Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Sedekah sudah di anjurkan saat harta mulai berlebih. Allah berfirman,
Artinya,
“Mereka bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan/sedekahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih.’” (Al-Baqarah/2:219)
Maksud berlebih adalah sudah melebihi kebutuhan pokok.
Tidak peduli berapa lebihnya, sedikit ataupun banyak.
Standarnya, jika harta tersebut kita sedekahkan maka tidak sampai taraf MENYENGSARAKAN DIRI atau menjadi BEBAN orang lain.
Contoh manajemen sederhana yang dilakukan di zaman Nabi ﷺ begini,
Jika ada orang yang bekerja harian dan penghasilannya harian, maka pertama-tama penghasilan itu dipakai untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga intinya, setelah itu sisanya disedekahkan. Tidak peduli sedikit ataupun banyak. Urusan besok, tawakal kepada Allah dan bersiap bekerja lagi mencari karunia Allah.
Jika penghasilannya bukan harian/tidak rutin dan tidak menentu, tetapi begitu dapat harta biasanya langsung banyak, maka uangnya akan disisihkan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga setahun, setelah itu sisanya langsung disedekahkan.
Rasulullah ﷺ termasuk jenis ini. Beliau tidak selalu mendapatkan harta tiap hari, tetapi sekali mendapatkan harta dari ganimah atau fai’, nilainya bisa milyaran. Dari situ beliau menyisihkan harta untuk nafkah istri-istrinya yang berjumlah 9 selama setahun termasuk semua yang beliau tanggung seperti budak-budak dan hewan-hewan. Sisanya baru dibagi-bagi di kalangan kaum muslimin dan diinfakkan di jalan Allah. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Umar dia berkata: “Harta benda bani Naḍīr adalah fai’ (harta rampasan) yang Allah berikan kepada Rasul-Nya tanpa mengharuskan kaum Muslimin untuk mengarahkan seekor kuda atau unta pun (untuk berperang). Hal itu khusus diberikan untuk Nabi ﷺ, dari fai’ tersebut beliau memberi nafkah kepada keluarganya selama setahun, selebihnya beliau berikan untuk persiapan kendaraan dan persenjataan dalam jihad fi sabilillah.”
Jadi, orang yang penghasilannya rutin perpekan, berarti bisa menyisihkan kebutuhan keluarga perpekan dulu sebelum sisanya disedekahkan.
Orang yang penghasilannya rutin perbulan, berarti bisa menyisihkan kebutuhan keluarga perbulan dulu sebelum sisanya disedekahkan.
Jika penghasilan perhari saja sudah tidak jelas, dan tidak tahu bisa makan atau tidak, maka dia justru berhak dapat sedekah, bukan bersedekah.
Catatan,
Ini kisah nyata. Saya punya tetangga di Batu. Sekitar tahun 2013 saya mendapatkan informasi ini. Beliau seorang tukang kebun. Jelas bukan orang kaya. Menengah saja bukan. Upahnya harian. Antara 35.000-45.000 perhari. Beliau punya istri dan anak yang masih kecil. Dengan upah senilai itu, ternyata beliau masih menyisihkan dari penghasilannya untuk sedekah harian!
Keyakinan beliau, itu adalah “zakat” dari rezeki yang beliau terima hari itu. Entah sesederhana apa makanan harian yang beliau sediakan untuk keluarganya. Yang jelas, amalan beliau ini sungguh mengingatkan saya dengan kebiasaan Sahabat di zaman Nabi ﷺ . Raḥimahullāhu raḥmatan wāsi’ah.
*
22 Jumādā Al-Ūlā 1442 H