Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Semenjak lahir hingga sekarang ini, saya punya empat pengalaman diselamatkan nyawa saya oleh Allah. Empat pengalaman itu sangat berkesan, sehingga masih saya ingat terus sampai sekarang.
PERTAMA, saat saya kira-kira usia 3 atau 4 tahun.
Saya ingat peristiwa ini secara garis besar dan dikuatkan oleh persaksian kerabat saya yang masih terhitung paman.
Ceritanya, suatu hari saya mengikuti Bapak yang sedang mengerjakan proyek bangunan. Ayah saya adalah seorang tukang batu. Waktu itu ayah dibantu paman sebagai kulinya. Tugas paman adalah mengambil batu-batu besar (batu yang biasanya dipakai pondasi) untuk diangkut ke tempat tertentu menggunakan troli bangunan/gerobak sorong/gerobak pasir. Namanya anak kecil, melihat troli seperti itu naluri bermainnya bangkit. Saya minta supaya dinaikkan dalam perjalanan mondar-mandir itu supaya terasa seperti naik mobil-mobilan.
Lalu ada satu momen saat troli penuh batu, saya naik di atasnya. Posisi saya di ujung troli. Saat jalan menurun lumayan tajam, troli itu tersandung lalu saya jatuh ke depan dengan posisi terlentang dan segera saja perut kecil saya tergilas roda troli! Bayangkan anak balita usia sekitar 3 atau 4 tahun terlindas troli yang penuh muatan batu.
Tentu saja paman saya panik sekali. Segera dilepas troli itu dan beliau mendekati saya. Dicek perut saya dan paman saya sangat keheranan karena perut itu sama sekali tidak cedera! Perasaan saya saat tergilas memang tidak bisa dijelaskan nalar. Semacam ada lempengan besi kuat melindungi perut sehingga saat troli lewat tidak terasa apapun.
Sampai hari ini, saya maupun paman tidak bisa menjelaskan peristiwa itu. Satu-satunya penjelasan yang logis berdasarkan iman adalah, Allah melindungi saya dan mungkin memerintahkan malaikat untuk menyelamatkan saya.
KEDUA, saat usia sekitar 5 tahun.
Di dekat rumah orang tua saya dulu ada peternakan ayam milik orang Tionghoa. Masyarakat menyebutnya De Hong. Di bagian ujung peternakan ada semacam kolam besar yang menjadi tempat penampungan air bekas cucian kandang. Warna kolam itu hijau dan dalam. Pemiliknya mengisinya juga dengan ikan.
Suatu hari saya dan dua orang teman saya duduk-duduk di tepi kolam itu. Lalu tiba-tiba salah satu teman saya terpeleset dan memegang saya. Akhirnya saya ikut terseret dan kecemplung di kolam itu.
Pertama-tama yang saya ingat adalah perasaan terkejut. Lalu ada perasaan hilang kesadaran sesaat. Lalu ada perasaan seperti sunyi sekeliling. Lalu mulai terdengar gelembung air dan dari situ saya baru sadar bahwa saya sedang tenggelam. Mulai muncul perasaan panik dan takut. Air mulai masuk ke mulut. Ada rasa-rasa manis campur asin. Saya megap-megap berusaha keluar kolam. Tapi gagal. Naik sebentar tenggelam lagi. Naik sebentar tenggelam lagi. Sampai akhirnya pasrah dan full seperti dibuat tidak ingat apapun. Lalu tiba-tiba tubuh saya seperti diangkat dan digendong, lalu dikeluarkan dari kolam. Ternyata penjaga peternakan yang menyelematkan. Saya muntah-muntah dan saya keluarkan semua air kolam yang masuk ke perut. Saya tidak sampai pingsan. Diangkat ke atas itu sudah masih sadar. Hanya saja perasaan jijik dengan air kolam membuat saya sepanjang jalan pulang berusaha memuntahkan semua air yang sempat masuk lambung. Saya tidak pernah menceritakan peristiwa itu kepada orang tua. Jadi, meskipun pulang dalam keadaan basah, saya hanya dikira baru saja mandi di kali.
KETIGA, saat kelas 5 SD.
Waktu itu saya berangkat ke sekolah. Zaman saya waktu itu sudah biasa anak sekolah berangkat sendiri. Bahkan kelas 1 SD pun saya sudah berangkat sendiri. Hanya sehari-dua hari awal masuk kelas 1 SD saya yang diantar orang tua. Setelah itu ya berangkat dan pulang sendiri.
Antara rumah yang saya tinggali dengan sekolah saya dipisah jalan raya besar. Waktu itu masih pagi. Sekitar jam 06.30. Bapak saya berangkat kerja terlebih dahulu. Saya berangkat belakangan. Tapi nampaknya Bapak masih lama menunggu angkot sehingga saat peristiwa itu terjadi, Bapak masih di pinggir jalan.
Perasaan saya waktu itu memang agak melamun. Saya lihat arah timur sudah sepi. Tapi rupanya saya lalai tidak melihat ke arah barat. Jadi saya sudah melangkahkan satu kaki kanan untuk berlari menyeberang. Tapi baru satu langkah tiba-tiba di hati seperti ada suara membentak keras “Hei!!” padahal suasana masih pagi dan sunyi. Terkejut saya dan reflek segera mundur. Pada saat yang bersamaan ada bunyi “ciiit!” dari barat dan saya menoleh ke arah itu. Ternyata ada mobil angkot berkecepatan tinggi dan membelok cepat untuk menghindari saya. Orang-orang di sekitar sudah banyak menjerit. Jantung saya berdegup sangat keras dan bapak saya dengan tenang mendekati saya lalu menepuk-nepuk pundak saya sambil berkata, “Hati-hati … tenang.” Sampai hari ini peristiwa itu juga teringat jelas.
KEEMPAT, saat mahasiswa.
Ini yang paling istimewa. Sebab pengalaman mendekati kebinasaan ini adalah karena saking kerasnya belajar!
Ceritanya, suatu hari saya membaca tulisan wartawan Mesir dalam bahasa Arab. Dia mengaku setiap hari membaca minimal 6 jam untuk memutakhirkan pengetahuannya sehingga bisa terus menulis dengan enak sebagai wartawan.
Saya terkesiap dengan pengakuan ini. Saya berpikir, ini orang hanya untuk urusan dunianya saja bisa menyempatkan waktu 6 jam untuk membaca. Mengapa saya yang ingin memahami din kok lebih lemah? Tidak bisa demikian. Saya harus lebih baik. Begitu tekad saya.
Akhirnya saya putuskan, setiap hari saya harus membaca paling sedikit 6 jam. Target ini dengan seizin Allah sering terlampaui. Jika pas hari-hari kuliah saya bisa membaca 6-8 jam. Tapi jika pas liburan, itu justru menjadi kemenangan terbesar saya karena saya bisa belajar sampai 12 bahkan 16 jam sehari. Ketika saya cuti kuliah, maka saya merasa ada perubahan besar dalam perolehan pengetahuan, karena saya merasa apa yang saya dapat dalam kuliah 1 semester bisa saya dapatkan dalam waktu 3 hari.
Tapi kerasnya belajar ini tidak disertai pengetahuan kesehatan secara memadai. Akibatnya, saya hanya semangat belajar dan tidak banyak minum. Saya juga kurang gerak karena terus terusan duduk di atas kursi. Keluar dari kursi hanya untuk makan dan salat. Setelah itu sibuk lagi membaca. Akibatnya, karena kurang minum, ginjal saya yang kalah.
Saya jatuh sakit. Pinggang saya sakit sekali. Sepekan bukannya membaik tapi malah parah.
Pekan kedua semakin parah.
Pekan ketiga paling parah. Tubuh saya mulai membiru. Karena keluarga miskin, bapak saya hanya mampu memijat-mijat saja ditambah minum jamu buatan ibu. Wajah memucat dan tubuh membiru. Sampai-sampai bapak berkomentar dengan bahasa Jawa gaya kota Batu, “Wah, wis cedek arek iki–Wah, sudah dekat ajal nampaknya anak ini.”
Lalu waktu itu ada keputusan tepat yang menjadi wasilah kesembuhan saya. Karena sudah tidak kuat diajak kemana-mana, dipanggilah dokter tetangga. Saya disuntik vitamin dan diberi beberapa obat. Lalu saya dinasihati harus banyak minum dan sesekali senam atau menggerakkan tubuh saat belajar.
Ajaib, setelah disuntik vitamin semalam itu langsung enak badan. Terasa segar. Esoknya badan semakin enak. Obat pemberian dokter tersebut saya habiskan sesuai aturan pakai. Saya mulai bisa makan banyak dan sepekan kemudian, alhamdulillah sembuh total.
Setelah itu saya sangat berhati-hati urusan kesehatan. Puasa Dahr yang sempat saya lakukan 3 atau 4 tahun saya tinggalkan. Saya banyak minum. Sehari bisa habis 3 atau 4 ceret. Tiap satu atau dua jam bangkit sekedar untuk meregangkan tubuh dan jalan-jalan. Alhamdulillah resep itu manjur. Saya tidak mengalami lagi masalah ginjal sampai hari ini.
PELAJARAN
Andai Allah tidak melindungi saya dalam peristiwa-peristiwa di atas, niscaya Anda tidak akan pernah mengenal saya dan tidak akan membaca tulisan-tulisan saya selama ini.
Ini adalah nikmat besar dari Allah.
Saya memahami nikmat seperti ini adalah nikmat yang semisal dengan yang pernah diberikan Allah kepada Banī Isrā’īl saat diselamatkan dari kebinasaan ketika dikejar Fir’aun. Allah berfirman,
Artinya,
“Dan (ingatlah) ketika Aku membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Aku selamatkan dan Aku tenggelamkan (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun, sedang kamu menyaksikan.”
Jika Allah memerintahkan Banī Isrā’īl mengingat-ingat nikmat tersebut, maka saya merasa sekaan-akan Allah juga memerintahkan saya mengingat-ingat nikmat penyelamatan nyawa kepada saya. Jika Allah menyebut nikmat jenis itu secara khusus dalam Al-Qur’an, berarti nikmat jenis ini adalah nikmat besar. Nikmat ini pasti akan ditanyakan Allah pada hari penghisaban terkait penggunaan kesempatan hidup sesudah itu. Saya juga menduga kuat, tiap orang mendapatkan nikmat jenis ini dengan kisah dan kekhasan masing-masing sehingga mendapatkan tugas yang sama.
Ini pengalaman saya. Bagaimana dengan pengalaman Anda?
***
11 Zulhijah 1442 H