Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Jika ada rumah tangga yang bermasalah, jangan mudah menyarankan untuk bercerai.
Misalnya datang seorang lelaki. Dia mengeluhkan sebagian sifat buruk istrinya. Lalu dengan mudah kita menyarankan,
“Ya sudah, ceraikan saja. Wanita kan, masih banyak!”
Atau datang seorang wanita. Dia curhat karena kecewa dengan beberapa watak suaminya yang membuatnya sering sakit hati dan lelah. Kemudian dengan gampangnya kita memberi saran,
“Menurutku, kalau sudah tidak kuat ya, mau bagaimana lagi. Segera urus perceraian. Wanita juga berhak bahagia!”
Jangan.
Jangan seperti itu.
Jangan semudah itu menyarankan perceraian.
Ada beberapa alasan penting mengapa kita tidak boleh sembarangan menyarankan cerai.
PERTAMA,
Menyarankan perceraian bisa termasuk dosa takhbīb (التخبيب), yakni dosa merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya. Takhbīb dilakukan dengan cara memperbesar rasa kekecewaan terhadap suami sehingga kekecewaan malah berubah jadi kebencian lalu berakhir dengan perceraian. Takhbīb termasuk jenis merusak rumah tangga, bukan nasihat yang berpahala. Rasulullah ﷺ mengancam siapapun yang melakukan takhbīb, maka ia tidak diakui sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ. Abu Dawud meriwayatkan;
Artinya:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Bukan dari golongan kami orang yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya.”” (H.R.Abu Dawud)
KEDUA,
Allah menyebut dalam Al-Qur’an bahwa memisah suami istri adalah perbuatan tukang sihir. Sudah diketahui bahwa sihir adalah termasuk maksiat besar dan tergolong salah satu dari tujuh dosa yang membinasakan. Jadi, orang yang mudah menyarankan cerai secara tidak bijak terancam masuk dalam golongan orang-orang yang perbuatannya setara dengan tukang sihir. Allah berfirman,
Artinya,
“dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya,” (Al-Baqoroh;102)
KETIGA,
Menceraikan pasangan suami istri adalah “prestasi” hebat setan yang dipuji oleh Iblis. Jadi orang yang gampang menyarankan cerai itu secara tidak sadar bisa termasuk “tim sukses” yang memuluskan program Iblis. Imam Muslim meriwayatkan;
Artinya,
“Dari Jabir berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air lalu mengirim bala tentaranya, (setan) yang kedudukannya paling dekat dengan Iblis adalah yang paling besar godaannya. Salah satu diantara mereka datang lalu berkata: ‘Aku telah melakukan ini dan itu.’ Iblis menjawab: ‘Kau tidak melakukan apa pun.’ Lalu yang lain datang dan berkata: ‘Aku tidak meninggalkannya hingga aku memisahkannya dengan istrinya.’ Beliau bersabda: “Iblis mendekatinya lalu berkata: ‘Bagus kamu.’” (H.R.Muslim)
KEEMPAT
Cerai itu melepas ikatan agung yang disebut Allah sebagai “mīṡāqan galīẓā” (perjanjian yang berat). Padahal dalam Al-Qur’an, Allah hanya menyebut “mīṡāqan galīẓā” itu untuk tiga peristiwa,
- Perjanjian dengan para nabi
- Perjanjian dengan Bani Israel dengan gunung di angkat di atas mereka
- Akad nikah
Jadi seakan-akan, akad nikah itu sama agungnya dengan perjanjian Allah saat menyumpah para nabi supaya menyembah Allah dan menyampaikan risalah kepada umat manusia. Akad nikah juga seakan sama agungnya dengan momen saat Allah menyumpah Bani Israel untuk melaksanakan Taurat dengan gunung di angkat di atas kepala mereka. Maka bayangkan betapa bangga dan bahagianya Iblis jika berhasil merusak ikatan seagung dan sehebat ini dengan cara menceraikan pasangan suami istri!
Jadi, berhasil membuat orang cerai bukan sesuatu yang membanggakan, karena maknanya itu merusak ikatan agung yang ditetapkan Allah.
Tidak heran, memisah suami istri dan merusak rumah tangga orang itu disebut Ibnu Taimiyyah sebagai dosa yang berat. Beliau berkata,
Artinya:
“Upaya seseorang untuk memisahkan istri dengan suaminya adalah diantara dosa-dosa berat, termasuk perbuatan tukang sihir, dan sebesar-besar perbuatan Syetan.” (Al-Fatawa Al-Kubro, vol.2 hlm 313)
KELIMA,
Cerai itu, meskipun lahirnya halal, mubah dan ada alasan kuat untuk bercerai, tapi efeknya bisa menyeret kerusakan yang banyak. Oleh karena itu, para setan mendorongnya dan Iblis sangat senang dengan fitnahnya. Jadi, jangan berlindung dibalik kata mubah dan halal tanpa memperhatikan secara bijaksana berbagai dampaknya secara matang dan bijaksana.
Saya akan menyebutkan beberapa dampak rusak perceraian yang paling umum;
- Jika orang bercerai, berarti dia tidak punya pasangan sah untuk melampiaskan syahwat. Orang seperti ini karena sudah pernah merasakan kelezatan hubungan suami istri, dia akan menjadi sangat rentan untuk berzina. Dia bisa sangat mudah tergoda untuk berzina dengan sekecil-kecilnya kesempatan. Dia bisa berzina berkali-kali tanpa beban. Dia bisa berzina tanpa takut disebut selingkuh. Dia bisa enteng berzina tanpa dihantui perasaan bersalah. Dia bisa gampang berzina tanpa takut disebut tidak setia atau mengkhianati pasangan.
- Orang yang bercerai dan tidak punya keluarga utuh, maka dia tidak punya pengontrol yang efektif. Dia bisa dengan mudah terjerumus ke dalam narkoba, mabuk-mabukan dan berbagai tindakan kriminal lainnya. Berbeda jika keluarganya masih utuh. Terkadang dengan hanya melihat foto bahagia bersama keluarga, atau melihat foto anak maka semua gagasan jahat lenyap seketika.
- Perceraian akan memunculkan banyak janda dan Anda akan melihat seringkali seorang janda tidak dihargai lelaki karena kejandaannya. Dianggap “murahan”, “gampangan”, dan mudah digoda. Janda sering hanya dibuat bersenang-senang tanpa ada niat sedikitpun menempatkannya sebagai istri terhormat sampai masa tuanya.
- Perceraian bisa membuat terputus keturunan. Jika seseorang bercerai dalam keadaan belum punya anak, setelah itu dia terus membujang sampai wafatnya, berarti terputus lah keturunannya. Orang yang masih punya anak, maka masih ada harapan anaknya menjadi anak saleh yang akan menjadi amal jariah setelah wafat. Pahalanya terus mengalir. Apalagi anak ini menjadi anak saleh yang berilmu dan bermanfaat ilmunya bagi masyarakat. Orang tua seperti itu adalah di antara orang tua yang paling beruntung sampai hari kiamat, karena pahalanya juga terus mengalir. Berbeda dengan orang yang cerai dalam keadaan belum punya anak. Dia tidak ada punya harapan amal jariah dan amalnya hanya bergantung dari dirinya sendiri.
- Perceraian bisa membuat orang mengalami masa tua dengan penuh kesepian. Jika orang yang bercerai dan tidak punya anak lalu masuk usia lanjut, maka dia akan semakin sedih. Karena usia tua biasanya orang makin kesepian dan makin butuh perhatian serta perawatan orang lain. Mereka yang punya anak akan berbahagia, karena melihat anaknya tumbuh dewasa, mandiri dan membangun keluarga. Sesekali, keluarga besarnya berkumpul dan itu menambah kebahagiaan. Saat sudah tidak kuat apa-apa maka anaknyalah yang akan mengurus dan merawatnya. Adapun orang tua yang tak punya anak karena bercerai, maka dia akan hidup sendiri, sakit sendiri dan mungkin akan mati sendirian dalam keadaan kesepian, penuh nestapa dan merana.
- Orang yang bercerai psikologisnya akan terganggu. Dia bisa merasa tertekan, stres sampai depresi. Dia bisa merasa hina, sedih berkepanjangan dan susah melalukan kegiatan positif karena kenangan buruk di masa lalu. Bahkan dampaknya bisa masih terus bermusuhan dengan mantannya seraya menjelek-jelekkannya. Terkadang kebencian seperti ini sampai menyeret ke penjara (seperti kasus “ikan asin” yang sempat ramai).
- Cerai bisa membuat anak rusak karena “broken home”, liar dan tak terurus. Jiwa anak tidak utuh lagi. Dia gagal mendapatkan kasih sayang sempurna dari ayah dan ibu. Mereka menjadi pribadi yang mudah cemas, mudah emosi, stres terus menerus, sering berburuk sangka, susah percaya, susah membangun hubungan sosial, gampang ditipu dan tidak memiliki pelindung.
Bagaimana?
Apakah sudah terbayang bahaya bermudah-mudah menyarankan cerai?
Jadi, jika ada rumah tangga yang bermasalah, justru mestinya sedapat mungkin diusahakan tetap bersatu (selama tidak ada bahaya dan kerusakan nyata), betapapun beratnya ujian.
Alangkah banyaknya keluarga yang anaknya menjadi luar biasa saat kedua orang tuanya secara bijaksana memilih tetap bertahan meskipun badai dahsyat menghantam luar biasa bertalu-talu. Hikmah indah ini memang tidak bisa langsung disaksikan, tetapi jika sudah tiba saatnya, rasa manisnya terasa meresap sampai ke jantung hati, dan insya Allah dibawa sampai mati bahkan lintas generasi.
***
28 Syawwāl 1442 H