Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Lelaki yang berpoligami lalu tidak menafkahi istri-istrinya maka dia telah berbuat dosa dan terancam masuk neraka. Termasuk berdosa adalah jika hanya memikirkan nafkah istri “tua” lalu mengabaikan nafkah istri-istri lainnya.
Termasuk dosa juga adalah jika menafkahi penuh istri pertama, tapi istri-istri lainnya tidak dinafkahi penuh.
Termasuk dosa juga adalah jika menafkahi asal-asalan. Jika punya uang dinafkahi dan jika tidak punya uang tidak dinafkahi. Tidak terbersit sedikitpun dalam hatinya berutang untuk menafkahi istri dalam kondisi tidak punya uang sebagaimana Rasulullah ﷺ berutang kepada seorang Yahudi untuk memberi makan istrinya. Tidak ada pikiran juga melobi istri untuk memakai uangnya sementara (dalam kondisi istri kaya), lalu mencatat penggunaan uang istri itu sebagai utangnya yang nanti akan dilunasi saat suami punya uang nanti.
Perlaku suami seperti di atas adalah cerminan sikap lelaki yang tidak bertakwa, yang abai dengan tanggungjawabnya, yang hanya memikirkan kenikmatan dirinya, tanpa peduli dengan konsekuensi dan hisab Allah terhadap mereka yang punya istri dan berpoligami.
Lebih besar lagi dosanya jika pengabaian nafkah ini dilakukan kepada istri yang lemah, misalnya ayahnya sudah meninggal atau dia tidak punya pelindung laki-laki dalam keluarganya. Sikap semena-mena seorang suami seperti itu dosanya bisa dobel, yakni dosa melalaikan nafkah istri dan dosa memiliki sifat jabarūt, yakni semena-mena terhadap orang lemah. Dalam hadis ditegaskan, penghuni neraka yang paling banyak adalah para al-jabbārūn, yakni orang-orang yang menggunakan kekuatannya untuk keuntungan dirinya dengan menindas yang lemah. Kelak, para istri-istri yang lemah itu jika tidak mampu mengambil haknya di dunia, mereka akan mengadu kepada Allah di akhirat dan di saat itu Allah akan menghukum keras suami yang punya kekuatan tapi tidak digunakan untuk mengasihi yang lemah dan melindungi wanita yang butuh perlindungan.
Bagaimana mungkin seorang lelaki yang berpoligami melalaikan nafkah istri-istrinya (dengan alasan miskin sekalipun) sementara dalam hadis ada ancaman neraka untuk wanita yang tidak memberi nafkah seekor kucing sampai mati? Apakah Anda menyangka bahwa Allah akan memasukkan seseorang ke neraka karena seeokor kucing lalu Dia tidak akan memasukkan suami ke neraka karena kelalaian memberi nafkah istrinya?
Sungguh, semua kezaliman pasti akan diadili oleh Allah di akhirat. Jangankan kezaliman sebesar nafkah istri yang berpotensi mengancam nyawanya, kezaliman sebesar jarum pun di sisi Allah tetap diperhitungkan. Oleh karena itu, orang yang seharusnya mati syahid, dia bisa masuk neraka gara-gara kezaliman sebesar jarum karena dia mencuri harta ganimah yang merupakan hak banyak orang. Orang yang mati syahid juga bisa terhalangi masuk surga karena kezaliman tidak membayar utang.
Setelah tahu dalil-dalil seperti ini apakah para suami tidak takut Allah menghalanginya masuk surga karena menzalimi istrinya dalam hal nafkah?
Menafkahi istri itu wajib, tidak peduli apakah istri berjumlah 1,2,3 ataukah 4.
Nafkah istri juga tetap wajib tidak peduli apakah istri itu tidak mampu secara finansial maupun mampu secara finansial.
Nafkah istri juga tetap wajib tidak peduli kondisi keuangan suami apakah kaya, miskin atau pertengahan.
Nafkah istri juga tetap wajib tidak peduli apakah suami bekerja ataukah tidak bekerja.
Nafkah istri tidak bisa gugur karena nafkah istri termasuk ḥaqqun ādamī (hak manusia) sementara hak manusia itu tidak akan gugur karena kelemahan atau karena uzur. Seperti orang berutang misalnya. Jika yang berutang belum bisa membayar, tidak boleh dikatakan bahwa kewajiban utang menjadi gugur. Tidak boleh dikatakan demikian. Utang tetap utang dan sampai matipun tetap menjadi tanggungan belum dibayar. Jika warisan maupun ahli waris tidak bisa melunasi utang tersebut, maka di akhirat pelunasannya. Yakni diambilkan pahala orang yang berutang untuk diberikan kepada orang yang mengutangi.
Jika pahalanya habis, maka dosa orang yang diutangi diberikan kepada orang yang berutang sampai lunas. Setelah itu yang berutang itu dilemparkan ke dalam neraka. Dari sini apakah Anda bisa memahami potensi masuk neraka gara-gara melalaikan nafkah istri?
Jika suami berada dalam kondisi tidak punya uang untuk menafkahi istri, maka pilahannya tiga;
Pertama: Silakan berutang. Sebab itu kewajiban Anda. Jadi Anda harus mengusahakan bagaimanapun juga untuk bisa memberi makan istri. Tirulah Rasulullah ﷺ yang berutang kepada seorang Yahudi demi bisa memberi makan istrinya.
Kedua, Anda buat kesepakatan dengan istri. Jika istri punya uang pribadi, atau istri mapan secara finansial, maka Anda bisa melobi istri untuk memakai uang pribadinya dulu tapi dicatat sebagai utang Anda. Saat Anda sudah punya uang, utang Anda kepada istri itu wajib dilunasi.
Ketiga, ceraikan. Jika Anda sudah merasa tidak mampu menafkahi dan merasa berat memberi nafkah istri, maka yang paling bertakwa adalah menceraikan daripada mempertahankan terus menerus sambil memproduksi dosa. Dalam fikih, seorang istri berhak mengajukan fasakh (pembubaran pernikahan)/tafriq (pemisahan) paksa dari hakim jika suami terbukti tidak menafkahi. Jadi masalah memberi nafkah ini konsekuensinya memang hak cerai jika tidak diberikan. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Jika seorang suami tidak sanggup menafkahi istri yang melayaninya, maka yang dinyatakan oleh al-Syāfi‘ī radhiallahu anhu dalam kitab-kitabnya baik versi qadīm maupun jadīd adalah sang istri tersebut punya dua pilihan. Pertama, jika dia mau, dia bisa bersabar/tabah lalu menggunakan uang pribadinya untuk belanja atau berhutang lalu menafkahi dirinya sendiri kemudian nilai nafkah itu menjadi tanggungan suami (menjadi utangnya) sampai suami menjadi mampu. Kedua, kalau mau dia bisa meminta pembubaran/fasakh nikah -kepada hakim-“ (Rauḍatu al-Ṭālibīn juz 9 hlm 72)
Adapun nafkah wajib untuk istri itu apa saja, maka hal itu terbatas pada tiga hal yaitu makanan, pakaian dan tempat tinggal termasuk rincian dan cabang dari 3 hal ini. Uang jajan, biaya pengobatan, biaya kosmetik, biaya rekreasi, dan biaya pendidikan bukan termasuk nafkah wajib. Jika Anda ingin mengetahui rincian dalil dan hukumnya silakan di baca artikel-artikel saya berikut ini,
“HUKUM MENAFKAHI ISTRI”
“BATASAN NAFKAH UNTUK ISTRI”
“BEDANYA NAFKAH TAMLĪK DENGAN NAFKAH IMTĀ‘”
“RINCIAN HUKUM NAFKAH MAKANAN UNTUK ISTRI”
“NAFKAH MAKANAN APAKAH HARUS SIAP SANTAP?”
“RINCIAN HUKUM NAFKAH PAKAIAN UNTUK ISTRI”
“RINCIAN HUKUM NAFKAH TEMPAT TINGGAL UNTUK ISTRI”
“HUKUM SUAMI MENYEDIAKAN PEMBANTU UNTUK ISTRI”
“TIDAK ADA ISTILAH NAFKAH UANG JAJAN UNTUK ISTRI”
“SKIN CARE DAN ALAT KECANTIKAN BUKAN NAFKAH WAJIB YANG HARUS DISEDIAKAN SUAMI”
“BIAYA PENGOBATAN ISTRI APAKAH WAJIB DITANGGUNG SUAMI?”
“HUKUM NAFKAH PENDIDIKAN UNTUK ISTRI”
Jika istri dalam kondisi mampu dan dia sangat mencintai suaminya, lalu merelakan hak nafkahnya digugurkan, maka itu boleh bahkan menjadi kemuliaan dan amal saleh istri. Tapi tidak boleh dipaksa dan tidak boleh ditekan, harus benar-baner dari hatinya dan kerelaannya. Pengguguran hak nafkah itu juga tidak boleh hanya di batin saja. Harus diucapkan agar berlaku konsekuensi-konsekuensi hukum lahir. Jika istri misalnya mengucapkan, “Hak nafkahku selama setahun ini kugugurkan/kuputihkan,” maka berlaku hukum gugur hak nafkah, tapi durasinya hanya berlaku setahun. Setelah itu wajib lagi memberi nafkah secara normal, kecuali setelah itu digugurkan lagi.
***
22 Zulhijah 1442 H