Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Dalam Al-Qur’an, petani itu salah satu lafal yang dipakai untuk mengungkapkannya adalah kāfir (الكافر) yang dijamakkan menjadi kuffār (الكفار).
Makna bahasa kāfir adalah orang yang menutupi, karena kāfir berasal dari kata kafara (كفر) yang bermakna menutupi. Karena itu petani disebut kāfir karena ia menutupi biji yang hendak ditanam dengan tanah.
Jadi ayat dalam Al-Qur’an ini,
Ayat di atas jangan diterjemahkan,
“(kehidupan dunia itu) seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan orang-orang kafir”
Tapi terjemahkan,
“(kehidupan dunia itu) seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani”
Lawan orang beriman disebut kāfir, karena mereka adalah orang-orang yang menutup mata batinnya untuk menerima kebenaran dan tanda/ayat dari Allah yang sangat jelas sejelas sinar matahari. Mereka juga menutupi nikmat-nikmat Allah, tidak mau mengakuinya sehingga tidak ada niat sama sekali untuk mengabdi kepada-Nya.
Sudah jelas Nabi Muhammad ﷺ itu utusan Allah dengan banyak bukti nyata seperti Al-Qur’an dan yang lainnya, tapi mereka menolak dan menutupi matanya untuk menerimanya apalagi mengikutinya.
Oleh karena itu orang-orang Quraisy yang memusuhi Rasulullah ﷺ disebut kafir, karena menolak kenabian Rasulullah ﷺ padahal mukjizat keindahan bahasa Al-Qur’an tidak bisa dibantah.
Orang-orang Yahudi juga disebut kafir karena mereka menolak kenabian Rasulullah ﷺ dan tidak mau mengikutinya, meskipun mereka percaya adanya Allah, percaya pada nabi, percaya hari akhir dan memiliki kitab suci.
Semua orang yang belum masuk Islam juga disebut kafir dari sisi ini. Yakni karena tidak mau mengikuti Nabi Muhammad ﷺ , baik karena mereka keras kepala maupun karena tidak mau memikirkan bukti-bukti kenabian Rasulullah ﷺ.
Istilah kaffārah juga diambil dari makna ini. Konsepsi kaffārah itu menutup, maksudnya menutupi dosa. Jadi orang yang berhubungan suami istri di siang hari di bulan Ramadan, ia dihukumi melakukan dosa, dan dosa itu harus ditebus alias ditutupi dengan cara berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai kaffārah dosa tersebut. Semua konsepsi kaffārah dalam fikih seperti inilah maknanya, entah itu kaffārah sumpah, kaffārah ẓihār, dan lain-lain.
Wallahua’lam