saat menikah dan saat ayahnya wafat!
An-Nawawi tidak tidur sambil berbaring selama dua tahun. Setiap mengantuk sambil belajar, maka beliau tidur sambil duduk dengan bersandar pada buku-buku. Setelah beberapa saat, beliau terbangun lagi lalu belajar lagi!
Konon istri Al-Albani menuangkan sepenuh mangkok tinta pada kitab-kitab beliau karena demikian cemburu waktu Al-Albani menghabiskan banyak untuk kitab-kitabnya, bukan untuk istrinya!
Memang, bagi orang-orang yang benar-benar sudah “jatuh cinta” dengan ilmu, maka posisi wanita dan istri itu –maaf, para wanita tidak perlu tersinggung- di bawah kenikmatan bergelut dengan ilmu.
Salah satu syair yang dinisbahkan kepada Asy-Syafi’i (atau Az-Zamakhsyari) jika diterjemahkan kira-kira berbunyi begini,
“Ketukan jariku untuk menepis debu yang menempel di buku,
Bagiku lebih merdu daripada suara gadis merindu”
An-Nawawi juga memutuskan tidak menikah, dan memilih sibuk dengan ilmu.
Abu Nashr As-Sijzi saat masih menuntut ilmu didatangi seorang wanita. Dengan semangat khidmat, wanita itu menawarkan dirinya untuk menjadi istrinya dan ia juga siap memberikan uang 1000 dinar untuk kepentingan menuntut ilmu. Tapi beliau menolak dan meminta wanita itu pergi!
Padahal, satu dinar itu setara dengan 4,25 gram emas. Harga emas tanggal 16 Juli 2020 per-gram adalah Rp. 949.000,-. Jadi satu dinar itu kira-kira setara dengan 4 juta. Maknanya, 1000 dinar kira-kira setara dengan 4 milyar!
Lelaki biasa jika ditawari wanita “gratis” ditambah uang 4 milyar, tentu saja semua itu akan segera “disambar”. Tapi tidak bagi ulama yang cinta ilmu dan memiliki niat spesial dalam mencari ilmu. Semua itu ternyata seakan-akan di matanya “tidak ada harganya”.
Inilah gambaran menjadi istri orang yang sibuk dengan ilmu.
Tidak hanya di dunia Islam. Di luar dunia islampun kisahnya mirip-mirip. Anda seharusnya tahu bagaimana kisah perjanjian Albert Einstein saat menikah dengan istrinya.
Jadi, jika Anda para wanita yang belum menikah, jika memutuskan untuk menerima lamaran ahli ilmu dengan kualitas tinggi, atau memutuskan menawarkan diri menjadi istri ahli ilmu dengan gambaran seperti di atas, ukurlah kesiapan Anda untuk menghadapi model kehidupan sehari-hari seperti itu.
Jika Anda termasuk wanita yang terlalu senang bermanja-manja, agak ogah-ogahan dalam berkhidmat, senang banyak menghabiskan waktu ber-romantis-romantis ria, pelesiran ke tempat-tempat wisata, banyak bercengkerama dengan suami, dan mencurhatkan segala yang terasa, sebaiknya berfikir “seribu kali” untuk menikah dengan tipe suami demikian.
Ini tentu saja tidak dimaksudkan melarang wanita bermanja-manja, ber-romantis ria, bercengkerama, bertamasya dan curhat kepada suami. Semua itu wajar sebagai manusia. Tetapi, jika intensitasnya menuntut cukup banyak, sepertinya memang wanita tipe demikian tidak cocok menjadi istri orang yang sibuk dengan ilmu.
Kuatirnya tidak kuat dan malah cerai.
Jangan seperti istri Sibawaih. Hanya karena sang istri tidak bisa merasakan betapa besarnya kedudukan ilmu di hati suaminya, dia membuat tindakan fatal yang berakibat dia ditalak.
Tetapi,
Jika Anda memang siap dan kuat atau justru malah sangat menikmati, maka bisa jadi Anda akan mendapatkan pahala amal jariah yang tak terkira, jika Anda memiliki peran besar terhadap suami berkualitas Anda. Bisa jadi juga dengan amal itu Anda mendapatkan rida Allah sebagaimana Allah rida terhadap Khadijah sehingga membangunkan untuknya istana di surga karena peran beliau yang luar biasa mendukung, membantu dan berkorban untuk Rasulullah ﷺ.
رحم الله علماء المسلمين أجمعين
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين